115 tingkat kemiskinan, terbukti bahwa alokasi belanja modal dan penurunan tingkat
kemiskinan di Kota Depok lebih baik dibandingkan Kabupaten Bogor sehingga pemekaran wilayah Kabupaten Bogor menjadi Kabupaten Bogor dan Kota Depok
sudah tepat dilakukan karena Kota Depok mampu menunjukkan kinerja perekonomian yang lebih baik dan membuat masyarakatnya lebih sejahtera.
7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, APBD sangat berpengaruh terhadap PDRB per kapita, sehingga Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Depok perlu
meningkatkan peran APBD untuk meningkatkan PDRB per kapita. Peningkatan APBD dapat dilakukan melalui peningkatan PAD antara lain dengan cara
meningkatkan pajak daerah, retribusi dan hasil perusahaan milik daerah. Peningkatan PAD dan peningkatan pajak akan menjadikan Kabupaten Bogor dan Kota Depok
semakin mandiri, namun pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Depok harus proporsional dan berhati-hati dalam keputusannya untuk meningkatkan pajak daerah
dan retribusi daerah agar keputusannya itu tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi sehingga akan menyulitkan masyarakat untuk berusaha dan menyebabkan investor
pergi ke daerah lain yang menerapkan pajak atau retribusi lebih rendah. Pemerintah Kabupaten Bogor agar lebih meningkatkan porsi belanja
modalbelanja langsung untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan cara menambah gedung sekolah SD dan SMP, menambah bangunan rumah
sakit atau puskesmas serta memperbaiki jalan-jalan yang mengalami kerusakan agar masyarakat memiliki kemudahan untuk mendapatkan pelayanan dasar di bidang
pendidikan, kesehatan, dan sarana transportasi yang memadai. Sebagai daerah otonomi yang berbatasan langsung dengan ibu kota Negara
DKI Jakarta, Kabupaten Bogor dan Kota Depok sebaiknya tidak terlalu bergantung kepada kemajuan pembangunan DKI Jakarta namun harus mampu mandiri dan
kreatif menciptakan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan masyarakatnya, seperti lebih banyak menciptakan lapangan kerja dan menambah sarana dan prasarana untuk
116 kesehatan dan pendidikan sehingga mempermudah masyarakat untuk akses kepada
fasilitas tersebut. Untuk mencapai pengelolaan anggaran yang optimal, diharapkan pemerintah
dan legislatif lebih meningkatkan kinerjanya antara lain lebih memperhatikan kesesuaian alokasi belanja dan menghindari adanya duplikasi anggaran, pembahasan
APBD melalui pengkajian standar nilai ekonomi dan ditetapkan menggunakan analisis benefit-cost, dan lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam
penyusunan anggaran serta perlu diantisipasi agar Perda APBD tidak terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
Akai dan Sakata. 2005. Fiscal Decentralization, Commitment and Regional Inequality: Evidence from State-level Cross Sectional Data for the United State. CIRJ Discussion
Papers, CIRJE-F-315.
Akita, T. 2003. Decomposing Regional Income Inequality in China and Indonesia Using Two-Stage Nested Theil Decomposition Method. The Annal of Regional Science No. 37,
P. 55- 77.
Alim, MN. 2008. Efektivitas Perpaduan Komponen Anggaran dalam Prosedur Anggaran: Pengujian Kontinjensi Matching. Jakarta.
Amin, WT. 2000. Dasar-dasar Analisis Laporan Keuangan. Edisi Kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta..
Antara, M. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap Kinerja Perekonomian Bali: Pendekatan Social Accounting Matrix. Disertasi Doktor.
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Agyris, C. 1952. The Impact of Budget on People. The Controllership Foundation,
New York. Astuti, UP. 2007. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja
Keuangan dan Perekonomian Daerah di Provinsi Bengkulu: Suatu Pendekatan Ekonometrika. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Azis, IJ. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. Statistik Keuangan Pemerintahan Daerah Tk II Tahun 1994- 2008. Jakarta. Indonesia.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 1994-2008. Kabupaten Bogor dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik Kota Depok. 2000-2008. Kota Depok dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Depok. Depok.
