44 Namun di lain pihak, sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran
wilayah terjadi sangat pesat dan cenderung tidak terkendali Effendy, 2007. Menurut Mendagri 2007,
pemekaran daerah belum memberikan dampak signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemekaran daerah sarat
dengan muatan politik dan cenderung menambah beban biaya rutin yang harus ditanggung Negara.
2.11. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian nasional maupun daerah telah banyak dilakukan, baik di Indonesia maupun di
negara lain. Penelitian desentralisasi di Indonesia antara lain dilakukan oleh Azis 1994, Antara 1999, Sartiyah 2001, Isdijoso 2001, Yuliyati 2001, Sinaga
dan Siregar 2003, Sumedi 2005, Saefudin 2005, Pardede 2005, Pakasi 2005, Panjaitan 2006, dan Astuti 2007.
Penelitian Antara 1999 menemukan bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah secara bersamaan dengan pengeluaran wisatawan mendorong
peningkatan kinerja perekonomian, yang digambarkan dengan PDRB Provinsi Bali. Hasil simulasi dalam penelitian Sartiyah 2001 menunjukkan daerah yang
memiliki potensi dan sumber daya kecil mempunyai ketergantungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang potensi sumber dayanya tinggi.
Kesimpulan dalam studi Isdijoso 2001 antara lain menyebutkan bahwa respon daerah berbeda antara daerah kota dan kabupaten dalam hal PAD, yaitu
pemerintah kota lebih mengutamakan strategi intensifikasi pajak sedangkan pemerintah kabupaten lebih menekankan ekstensifikasi pajak.
Hasil penelitian Sumedi 2005 menunjukkan dampak desentralisasi fiskal pada tingkat provinsi, disparitas ekonomi semakin kecil, sedangkan pada tingkat
kabupatenkota menunjukkan distribusi pendapatan semakin memburuk. Penelitian Sinaga dan Siregar 2003 menemukan bahwa pelaksanaan
desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap sisi penerimaan dan pengeluaran fiskal daerah. Pada sisi penerimaan terjadi peningkatan yang tinggi pada dana
45 perimbangan dan PAD, dimana peranan dana perimbangan semakin tinggi
sedangkan peranan PAD semakin menurun. Pakasi 2005 antara lain menemukan DAU berdampak positif terhadap
kinerja fiskal dan perekonomian daerah di masing-masing kabupatenkota, meningkatnya kebutuhan fiskal akan meningkatkan upaya pemerintah
kabupatenkota di Sulawesi Utara untuk meningkatkan pengeluaran rutin dan pengeluaran sektoral yang selanjutnya berpengaruh terhadap produksi sektoral
dan realokasi dari pengeluaran rutin ke pengeluaran pembangunan sektoral khususnya sektor publik diramalkan dalam jangka pendek akan meningkatkan
kinerja fiskal dan perekonomian daerah. Hasil penelitian Pardede 2005 menunjukkan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal meningkatkan kinerja
perekonomian daerah, namun disisi lain desentralisasi fiskal menimbulkan disparitas output per kapita dan pendapatan per kapita yang semakin besar dan
realokasi pengeluaran dari sektor non pertanian ke sektor pertanian di Tapanuli Utara berdampak positif terhadap peningkatan output, pendapatan, dan
kesempatan kerja. Penelitian Astuti di Provinsi Bengkulu 2007 menyimpulkan kebutuhan
fiskal setelah desentralisasi meningkat hampir 100 persen, kapasitas fiskal meningkat 100 - 150 persen, dan kesenjangan fiskal semakin besar 81 - 137
persen, sedangkan kemampuan fiskal daerah yang diindikasikan dengan rasio kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal masih dibawah 10 persen. Selain itu
ditemukan bahwa faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi komponen penerimaan daerah adalah aktifitas ekonomi yang tercermin dari besarnya PDRB
sektoral, kesenjangan fiskal, jumlah penduduk, luas daerah, dan jumlah kendaraan bermotor. Pengeluaran daerah responsif terhadap perubahan penerimaan daerah
yang sifatnya jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin besar penerimaan daerah maka pengeluaran daerah untuk rutin maupun pembangunan akan semakin
besar.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Dampak diberlakukannya desentralisasi fiskal di Indonesia dapat tercermin dalam beberapa indikator makro seperti pendapatan per kapita, pengeluaran
pemerintah, tingkat
pengangguran, dan
tingkat kemiskinan.
Dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi keleluasaan dalam
meningkatkan penerimaan daerahnya melalui peningkatan pajak, retribusi dan penerimaan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi total penerimaan daerah
APBD. Dari sisi pengeluaran, ketepatan pemerintah daerah dalam menentukan alokasi belanja modal juga akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat. Selain itu Jumlah penduduk dengan pendidikan yang relatif baik SMA keatas merupakan modal dasar bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dengan meningkatkan pendidikan penduduk, meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan alokasi belanja modal akan dapat meningkatkan
pendapatan per kapita dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan PAD serta peningkatan belanja publik untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur akan sangat mempengaruhi alokasi belanja modal.
Indikator yang sangat umum digunakan dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat adalah melalui tingkat pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Tingkat pengangguran dapat diatasi antara lain dengan cara meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi LPE. Peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi yang dibarengi dengan kenaikan upah minimum dan menjaga kestabilan tingkat inflasi akan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Peningkatan
pendapatan per kapita dan kenaikan upah minimum serta menjaga kestabilan tingkat inflasi juga akan dapat menurunkan tingkat kemiskinan.
Besaran dana yang dikelola dan keleluasaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah merupakan faktor dari derajat desentralisasi fiskal suatu daerah. Semakin
tinggi penerimaan fiskal yang bebas pengalokasiannya maka semakin tinggi derajat desentralisasi fiskal yang dimiliki daerah sehingga diharapkan
pengalokasiannya akan semakin optimal. Karena kebijakan desentralisasi fiskal