6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga
Kerjasama telah dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam pendistribusian kentang dari produsen dan konsumen. Lembaga tataniaga melakukan kerjasama
atas dasar lamanya mereka melakukan hubungan dagang dan rasa saling percaya. Namun pada saat penetapan harga, tetap didasarkan pada mekanisme pasar atau
besarnya permintaan dan penawaran. Berdasarkan hasil wawancara, terdapat dua jenis kerjasama yang terjadi antar lembaga-lembaga tataniaga kentang di
Kecamatan Kayu Aro, yaitu kerjasama pemasaran dan kerjasama dalam permodalan usaha.
Kerjasama pemasaran antara lembaga tataniaga terjadi mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Pelaku
–pelaku pemasaran sudah menjalin kerjasama yang terjalin lama dan baik. Petani berlangganan dengan pedagang
pengumpul dan pedagang grosir, hal tersebut dilakukan untuk meringankan pembiayaan yang disebabkan oleh pengangkutan dan proses pencarian pasar.
Kerjasama dalam hal permodalan usaha terjadi antara pedagang pengumpul dan petani. Kerjasama dalam permodalan disebut dengan ―sistem
saham‖ oleh petani dan pedagang pengumpul di Kayu Aro. Sistem saham
merupakan sistem permodalan usahatani yang diberikan oleh pedagang ke petani kentang dimana nantinya petani dapat membayarnya dengan uang hasil penjualan
panen. Hasil panen petani dalam sistem saham ini harus dijual ke pedagang pengumpul yang memberikan pinjaman, dengan harga jual yang lebih rendah dari
pada harga jual kentang yang tidak memberlakukan sistem saham. Perbedaan harga ini dianggap sebagai insentif ke pedagang yang telah memberikan pinjaman
modal.
6.5 Analisis Efisiensi Tataniaga
6.5.1 Margin Tataniaga
Margin tataniaga merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima oleh petani produsen. Selisih harga tersebut
memperlihatkan total biaya yang dikeluarkan oleh pelaku pemasaran, serta keuntungan, jasa dan peningkatan nilai tambah yang dilakukan oleh pelaku
pemasaran yang terlibat. Analisis margin tataniaga digunakan untuk melihat
tingkat efisiensi teknis tataniaga kentang di Kecamatan Kayu Aro. Hasil analisis margin tataniaga kentang pada saat dilakukan penelitian dapat dilihat pada Tabel
12. Dari Tabel 12 terlihat bahwa komponen dari tataniaga adalah biaya
pemasaran, dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran dalam hal ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam memasarkan
kentang dari Kecamatan Kayu Aro hingga ke konsumen akhir. Biaya pemasaran tersebut meliputi biaya tenaga kerja untuk pemanenan,
sortasi dan grading, pengemasan dan pengangkutan, penyusutan, transportasi, komunikasi, restribusi pasar, dan biaya sewa kios. Sedangkan keuntungan
pemasaran merupakan selisih antara harga jual dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat.
Harga jual petani untuk komoditas kentang di Kecamatan Kayu Aro berbeda untuk setiap saluran tataniaga. Hal tersebut terjadi karena informasi dan
kesepakatan harga yang didapat antar petani dapat saja beragam dari pedagang pengumpul. Selain itu perbedaan harga juga dipengaruhi oleh fungsi
– fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani dan lembaga tataniaga di setiap saluran.
