VI. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Kinerja Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah dalam rangka desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam UU nomor 33 tahun 2004 bersumber dari pendapatan daerah dan pembiayaan
daerah. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah PAD, dana perimbangan atau dana transfer DAU, DAK, dan DBH pajak dan bukan pajak, dan
lain-lain pendapatan yang sah seperti pendapatan dari hibah dan pendapatan dari dana darurat. Pembiayaan daerah terdiri dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah,
penerimaan dari pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Secara umum struktur penerimaan daerah
kabupatenkota terdiri dari: 1 sisa anggaran lebih tahun lalu SALT, 2 pendapatan asli daerah PAD, 3 pendapatan yang berasal dari transfer dari
pemerintah pusat dan atau instansi lain yang lebih tinggi dana perimbangan, dan 4 pinjaman daerah.
Sampai dengan tahun 2008 sumber penerimaan daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok didominasi oleh dana perimbangan DAU, DAK, dan DBH. Rata-rata
porsi dana perimbangan setelah desentralisasi fiskal 2001 – 2008 Kabupaten Bogor dan Kota Depok terlihat cenderung menurun dibandingkan rata-rata sebelum
desentralisasi fiskal 1994 – 2000, namun penurunan porsi dana perimbangan tidak diikuti dengan peningkatan dana yang berasal dari pendapatan asli daerah PAD
bahkan rata-rata persentase PAD setelah desentralisasi fiskal juga menurun dibandingkan dengan rata-rata persentase PAD sebelum desentralisasi fiskal. Sumber
penerimaan yang mengalami peningkatan yang cukup nyata setelah desentralisasi fiskal adalah dari sisa anggaran lebih tahun lalu SALT dan penerimaan lain-lain.
Jika dilihat secara rata-rata, struktur penerimaan daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok sebelum dan setelah desentralisasi fiskal terlihat bahwa rata-rata sisa
anggaran lebih tahun lalu di Kabupaten Bogor dan Kota Depok setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal jauh lebih besar dibandingkan rata-rata sisa anggaran lebih tahun
80 lalu sebelum desentralisasi fiskal diberlakukan. Sebaliknya, persentase pendapatan
asli daerah PAD terhadap total penerimaan Kabupaten Bogor dan Kota Depok setelah desentralisasi fiskal lebih kecil dibandingkan sebelum desentralisasi fiskal
meskipun secara absolut nilainya meningkat lebih dari tiga kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kebijakan desentralisasi fiskal belum diikuti dengan
peningkatan penerimaan PAD secara proporsional bahkan porsiperan PAD terhadap penerimaan daerah di Kabupaten Bogor dan Kota Depok justeru mengalami
penurunan Tabel 7.
Tabel 7. Struktur Penerimaan Kabupaten Bogor dan Kota Depok Sebelum dan Setelah Desentralisasi Fiskal
Kabupaten Bogor Kota Depok
Struktur Penerimaan Sebelum DF
Setelah DF Sebelum DF
Setelah DF 1
2 3
4 5
Sisa Anggaran Lebih Tahun Lalu
7.353.282 3,42
161.372.073 12,48
1.815.957 2,21
71.884.846 12,71
Pendapatan Asli Daerah
55.886.970 26,01
185.975.801 14,38
14.311.318 17,40
56.725.712 10,03
Dana Perimbangan 147.719.111
68,74 879.114.536
67,99 64.492.860
78,40 352.256.967
62,31 Lain-lain
2.742.515 1,28
99.492.155 7,69
- 83.345.035
14,74 Pinjaman Daerah
1.190.009 0,55
- 1.640.351
1,99 1.187.500
0,21 Sumber: Statistik Keuangan Daerah Pemerintahan KabupatenKota
Tahun 1994 – 2008, BPS data diolah Jika dilihat perkembangan peran PAD dan dana perimbangan di Kabupaten
Bogor dan Kota Depok, terlihat kedua sumber penerimaan di Kabupaten Bogor dan Kota Depok tersebut memiliki pola yang hampir sama yaitu PAD maupun dana
perimbangan cenderung menurun Gambar 15a dan 15b.
81 Sumber: Statistik Keuangan Daerah Pemerintahan KabupatenKota
Tahun 1994 – 2008, BPS data diolah Gambar 15a. Perkembangan Persentase PAD dan Dana Perimbangan
Kabupaten Bogor Tahun 1994 – 2008
Sumber: Statistik Keuangan Daerah Pemerintahan KabupatenKota Tahun 2000 – 2008, BPS data diolah
Gambar 15b. Perkembangan Persentase PAD dan Dana Perimbangan Kota Depok Tahun 2000 – 2008
82
6.2. Kinerja PengeluaranBelanja Daerah