93 Tabel 12. Banyaknya Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Mengenai
Duplikasi Anggaran di Kabupaten Bogor dan Kota Depok Daerah
Tidak Terjadi Duplikasi
Terjadi Duplikasi
Jumlah 1
2 3
4 Bogor
6 66,67
3 33,33
9 100,00
Depok 6
50,00 6
50,00 12
100,00 Jumlah
12 57,14
9 42,86
21 100,00
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2010
6.6.2. Persamaan Dugaan Porsi Belanja Modal Pemerintah PBM
Hasil uji persamaan simultan menunjukkan bahwa porsi belanja modal pemerintah PBM dipengaruhi oleh porsi pendapatan asli daerah PPAD, rasio
jumlah murid terhadap jumlah sekolah SD dan SMP RMS, rasio jumlah penduduk terhadap fasilitas tempat berobat yang dibangun pemerintah daerah RFTB,
persentase panjang jalan yang rusak PJJLR, dummy DF, dan dummy D dengan nilai R
2
sebesar 86,08 persen. Persamaan dugaan PBM adalah sebagai berikut:
PBM
t
=
37,2053 + 1,2684 PPAD
t
-
0,1089
RMS
t
+
0,0008 R
FTB
t
+ 0,2546
PJJLR
t
+ 7,8834
DF
t
-
14,9647
D
t
Variabel PPAD, FTB, PJJLR, dan dummy DF berpengaruh positif terhadap PBM, sedangkan variabel RMS dan dummy D berpengaruh negatif terhadap PBM.
Peningkatan PPAD akan berakibat pada peningkatan PBM dan secara statistik pengaruh PPAD terhadap PBM sangat signifikan.
Setiap peningkatan satu persen PAD, maka PBM akan meningkat 1,27 persen ceteris paribus. Penambahan satu unit fasilitas tempat berobat bagi 1000 penduduk
akan membutuhkan peningkatan 0,8 persen BM. Demikian juga jika infrstruktur jalan yang mengalami kerusakan bertambah satu persen, maka pemerintah daerah
perlu meningkatkan belanja modal 0,25 persen. Variabel RFTB dan PJJLR ini
94 berpengaruh signifikan terhadap PBM. Variabel RMS memiliki pengaruh negatif
tetapi tidak signifikan terhadap PBM. Pada hasil penelitian ini dummy DF tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PBM. Sedangkan dummy D berpengaruh
negatif dan sangat signifikan terhadap PBM, artinya Pemerintah Daerah Kota Depok lebih baik dalam mengalokasikan belanja modal dibandingkan dengan Kabupaten
Bogor. Diduga tiga hal yang menyebabkan porsi belanja modal Pemerintah Kota
Depok lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Bogor adalah: 1 rasio jumlah penduduk terhadap Pegawai Negeri Sipil Daerah PNSD Kota Depok lebih besar dibandingkan
dengan Kabupaten Bogor sehingga porsi belanja pegawai Pemerintah Kota Depok relatif lebih kecil, hal sebaliknya terjadi di Kabupaten Bogor. Di Kota Depok
perbandingan jumlah penduduk terhadap jumlah PNSD tahun 2008 adalah 221 berbanding 1, sedangkan di Kabupaten Bogor perbandingan tersebut adalah 202
berbanding 1 Kota Depok dalam Angka 2008 dan Kabupaten Bogor dalam Angka 2008; 2 rata-rata rasio jumlah penduduk terhadap fasilitas kesehatan Kota Depok
lebih besar sehingga Pemerintah Kota Depok perlu mengalokasikan belanja daerah untuk menambah fasilitas kesehatan berupa rumah sakit atau puskesmas yang sangat
dibutuhkan masyarakat; 3 rasio murid dan sekolah SD dan SMP di Kota Depok lebih tinggi sehingga Pemerintah Kota Depok perlu menambah jumlah sekolah
SDSMP agar seluruh masyarakat dapat mendukung program pemerintah tentang wajib belajar 9 tahun.
Berdasarkan Gambar 19 terlihat bahwa rasio jumlah penduduk terhadap fasilitas tempat berobat di Kota Depok lebih besar dibandingkan Kabupaten Bogor.
Hal ini terjadi sejak Kota Depok terbentuk kecuali tahun 2003 dan 2008 rasio jumlah penduduk terhadap jumlah rumah sakit dan puskesmas di Kota Depok sedikit lebih
rendah dibandingkan Kabupaten Bogor, sehingga Kota Depok perlu mengalokasikan sebagian belanja modalnya untuk membangun rumah sakit atau puskesmas.
95 Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka 1994-2008 dan Kota Depok
dalam Angka 2000-2008 data diolah Gambar 19. Rasio Jumlah Penduduk dan Fasilitas Tempat Berobat
di Kabupaten Bogor 1994 – 2008 dan Kota Depok 2000 - 2008
Sama halnya dengan rasio jumlah penduduk terhadap jumlah fasilitas tempat berobat dan rasio jumlah murid terhadap jumlah sekolah SD dan SMP di Kota Depok
secara umum lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Bogor.
96 Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka 1994-2008 dan
Kota Depok dalam Angka 2000-2008 data diolah Gambar 20. Rasio Murid dan Jumlah Sekolah SD dan SMP di
Kabupaten Bogor 1994 – 2008 dan Kota Depok 2000 - 2008
Koefisien masing-masing parameter dugaan, nilai uji t dan nilai peluang setiap parameter dugaan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Persamaan Dugaan Porsi Belanja Modal Pemerintah Koefisien
Parameter Dugaan Nilai t
Pr |t| 1
2 3
4 Intersep
37,2053 1,37
0,1956 PPAD
1,2684 3,86
0,0023 RMS
-0,1089 - 1,68
0,1404 RFTB
0,0008 1,75
0,1065 PJJLR
0,2546 1,80
0,0973 Dummy DF
-7,8834 - 1,10
0,2949 Dummy D
-14,9647 - 3,43
0,0050 R
2
= 0,8608 F-hit = 17,521 Durbin Watson = 2,5907 Sumber: Hasil pengolahan Persamaan Simultan
97 Menurut hasil wawancara dengan responden terhadap indikator efektifitas
anggaran, seluruh responden baik yang berasal dari Kabupaten Bogor maupun Kota Depok menyatakan setuju dilakukan survei langsung ke masyarakat untuk menilai
optimalisasi kinerja Pemda. Namun demikian hanya 66,67 persen masyarakat Kabupaten Bogor yang menyatakan bahwa penetapan alokasi anggaran telah
menggunakan analisis benefit-cost, sedangkan masyarakat Kota Depok 100 persen menyatakan bahwa penetapan alokasi anggaran telah menggunakan analisis benefit-
cost Tabel 14. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan alokasi anggaran oleh Pemerintah Daerah Kota Depok sudah lebih baik dan lebih tepat yang diduga
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penetapan alokasi belanja modal di Kota Depok lebih baik dibandingkan Kabupaten Bogor.
Tabel 14. Pendapat Masyarakat Kabupaten Bogor dan Kota Depok dalam Penetapan Alokasi Anggaran
Daerah Telah menggunakan
analisis benefit-cost Negosiasi Pemda
dengan DPR Jumlah
1 2
3 4
Bogor 66,67
33,33 100,00
Depok 100,00
0,00 100,00
Jumlah 80,00
20,00 100,00
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2010
6.6.3. Persamaan Dugaan Tingkat Pengangguran PENGG