Pada pola saluran tataniaga I sampai dengan VI, seluruh kegiatan panen dan pascapanen dilakukan oleh petani, sehingga petani harus mengeluarkan biaya
untuk melakukan fungsi tataniaga tersebut. Sedangkan pedagang grosir pada saluran I dan pedagang pengumpul pada saluran II, III, IV, V, dan VI hanya
mengeluarkan biaya angkut dari lahan ke truk atau mobil pick up. Terdapat tiga saluran tataniaga kentang yang berakhir pada pedagang
pengecer, yaitu saluran I, II, dan IIIa, pola saluran tataniaga IIIa memiliki margin yang paling besar diantara pola saluran tataniaga yang lain, hal ini disebabkan
karena pola saluran tataniaga IIIa memiliki biaya pemasaran yang tinggi dan juga lokasi tujuan tataniaga yang jauh dari lokasi produksi kentang. Pola saluran
tataniaga I memiliki persentase total margin terkecil yaitu hanya sebesar 32 persen dari harga jual pedagang pengecer. Hal ini disebabkan karena daerah tujuan
tataniaga kentang dari pola saluran tataniaga ini hanya pedagang pengecer di pasar lokal Kerinci yang dianggap cukup dekat dari lokasi produksi kentang sehingga
pedagang tidak menjual dengan harga yang tinggi. Selain itu, pola saluran
tataniaga ini juga merupakan pola saluran tataniaga terpendek diantara pola saluran tataniaga yang lain.
Tabel 12. Analisis Margin Tataniaga Kentang pada Bulan Februari 2012 di
Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi RpKg
Keterangan Saluran
I Saluran
II Saluran
IIIa Saluran
IIIb Saluran
IV Saluran
V Saluran
VI Petani
Biaya Pemasaran
185,5 214,6
261,3 261,26
206,46 206,46
206,46 Harga Jual
2.900 2.883
2.910 2.910
2.944 2.944
2.944
Pedagang Pengumpul
Harga Beli -
2.883 2.910
2.910 2.944
2.944 2.944
Biaya Pemasaran
- 94,7
91,6 91,6
92,9 91,9
98,5 Keuntungan
- 622
523 523
563 684
958 Margin
- 717
615 615
656 776
1.056 Harga Jual
- 3.600
3.525 3.525
3.600 3.720
4.000
Pedagang grosir
Harga Beli 2.900
3.600 3.525
3.525 -
- -
Biaya Pemasaran
219,3 371,9 164,6
190,7 -
- -
Keuntungan 181
303 110
84 -
- -
Margin 400
675 275
275 -
- -
Harga Jual 3.300
4.275 3.800
3.800 -
- -
Pedagang Pengecer
Harga Beli 3.300
4.275 3.800
- -
- -
Biaya Pemasaran
142,9 142,9
562,7 -
- -
- Keuntungan
807 582
1.137 -
- -
- Margin
950 725
1.700 -
- -
- Harga Jual
4.250 5.000
5.500 -
- -
-
Total Biaya 547,8
824,1 1.080,2 543,6
299,3 298,3
305 Total
Keuntungan
988 1.507
1.771 608
563,3 684
958 Total
Margin
1.350 2.117
2.590 890
656 776
1.056
Pola saluran tataniaga II dan pola saluran tataniaga IIIa memiliki persentase margin total yaitu sebesar 42,33 persen dan 47,09 persen dari harga
jual pedagang pengecer. Total biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran IIIa yaitu sebesar Rp 1.080,2 per kilogram. Hal ini disebabkan karena pada saluran ini,
pendistribusian kentang melibatkan banyak lembaga tataniaga yang melakukan fungsi
–fungsi tataniaga. Pada saluran IIIa ini, biaya pemasaran tertinggi berasal
dari tingkat pedagang pengecer, yaitu 52 persen dari total biaya pemasaran pada saluran ini.
Saluran tataniaga lain yang juga melibatkan banyak lembaga tataniaga adalah saluran II, besarnya biaya pemasaran pada saluran ini adalah Rp 824,1 per
kilogram dengan tujuan pasar adalah daerah Jambi. Sementara itu, pada saluran I, besarnya biaya pemasaran adalah Rp 547, 8 per kilogram dengan daerah tujuan
adalah pasar lokal di Sungai Penuh. Perbedaan biaya pemasaran pada saluran I, II, dan IIIa ini adalah perbedaan biaya pemasaran pada tingkat pedagang grosir dan
pedagang pengecer di masing-masing saluran. Hal ini dikarenakan masing-masing daerah pemasaran kentang pada ketiga saluran ini, memiliki biaya transportasi,
biaya angkut, biaya penyusutan, dan biaya restribusi pasar yang berbeda – beda.
