109 Tabel 22. Pelaksanaan Prinsip Efisiensi Anggaran dalam Penentuan
Alokasi Belanja Daerah, 2010
Efisiensi Anggaran Jumlah
Responden Persentase
1 2
3 Pembahasan APBD
Telah melalui pengkajian standar nilai ekonomi
Belum melalui pengkajian standar nilai ekonomi
17 4
80,95 19,05
Cara penetapan alokasi anggaran Telah menggunakan analisis benefit-
cost Negosiasi antara Pemda dengan DPRD
18 3
85,71 14,29
Penerapan kendala anggaran ketat dalam penetapan alokasi anggaran
Mutlak diperlukan Diperlukan pada situasi tertentu
18 3
85,71 14,29
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2010
6.7.4. Siklus APBD
Dalam perencanaan dan pengelolaan APBD, pemerintah daerah banyak menemui kendala. Dari 21 responden, 95,24 persen diantaranya menyatakan dalam
pelaksanaan APBD ditemui kendala dan 57,14 persen responden mengakui terbitnya Perda APBD selalu terlambat Tabel 23. Di Kabupaten Bogor dan Kota Depok
ditemui kondisi yang sama. Hal ini juga diperkuat oleh hasil uji Fisher bahwa siklus anggaran di Kabupaten Bogor sama saja dengan Kota Depok.
110 Tabel 23. Siklus APBD dalam Pelaksanaan Anggaran Daerah, 2010
Siklus APBD Jumlah
Responden Persentase
1 2
3 Dalam pelaksanaan APBD
Ditemui kendala Tidak ditemui kendala
20 1
95,24 4,76
Terbitnya Perda APBD Selalu terlambat
Kadang-kadang terlambat Tidak pernah terlambat
12 6
3 57,14
28,57 14,29
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2010 6.7.5. Efektifitas Anggaran
Efektifitas anggaran dapat diketahui dengan melakukan evaluasi jangka pendek maupun jangka panjang. Daerah diharapkan mampu melakukan evaluasi anggaran
secara berkala yang dapat dilakukan oleh baik dengan cara melakukan survei langsung ke masyarakat maupun dievaluasi oleh DPRD.
Jika diamati Tabel 24, dapat diketahui Kabupaten Bogor dan Kota Depok telah cukup baik dalam melakukan evaluasi anggaran yaitu lebih dari 50 persen responden
menyatakan telah melakukan evaluasi tahunan dan 3-5 tahunan. Hampir seluruh responden menyatakan bahwa untuk melakukan penilaian optimalisasi kinerja Pemda
perlu dilakukan survei langsung ke masyarakat. Hal ini berarti Pemda saat ini telah terbuka menerima masukanaspirasi masyarakat dalam upaya meningkatkan
efektifitas penyusunanpengelolaan anggaran. Disamping itu seluruh responden setuju dalam menetapkan alokasi anggaran harus melalui pengkajian kebutuhan
obyektif dan berorientasi pada output.
111 Tabel 24. Efektifitas Anggaran Daerah, 2010
Efektifitas Jumlah
Responden Persentase
1 2
3 Evaluasi yang telah dilakukan
3 – 5 tahunan Tahunan saja
Keduanya dilakukan 1
8 12
4,76 38,10
57,14 Cara
penilaian terhadap
optimalisasi kinerja Pemda
Survei langsung ke masyarakat Dievaluasi oleh DPRD saja
20 1
95,24 4,76
Penetapan alokasi anggaran harus melalui pengkajian
kebutuhan obyektif
dan berorientasi pada otput
Setuju Tidak setuju
21 100
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2010\
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Sumber penerimaan daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok sebelum dan setelah desentralisasi fiskal didominasi oleh dana perimbangan, namun rata-rata porsi
dana perimbangan terhadap total penerimaan setelah desentralisasi fiskal terlihat menurun dibandingkan rata-rata sebelum desentralisasi fiskal diberlakukan.
Demikian juga dengan peran PAD, semakin menurun setelah desentralisasi fiskal di Kabupaten Bogor dan Kota Depok. Peran PAD ini perlu ditingkatkan karena PAD
memiliki pengaruh positif dan sangat signifikan terhadap belanja modal pemerintah daerah. Peningkatan peran PAD akan mengakibatkan belanja modal meningkat dan
peningkatan belanja modal akan meningkatkan PDRB per kapita. Pelaksanaan desentralisasi fiskal tidak berpengaruh terhadap porsi belanja
modal, namun pemekaran wilayah berpengaruh sangat signifikan terhadap porsi belanja modal, dan Pemerintah Kota Depok lebih tinggi dalam persentase alokasi
belanja modal dalam APBD. Berdasarkan nilai rasio kemandirian keuangan daerah KKD, kemampuan
keuangan daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok setelah desentralisasi fiskal justeru terlihat menurun, yaitu dari kemampuan keuangan yang tinggi pada tahun
1994 – 1997 menjadi rendah pada tahun 2007 dan 2008. Sementara Kota Depok sejak pertama berdiri tahun 2000 memiliki rasio KKD rendah dan tahun 2008
menurun menjadi rendah sekali. Hal ini disebabkan karena porsi PAD yang masih sangat rendah dibandingkan dengan penerimaan dari bantuan pemerintah
pusatprovinsi dan pinjaman. Meskipun demikian Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Depok sangat efektif dalam merealisasikan PAD yang terlihat dari rasio
efektifitas keuangan daerah EKD yang nilainya rata-rata diatas 100 persen. Pelaksanaan desentralisasi fiskal sangat berpengaruh terhadap PDRB per kapita
namun peningkatannya belum mampu menurunkan tingkat kemiskinan, artinya peningkatan PDRB per kapita di Kabupaten Bogor dan Kota Depok hanya dirasakan