Bahl, R. 1999. Implementation Rules for Fiscal decentralization. Working Paper. Georgia State University.
118 Bawazier, F. 1988. Central-Local Fiscal Relations in Indonesia. Dissertation
Information Service, University Microfilm International. Michigan. Bird, Ebel Wallich, 1995. Decentralization of the socialist state: intergovernmental
finance in transition economies. The World Bank. Washington, DC.
Blanchard, O. 2006. Macroeconomics Fourth Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Blanchard, O. 2000, Macroeconomics The Third Edition, Prentice Hall Bussiness Publishing.
Brownell, P. dan McInnes, M.. 1986. Budgetary Participation, Motivation, and Managerial Performance. The Acccounting Review. Vol. LXI4. October: 587-
600. Campos E, Pradhan S, 1996. Budgetary institutions and expenditure outcomes
binding government ti fiscal performance. Policy Working Paper No. 1646. Washington, DC. The World Bank.
Cherrington, DJ. and Cherrington, JO. 1973. Appropriate Reinforcement Contingencies in The Budgeting Process. Journal of Accounting Research
Supplemen, p 225- 253.
Davoodi, H., and Zou H. 1997. Fiscal Decentralization and Economic Growth: A Cross-Country Study, Journal of Urban Economics 43, 244-257 1998.
Dornbusch R, Fischer S, Startz R. 2004. Makroekonomi. Edisi 8. PT Media Global Edukasi 8. Jakarta.
Ebel, RD. and Yilmaz, S. 2001. Concept of Fiscal Decentralization and Worldwide
Overview, World Bank Institute. Ebel, R.D. and Yilmaz, S. 2002. On the Measurement and Impact of Fiscal
Decentralization. www.worldbank orgdecentralization. Ehtisham, A dan Ali, M. 2002. Intergovernmental Grant System: Application of a
General Framework to Indonesia. IMF Working Paper No. WP02128, International Monetary Fund. Washington DC.
Elfindri dan Bachtiar, 2004. Ekonomi Ketenagakerjaan. Andalas University Press. Padang.
119 Faisal. 2002. Fiscal Decentralization and Economic Growth at Provincial Level in
Indonesia 1995-1999 [Thesis]. Georgia State University. Atlanta, Georgia. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Harianto dan Adi. 2007.
Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Iimi, A. 2004. Decentralization and Economic Growth Revisited: An Empirical Note. Journal of urban Economics 573, 449-461. Japan Bank For International
Cooperation.
Iskandar, D. 2005. Comparison of Central Government Transfer Implication On Provincial Fiscal Behaviour: Fiscal Response Approach to Two Decentralization
Regimes in Indonesia during 1994-1999 and 2001-2002. Research Paper, Institute of Social Studies.
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor. Juanda, B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. IPB
Press. Bogor. Kenis L. 1979. The Effect of Budgetary Goal Characteristics on Managerial
Attitudes and Performance. Accounting Review. October, p. 707-721 Kuncoro, M. 2004. Otonomi Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang.
Penerbit Erlangga. Jakarta. Landiyanto, EA. 2005. Kinerja Keuangan dan Strategi Pembangunan Kota di Era
Otonomi Daerah: Studi Kasus Kota Surabaya. CURES Working Paper No.5, Edisi Januari 2005. Surabaya.
Mankiw NG. 2003. Pengantar Ekonomi, edisi Kedua, Jilid 1 dan 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Merchant, KA. 1981. The Design of Corporate Budgeting System : Influences on Managerial Behavior and Performance. The Accounting Review, p. 813-828.
Milani, K. 1975. The Relationship of Participation in Budget Setting to Industrial Supervisor Performance Attitudes : A. Field Study. Accounting Review. April, p.
274-284.
120 Mulyadi, S. 2003. Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam Perspektif Pembangunan.
Raja Grafindo Persada. Jakarta. Musgrave, RA. and Musgrave, PB. 1991. Keuangan Negara dalam Teori dan
Praktek. Penerbit Erlangga. Jakarta. Nicholson, W. 1998. Microeconomic Theory: Basic Principle and Extensions.