Keuntungan pemasaran terbesar pada pola saluran yang sampai kepada pedagang pengecer yaitu terdapat pada pola saluran IIIa sebesar Rp 1.771 per
kilogram, hal ini disebabkan karena saluran IIIa merupakan salah satu jalur pemasaran kentang yang terpanjang dalam mendistribusikan produknya ke
konsumen akhir. Keuntungan pemasaran ini terjadi karena pada saluran tersebut terjadi keuntungan yang besar pada proses pengambilan keuntungan yang
dilakukan pedagang pengecer yang mendistribusikan kentang ke konsumen yaitu sebesar Rp 1.771 per kilogram. Keuntungan pemasaran juga terjadi pada saluran I
dan saluran II yaitu dengan nilai total keuntungan masing-masing saluran adalah Rp 988 per kilogram dan Rp 1.507 per kilogram.
Pada saluran IIIb, penelitian margin tataniaga terhenti pada lembaga pedagang grosir di Pasar Padang Luar Bukittinggi, dimana margin tataniaga
saluran ini adalah 23,42 persen dari harga jual pedagang grosir. Besarnya biaya pemasaran pada saluran ini adalah Rp 543,6 per kilogram. Keuntungan pemasaran
IIIb yaitu sebesar Rp 608, pada saluran ini keuntungan pemasaran hanya diperoleh oleh pedagang pengumpul dan pedagang grosir.
Analisis margin pada saluran IV, V, dan VI dilakukan hanya sampai ke pedagang pengumpul yang ada di kecamatan, hal ini dikarenakan tujuan akhir
pendistribusian kentang pada ketiga saluran adalah daerah luar kabupaten seperti Riau, Palembang, dan Lampung. Pola saluran yang memiliki margin tataniaga
yang paling besar adalah pola saluran VI yaitu sebesar 26 persen, hal ini
disebabkan tujuan akhir pemasaran saluran ini adalah ke Pasar Metro Lampung, yang mana membutuhkan biaya transportasi yang lebih tinggi daripada daerah
lainnya. Saluran IV memiliki margin tataniaga yang paling kecil yaitu 18 persen dengan tujuan akhir pemasaran daerah Riau, dan saluran V memiliki margin
tataniaga sebesar 20,8 persen. Pada pola saluran IV, V, dan VI, besarnya biaya pemasaran tidak terlalu
berbeda antar pola saluran, dimana saluran IV memiliki biaya pemasaran Rp 299,3 per kilogram, saluran V Rp 298,3 per kilogram, dan biaya pemasaran
saluran VI adalah Rp 305 per kilogram. Perbedaan biaya pemasaran pada ketiga saluran ini adalah besarnya biaya pemasaran yang mereka keluarkan diakibatkan
oleh volume kentang yang mereka jual juga tinggi. Keuntungan pemasaran pada saluran VI merupakan keuntungan
pemasaran terbesar dari dua saluran lain yang memiliki lembaga tataniaga adalah Rp 958 per kilogram, sedangkan saluran V dan saluran VI memiliki keuntungan
pemasaran masing-masing sebesar Rp 563,3 dan Rp 684 per kilogram. Perbedaan keuntungan pemasaran ini dipengaruhi oleh besarnya volume dan harga jual
kentang yang dipasarkan oleh pedagang pengumpul ke masing-masing daerah tujuan pemasaran.
Terbatasnya analisis tataniaga kentang pada pedagang grosir dan pedagang pengumpul pada saluran IIIb, IV, V, dan VI dikarenakan keterbatasan waktu dan
sumberdaya peneliti untuk pengambilan data responden yang umumnya berada di luar Provinsi Jambi.
6.5.2 Farmer’s Share