Lokasi dan Waktu Penelitian Production-Revenue Indicator PRI

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengkaji kinerja perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sebelum desentralisasi fiskal tahun 1994 – 2000 dan setelah desentralisasi fiskal tahun 2001 – 2008. Penulis memilih dua lokasi penelitian yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Depok dengan mempertimbangkan beberapa hal: 1 kedua daerah tersebut berasal dari satu daerah yang mengalami pemekaran, yaitu Kabupaten Bogor sebagai daerah induk dan Kota Depok sebagai daerah pemekaran; 2 Kabupaten Bogor dan Kota Depok merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Ibukota negara DKI Jakarta yang memiliki kemajuan pembangunan yang sangat pesat. Menurut Armida 2000, daerah kabupatenkota yang dekat dengan Ibukota cenderung memiliki persentase PADPenerimaan Daerah yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kabupatenkota lainnya.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data sekunder dan data primer.

4.2.1. Data Sekunder

Data sekunder mencakup indikator makro ekonomi, data sosial, dan data pendukung lainnya yang bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik BPS dan instansi lain yang terkait. Jenis dan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 50 Tabel 2. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian No. Jenis Data Sumber Data 1 2 3 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Unsur APBD PAD, DAU, pengeluaran pemerintah, pajak dan retribusi, dana perimbangan, dsb PDRB Jumlah penduduk, Tingkat pengangguran, dan Tingkat Kemiskinan Upah minimum kabupatenkota Fasilitas tempat berobat Panjang jalan yang rusak Jumlah murid, jumlah sekolah BPS BPS BPS Disnaker Kab.Bogor dan Kota Depok Dinas Kesehatan Kab. Bogor dan Kota Depok Dinas PU Kab. Bogor dan Kota Depok Dinas pendidikan Kab. Bogor dan Kota Depok

4.2.2. Data primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa tahap berikut: 1. Menentukan responden yang akan diwawancarai. Responden terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah dan masyarakat di Kabupaten Bogor dan Kota Depok yang terlibat atau mengetahui proses penyusunan dan pengelolaan APBD. Jumlah responden yang menjadi targetobyek penelitian sebanyak 30 orang yang dipilih secara purposive. 2. Menyusun kuesioner. Jenis pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner mengacu pada penelitian Yuliyati, 2001. Dalam setiap pertanyaan disediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden pertanyaan tertutup. 3. Melakukan wawancara. Untuk responden yang tidak bersedia diwawancara, responden diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. 51 4. Pertanyaan yang diajukan terdiiri dari 3 tiga bagian: a. keterangan tempat; b. keterangan identitas responden; dan c. pertanyaan inti mengenai pengelolaan anggaran yang mencakup pertanyaan mengenai disiplin anggaran, prioritas anggaran, efisiensi anggaran, siklus APBD, efektifitas pengelolaan anggaran, partisipasi masyarakat, transparansi, dan akuntabilitas.

4.3. Metode Analisis

Untuk menjawab permasalahan yang telah diuraikan pada bab I, penulis menggunakan 3 tiga pendekatan metode analisis, yaitu analisis deskriptif, analisis model ekonometrika persamaan simultan, dan analisis statistik non parametrik berupa uji Exact Fisher. Tahapan dalam membangun model perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor dan Kota Depok dapat diuraikan dalam bagan seperti berikut: 52 Gambar 11. Tahapan dalam Membangun Model Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Bogor dan Kota Depok • UU No, 221999 dan UU No. 251999 yang diperbaharui dengan UU No 322004 dan UU No. 332004 • PP No 1292000 Permasalahan dan Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Analisis Persama- an Simultan EvaluasiEstimasi Model Kesimpulan Rekomendasi • Teori Ekonomi dan konsep-konsep yang terkait • Studi terhadap penelitian terdahulu Data perekonomian dan sosial Penentuan Variabel yang relevan Uji Exact Fisher Data primer Penyusunan Pengelolaan APBD Keputusan Uji Analisis Deskriptif 53