Seventh Edition. The Dryden Press, New York. USA. Oates, WE, 2006. On the Theory and Practice of Fiscal Decentralization. New York.
Pakasi, CBD. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Utara. Disertasi Doktor. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Panjaitan, M. 2006. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Kinerja Perekonomian Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara: Suatu Pendekatan
Ekonometrika. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pardede, R. 2004. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara dan Kota Medan : Aplikasi Model Input-Output.
Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Robert MM. 2001. “Cross-Country Evidence on The Relationship Between Fiscal
Decentralization, Inflation, and Growth”, Economics Department and International Studies Program.
Sardjito, B dan Muthaher, O. 2007. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi dan Komitmen
Organisasi Sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar. 2007
Sartiyah. 2001. Dampak Implementasi Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Utara: Suatu Analisis
Simulasi. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sekretariat Negara RI. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 60. Jakarta, Indonesia.
121 Sekretariat Negara RI, 1999.Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72.
Jakarta, Indonesia.
Sekretariat Negara RI, 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Daerah dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125 . Jakarta, Indonesia. Sekretariat Negara RI, 2000.Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2000
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintahan Daerah dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126 .
Jakarta, Indonesia.
Sidik, M. 2002. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal Antara Teori dan Aplikasinya di Indonesia. Makalah pada
Seminaar Setahun Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia 13 Maret 2002. Yogyakarta.
Siegel, G. dan. Marconi HR. 1989. Behavioral Accounting, South-Western Publishing, Ohio.
Sinaga, BM. dan Siregar. 2003. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah di Indonesia. Laporan Akhir Hibah Pasca
Angkatan I, Tahun I. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sumedi. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal Terhadap Kesenjangan
Antar Daerah dan Kinerja Perekonomian Nasional dan Daerah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suprasto, HB, 2006. Peluang dan Tantangan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja. Buletin Studi Ekonomi Volume 11 Nomor 3 Tahun 2006
Suwondo, K. 2002. Decentralization in Indonesia, INFID Annual Lobby 2002. Todaro, MP. 2000. Economic Development in the Third World. Seventh Edition.
Pearson Education Limitied. New York. Waluyo, J. 2007. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Indonesia [Seminar]. Fakultas Ekonomi UPN Yogyakarta.
122 World Bank, 1997. The World Development Report. Oxford University Press. New
York. World Bank, 2006. The World Bank Public Finance Indonesia Decentralization
Regional Public Expenditure Analysis. Yuliyati, T 2001. Potensi Keuangan Daerah, Derajat Desentralisasi Fiskal, dan
Dampaknya terhadap Kinerja Ekonomi Daerah di Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes dan Kota Tegal. Tesis pada Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Zhang, T and Zhao, H. 1998. Fiscal Decentralization: Public Spending and Economic Growth in China. Jounal of Public Economics, 672: 221 – 240.
123
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL DAN PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PEREKONOMIAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN
BOGOR DAN KOTA DEPOK
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
124
125
Lanjutan
PENGELOLAAN ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH I.
Keterangan Tempat
Provinsi Jawa Barat
KabupatenKota
II. Keterangan Responden
N a ma ……………………………………………………….
Jenis Kelamin 1.
Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan
………………………………………………………. Jabatan
………………………………………………………. Nama Instansi
……………………………………………………….
Alamat Instansi ……………………………………………………….
………………………………………………………. ……………………………………………………….
………………………………………………………. Nomor Urut
………………………………………………………. III.
Pengelolaan Anggaran A.
Disiplin Anggaran
1. Bagaimana kesesuaian alokasi belanja dengan tujuan kebijakan anggaran?
a. Semua alokasi sudah sesuai
b. Sebagian besar alokasi sudah sesuai
c. Sebagian besar alokasi belum sesuai
2. Dalam pelaksanaan alokasi anggaran pada Pemda KabupatenKota ini, apakah masih
terdapat duplikasi anggaran? a.
Tidak, duplikasi dapat dihindari sepenuhnya b.
Ya, namun masih dapat dihindari c.
Ya, duplikasi sangat sulit untuk dihindari
126
Lanjutan 3.
Bagaimana menurut BapakIbuSaudara tentang off-budget? a.
Off-budget tidak dapat ditolerir sama sekali b.
Off-budget dapat ditolerir untuk tingkat derajat tertentu c.
Lainnya, sebutkan………………………………………………………………………
B. Prioritisasi Anggaran
1. Bagaimana proses pembahasan alokasi anggaran pada Pemda KabupatenKota ini?
a. Sesuai dengan mekanisme perencanaan yang ada
b. Menyimpang dari mekanisme yang ada
2. Dalam mengalokasikan anggaran, apakah muncul alokasi baru diluar prioritas sehingga
dapat mengurangi alokasi yang sudah direncanakan? a.
Ya b.
Tidak langsung ke pertanyaan C. Efisiensi Anggaran
3. Bagaimana dengan munculnya alokasi baru dalam pos anggaran?
a. Alokasi baru dapat ditolerir
b. Alokasi baru masih dapat ditolerir sampai derajat tertentu
c. Alokasi baru tidak dapat ditolerir
C. Efisiensi Anggaran
1. Untuk mendukung penajaman prioritas, bagaimana halnya dengan pembahasan APBD
a. Pembahasan APBD telah melalui pengkajian standar nilai ekonomi
b. Pembahasan APBD belum melalui pengkajian standar nilai ekonomi
2. Bagaimana cara penetapan alokasi anggaran
a. Telah menggunakan analisis benefit-cost
b. Cukup dengan negosiasi saja antara Pemda dengan DPRD
3. Apakah penerapan kendala anggaran ketat diperlukan dalam penetapan alokasi
anggaran? a.
Mutlak diperlukan b.
Diperlukan pada situasi tertentu
D. Siklus APBD
1. Dalam memenuhi anggaran belanja daerah, apakah ditemui kendala dalam
pelaksanaannya? a.
Ya, sebutkan ………………………………………………………………………….. b.
Tidak 2.
Apakah Perda APBD sering terlambat melewati akhir tahun? a.
Ya, selalu terlambat b.
Kadang-kadang terlambat c.
Tidak pernah terlambat Lanjutan
127
E. Efektifitas Pengelolaan Anggaran
1. Apa yang telah dilaksanakan oleh Pemda selama ini dalam hal penilaian kinerja anggaran
SAB dan SAK? a.
Evaluasi 3 – 5 tahunan
b. Evaluasi tahunan saja
c. Kedua-duanya dilakukan
2. Bagaimana sebaiknya cara penilaian terhadap optimalisasi kinerja Pemda dalam
mengalokasikan pengeluaran untuk penyediaan dan pelayanan jasa publik sesuai dengan preferensi masyarakat?
a. Melakukan evaluasi dengan cara melakukan survei langsung terhadap opini
masyarakat b.
Cukup dievaluasi oleh DPRD saja 3.
Untuk meningkatkan efektifitas anggaran maka penetapan alokasi anggaran harus melalui pengkajian kebutuhan obyektif dan berorientasi pada output. Bagaimana
pendapat BapakIbuSaudara? a.
Setuju b.
Tidak setuju
F. Partisipasi Masyarakat
1. Untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat umum maka Pemda perlu
membuka aliran informasi dan dialog. Bagaimana pendapat BapakIbuSaudara? a.
Setuju b.
Tidak setuju 2.
Untuk mendorong partisipasi swasta maka Pemda harus membuat kebijakan yang tidak diskriminatif bagi swasta. Bagaimana pendapat BapakIbuSaudara?
a. Setuju
b. Tidak setuju
3. Pemda harus menciptakan sektor swasta yang formal dan legal melalui penegakan
hukum. Bagaimana pendapat BapakIbuSaudara? a.
Setuju b.
Tidak setuju 4.
Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, bagaimana sebaiknya tugas penyediaan jasa publik di daerah?
a. Ditangani Pemda saja
b. Sharing cost dengan pemerintah atasnya
c. Sharing cost dengan swasta
G. Transparansi
1. Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, bagaimana seharusnya Pemda
mempertanggungjawabkan kinerja keuangan daerahnya? a.
Mempublikasikan Laporan Keuangan secara benar dan terbuka kepada masyarakat melalui media masa
b. Cukup dilaporkan kepada DPRD saja
Lanjutan
128
2. Dalam rangka transparansi, Pemda harus selalu siap menerima kritik dari masyarakat
luas dengan membuka dialog terbuka dan mendukung kebebasan pers di daerah. Bagaimana pendapat BapakIbuSaudara?
a. Setuju
b. Tidak setuju
H. Akuntabilitas
Sebagai wujud transparansi informasi anggaran kepada publik, bagaimana sebaiknya pengawasan keuangan Pemerintah Daerah?
a. Diperiksa oleh akuntan publik
b. Diperiksa secara internal oleh Badan Pengawasan Daerah
129
Lampiran 2. Hasil Pendugaan dan Pengujian Persamaan Simultan
The SAS System The MODEL Procedure
Model Summary Model Variables 19
Endogenous 2 Exogenous 17
Parameters 27 Equations 4
Number of Statements 4 Model Variables PDRBK PBM PENGG MSKN APBD PPAD LPE INV UMK INF
POP POPT DF D RMS RFTB PJJLR APBDvsD PUMK Parameters a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6 b0 b1 b2 b3 b4 b5 b6
c0 c1 c2 c3 c4 c5 c6 d0 d1 d2 d3 d4 d5 Equations PDRBK PBM PENGG MSKN
The 4 Equations to Estimate PDRBK = Fa01, a1BM, a2APBD, a3POPT, a4APBDvsD, a5DF, a6D
PBM = Fb01, b1PPAD, b2RMS, b3RFTB, b4PJJLR, b5DF, b6D PENGG = Fc01, c1LPE, c2INF, c3PUMK, c4POP, c5DF, c6D
MSKN = Fd01, d1PDRBK, d2UMK, d3INF, d4DF, d5D Instruments 1 PDRBK PBM APBD PPAD LPE INV UMK INF POP POPT DF D RMS RFTB PJJLR APBDvsD PUMK
NOTE: At 2SLS Iteration 1 CONVERGE=0.001 Criteria Met.
The SAS System The MODEL Procedure
2SLS Estimation Summary Data Set Options
DATA= MODELTERBARU Minimization Summary
Parameters Estimated 27 Method Gauss
Iterations 1 Final Convergence Criteria
R 6.13E-12 PPC 2.77E-11
RPCa0 63118977 Object 0.999995
TraceS 309007.7 Objective Value 195065.4
Observations Processed Read 24
Solved 24 Used 19
Missing 5
130
Lanjutan
The SAS System 03:20 Wednesday, July 25, 2001 3 The MODEL Procedure
Nonlinear 2SLS Summary of Residual Errors DF DF Adj Durbin
Equation Model Error SSE SE R-Square R-Sq Watson PDRBK 7 12 3707607 308967 0.9818 0.9728 0.9699
PBM 7 12 452.7 37.7271 0.8608 0.7913 2.5907 PENGG 7 12 19.7652 1.6471 0.7848 0.6773 1.8369
MSKN 6 13 13.2637 1.0203 0.9871 0.9821 2.3838
Nonlinear 2SLS Parameter Estimates Approx Approx
Parameter Estimate Std Err t Value Pr |t| a0 6366.813 4086.9 1.56 0.1453
a1 2.691E-6 3.423E-6 0.77 0.4573 a2 7.955E-6 2.418E-6 3.28 0.0066
a3 0.00534 0.00718 0.74 0.4718 a4 -1.16E-6 1.775E-6 -0.66 0.5254
a5 -2218.13 717.0 -3.10 0.0094 a6 505.363 943.8 0.53 0.6027
b0 37.20528 27.1447 1.37 0.1956 b1 1.268429 0.3287 3.86 0.0023
b2 -0.10892 0.0690 -1.58 0.1404 b3 0.00075 0.000430 1.75 0.1065
b4 0.254589 0.1416 1.80 0.0973 b5 -7.88336 7.1984 -1.10 0.2949
b6 -14.9647 4.3660 -3.43 0.0050 c0 -0.87862 3.4359 -0.26 0.8025
