11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Desentralisasi Fiskal di Indonesia
Menurut Sidik 2002 secara umum konsep desentralisasi terdiri atas 3 jenis yaitu desentralisasi politik political decentralization, desentralisasi administratif
administrative decentralization, desentralisasi fiskal fiscal decentralization, dan desentralisasi ekonomi economic or market decentralization. Desentralisasi
administratif pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 tiga: 1.
Dekonsentrasi deconcentration, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki dengan
pemerintah pusat di daerah. 2.
Devolusi devolution, yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat pemerintah yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas
pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat keleluasaan discretion yang tidak dikontrol oleh pemerintah pusat.
3. Pendelegasian delegation atau institutional pluralism, yaitu pelimpahan
wewenang untuk tugas tertentu kepada orang yang berada diluar struktur birokrasi regular yang dikontrol secara tidak langsung oleh pemerintah pusat.
Pendelegasian biasanya diatur dengan ketentuan perundang-undangan. Pihak yang diberi wewenang memiliki discretion dalam penyelenggaraan
pendelegasian tersebut walaupun wewenang terakhir tetap berada pada pihak pemberi wewenang sovereign-authority.
Desentralisasi di Indonesia pada dasarnya sudah diberlakukan oleh pemerintah sejak tahun 1974 dengan terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974. Dibawah Undang-undang tersebut terjadi transfer pelayanan administrasi dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah namun kontrol tetap dilakukan oleh
pusat dan penerimaan daerah masih sangat tergantung oleh pemerintah pusat. Pada era reformasi, pasca krisis ekonomi tahun 1997 pemerintah menerbitkan
Undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya disempurnakan dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dan Undang-
12 undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah. Undang-undang tersebut mengatur tentang desentralisasi administrasi dan politik pada tingkat kabupatenkota. Dengan
munculnya UU No. 22 tahun 1999 yang mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah serta UU No.
25 tahun 1999 yang mengatur tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, selayaknya pemerintah daerah kabupatenkota
dapat mengembangkan sumber daya lokal dan mengurangi ketergantungannya dari pemerintah pusat. Akan tetapi, berbagai pengamatan empiris menyatakan
bahwa pemberlakuan otonomi daerah menimbulkan distorsi dan high cost economy Landiyanto, 2005.
Pada era otonomi, terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya yang berada di tangan pemerintah kota dan
kabupaten. Desentralisasi fiskal merupakan aspek finansial pembangunan wilayah dan pemerintah daerah yang menyangkut dua hal yang saling berkaitan. Pertama,
sumber penerimaan antara pemerintah di tingkat nasional, provinsi, dan tingkat wilayah dibawahnya. Kedua, desentralisasi fiskal dapat tercermin dari
pengeluaran dan penerimaan wilayah dan pemerintah daerah. Ketidakseimbangan antara fungsi penerimaan dan pengeluaran pada pemerintah daerah dapat memiliki
implikasi fiskal yang serius. Menurut Ehtisham Ahmad dan Ali Mansoor IMF Working Paper, 2002 desentralisasi menyebabkan peningkatan transfer ke
pemerintah daerah sebesar 50 persen.
2.2. Anggaran