4.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui kinerja ekonomi dan sosial serta potensi daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok sebelum dan setelah diberlakukannya desentralisasi fiskal. Indikator yang akan digunakan untuk melihat kinerja ekonomi adalah kinerja keuangan daerah kinerja penerimaan dan kinerja pengeluaranbelanja daerah, rasio keuangan daerah yang terdiri dari rasio kemandirian keuangan daerah KKD, dan rasio efektifitas keuangan daerah EKD, derajat desentralisasi fiskal yang terdiri dari derajat kewenangan daerah authority power dan derajat kemandirian autonomy power. Untuk mendukung analisis, hasil wawancara dengan pejabat pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Depok serta tokoh masyarakat lainnya akan diolah hingga menghasilkan tabel- tabel atau gambar-gambar yang dapat menggambarkan apakah Kabupaten Bogor dan Kota Depok telah melakukan penyusunanpengelolaan anggaran secara optimal dari sisi disiplin, efisiensi, prioritas, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas serta apakah sudah memperhatikan aspirasi masyarakat.

4.3.1.1. Derajat Kewenangan authority power

Desentralisasi fiskal terhadap pemerintah daerah, memberikan kewenangan kepada daerah dalam pengambilan keputusan. Dalam mengukur kinerja keuangan daerah, Akai dan Sakata 2005 menyarankan untuk mewakili alokasi kewenangannya menggunakan indikator yang didasarkan pada ukuran relatif penerimaan ataupun pengeluaran. Derajat kewenangan pemerintah daerah diukur menggunakan tiga indikator, yaitu RI revenue indicator yang merupakan revenue share, PI expenditure indicator yang merupakan expenditure share, dan PRI Production-Revenue Indicator merupakan average between revenue and expenditure. a. Revenue Indicator RI Revenue Indicator RI atau indikator penerimaan didefinisikan sebagai rasio antara penerimaan pemerintah daerah dan gabungan penerimaan pemerintah pusat-daerah. Indikator ini dapat memperkirakan alokasi kewenangan bila 54 pemerintah yang memiliki kewenangan mengumpulkan pendapatan yang terkait dengan pendapatannya sendiri pajak dikumpulkan dan jenis pengeluaran ditetapkan. Penghitungan share penerimaan dilakukan dengan menggunakan penerimaan pemerintah termasuk bantuan dari pemerintah lain. b. Production Indicator PI Production Indicator PI atau indikator produksi didefinisikan sebagai rasio antara pengeluaran pemerintah daerah dan gabungan dari pengeluaran pemerintah pusat-daerah. Indikator ini dapat memperkirakan alokasi kewenangan bila pemerintah daerah memiliki kewenangan yang berkaitan dengan pengeluaran. Penghitungan share pengeluaran dilakukan dengan menggunakan pengeluaran pemerintah termasuk bantuan dari pemerintah lain.

c. Production-Revenue Indicator PRI

Production-Revenue Indicator PRI merupakan kombinasi dari indikator penerimaan dan indikator pengeluaran. PRI mewakili ukuran desentralisasi yang mencakup share penerimaan dan pengeluaran. Indikator ini juga merupakan indikator normalisasi yang didefinisikan sebagai rata-rata antara RI dan PI. PRI dapat dirumuskan sebagai berikut: ……………….……………………………….…...…….. 13 4.3.1.2. Derajat Kemandirian autonomy power Otonomi kemandirian pemerintah daerah dapat dikatakan tinggi jika seluruh kebutuhan fiskal didanai oleh pemerintah daerah itu sendiri. Oleh karena itu, digunakan indikator yang dapat mewakili otonomi kemandirian. Indikator ini disebut AI autonomy indicator. AI dapat didefinisikan sebagai rasio penerimaan sendiri pemerintah daerah PAD terhadap total penerimaan. Jika nilai AI kecil, pemerintah daerah akan memperoleh bantuan yang semakin besar dari pemerintah 55 pusat, sebaliknya jika nilai AI besar, pemerintah daerah akan memperoleh bantuan yang semakin kecil dari pemerintah pusat.

4.3.1.3. Rasio Keuangan Daerah

Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah daerah, yaitu rasio kemandirian keuangan otonomi fiskal, rasio efektifitas terhadap pendapatan asli daerah, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio keserasian, rasio pertumbuhan analisis shift, rasio proporsi pendapatan dan belanja daerah analisis share. Dalam penelitian ini penulis hanya akan menggunakan rasio kemandirian keuangan daerah KKD dan rasio efektifitas keuangan daerah EKD.

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah KKD