c1 0.03202 0.1773 0.18 0.8597 c2 0.025138 0.0510 0.49 0.6311
c3 -0.0656 0.0266 -2.47 0.0298 c4 4.32E-6 2.685E-6 1.61 0.1335
c5 2.903486 1.0025 2.90 0.0134 c6 -9.60321 6.7746 -1.42 0.1818
d0 17.94902 1.0388 17.28 .0001 d1 0.00046 0.000261 1.76 0.1017
d2 -9.53E-6 3.741E-6 -2.55 0.0243 d3 -0.02717 0.0178 -1.53 0.1499
d4 -9.34646 0.9035 -10.34 .0001 d5 6.105408 1.2415 4.92 0.0003
Number of Observations Statistics for System Used 19 Objective 195065
Missing 5 ObjectiveN 3706243
131 Lampiran 3. Hasil Uji Exact Fisher
Disiplin Anggaran Bogor
Depok Jumlah
Disiplin 4
5 9
Tdk disiplin 2
5 7
p = 0,0330 Jumlah
6 10
16 Prioritas Anggaran
Bogor Depok
Jumlah Sesuai Prioritas
2 3
5 Tdk sesuai
4 7
11 p = 0,0824
Jumlah 6
10 16
Efisiensi Anggaran Bogor
Depok Jumlah
Efisien 5
8 13
Tdk efisien 1
2 3
p = 0,4821 Jumlah
6 10
16 Siklus APBD
Bogor Depok
Jumlah Tdk terlambat
2 1
3 Sering
terlambat 4
9 13
p = 0,2679 Jumlah
6 10
16 Efektifitas
Bogor Depok
Jumlah Efektif
3 6
9 Tidak efektif
3 2
5 p = 0,0280
Jumlah 6
8 14
132 Lanjutan
Partisipasi MasyarakatSwasta utk Penyediaan Jasa Publik
Bogor Depok
Jumlah Perlu
2 6
8 Tidak perlu
4 4
8 p = 0,0245
Jumlah 6
10 16
Akuntabilitas Bogor
Depok Jumlah
Akuntan Publik 1
1 2
Bawasda 5
9 14
p = 0,5 Jumlah
6 10
16
ABSTRACT
EVIN PRATIWI. The Impact of Fiscal Decentralization and Regional Proliferation on the Economy and Social Welfare in Bogor Regency and Depok
Municipality . Under direction of BAMBANG JUANDA and M. PARULIAN
HUTAGAOL. Regional autonomy is the governments efforts to provide more leverage for the
community, so that society obtain services directly from local governments. One of the forms of regional autonomy is fiscal decentralization. One of very important
aspects of the implementation of regional autonomy and decentralization are associated with regional proliferation.
Regional proliferation are also part of an effort to improve the ability of local governments to shorten the span of government control thus increasing the
effectiveness of government administration and development management. Bogor Regency has experienced regional proliferation, and become Bogor Regency and
Depok Municipality. This study aims to assess the impact of fiscal decentralization, regional proliferation and other factors on GDP per capita, capital expenditure,
unemployment, and poverty rates in Bogor Regency and Depok Municipality. In additions, this study aims to assess the management and budgeting by local
government in Bogor Regency and Depok Municipality.
The implementation of fiscal decentralization and regional proliferation has not been fully able to improve the economy and social welfare in Bogor Regency and
Depok Municipality. Of the four variables used as economy indicators in this study, only the level of poverty that looked better after the implementation of fiscal
decentralization. Regional proliferation of Depok Municipality can increase capital expenditure and decrease poverty rate.
Keywords: regional autonomy, fiscal decentralization, regional proliferation.
6
1.2. Perumusan Masalah