23 2.
Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja lansung terdiri dari: belanja pegawai, belanja
barang dan jasa, serta belanja modal. a.
Belanja pegawai langsung adalah pengeluaran untuk honorariumupah, lembur, dan pengeluaran lain untuk meningkatkan motivasi dan kualitas
pegawai dalam melaksanakan program kegiatan pemerintah daerah. b.
Belanja barang dan jasa adalah belanja untuk pembelianpengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari setahun dan atau pemakaian
jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. c.
Belanja modal adalah belanja untuk pembelianpengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang nilai manfaatnya lebih dari
setahun dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.
Selain menurut jenisnya, pengeluaran pemerintah daerah dapat juga dibedakan menurut fungsinya
5
, yaitu: 1.
Fungsi pelayanan umum 2.
Fungsi pendidikan 3.
Fungsi perlindungan Sosial 4.
Fungsi ketertiban dan ketentraman 5.
Fungsi ekonomi 6.
Fungsi lingkungan hidup 7.
Fungsi perumahan dan fasilitas umum 8.
Fungsi kesehatan 9.
Fungsi pariwisata dan budaya
2.5. Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Halim dalam Landiyanto 2005, ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah i kemampuan keuangan daerah, artinya daerah
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola
dan menggunakan
keuangannya sendiri
untuk membiayai
5
Dikutip dari Publikasi Statistik Keuangan Pemerintahan Daerah Tingkat II Berbagai tahun, BPS
24 penyelenggaraan pemerintahan; ii ketergantungan kepada bantuan pusat harus
seminimal mungkin, artinya Pendapatan Asli Daerah PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijkan perimbangan keuangan
pusat dan daerah. Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam membiayai
pelaksanaan pemerintahan. Atas dasar alasan tersebut, untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi dapat digambarkan melalui kinerja keuangan
daerah. Kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan derajat desentralisasi fiskal
Musgrave dan Musgrave, 1991. Akai dan Sakata 2005 membagi ukuran desentralisasi fiskal menjadi dua, yaitu derajat kewenangan authority power dan
derajat kemandirian autonomy power. Derajat kewenangan pemerintah daerah diukur menggunakan tiga indikator, yaitu Revenue Indicator RI, Production
Indicator PI, dan Production-Revenue Indicator PRI. Sedangkan derajat kemandirian diukur dengan Autonomy Indicator AI yang merupakan rasio
penerimaan sendiri pemerintah daerah PAD terhadap total penerimaan daerah.
2.6. Rasio Keuangan Daerah
Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Selain dengan derajat desentralisasi fiskal, ukuran untuk
menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan Halim,
2002. Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial,
sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat terbatas. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur,
demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan
25 kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan
swasta Mardiasmo, 2002.
2.7. Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita