Efisiensi Tataniaga Kerangka Konseptual

Farmer’s share merupakan persentase perbandingan harga yang diterima petani P f dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir P r . Secara matematis farmer’s share F si dapat dirumuskan sebagai berikut : F si = � � � x 100 Farmer’s share mempunyai nilai yang relatif lebih rendah jika harga ditingkat konsumen akhir relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani. Sebaliknya farmer’s share mempunyai nilai yang sangat relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani.

3.1.7 Efisiensi Tataniaga

Dalam kegiatan tataniaga yang sering terjadi pertentangan kepentingan dari tiga pihak yaitu produsen yang menghendaki hasil dari penghasilan yang baik, konsumen akhir yang menghendaki harga barang yang relatif murah dan lembaga tataniaga yang menginginkan keuntungan yang tinggi. Namun kenyataanya adalah petani atau produsen banyak dirugikan karena banyak menerima harga yang relatif rendah. Hal yang mungkin menjadi alternatif pemecahan yaitu dengan menekankan biaya tataniaga atau memperkecil margin keuntungan dari tiap lembaga tataniaga. Biaya tataniaga tiap lembaga akan mempengaruhi harga yang diterima oleh petani dan konsumen. Sistem tataniaga yang produktif dan efisien bersumber pada penggunaan sumberdaya yang efisien dalam proses penciptaan waktu, bentuk, dan tempat dalam pergerakan barang dan jasa dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen Azzaino 1981. Efisiensi tataniaga adalah maksimisasi dari rasio input dan output. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi. Efisiensi tataniaga dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional adalah efisiensi yang menekankan pada minimisasi biaya untuk melakukan fungsi tataniaga. Dalam kenyataan di lapang, untuk mengetahui besaran indikator efisiensi operasional teknik, banyak peneliti menggunakan analisis margin tataniaga marketing margin atau sebaran harga antara harga di tingkat petani dengan di tingkat eceran farm retail price spread. Fokus dalam analisis ini adalah kajian biaya-biaya tataniaga dan kegiatan produktif fungsi-fungsi dan lembaga tataniaga mulai dari petani hingga ke konsumen akhir. Menurut Asmarantaka 2009, efisiensi operasional lebih tepat menggunakan rasio antara keuntungan π dengan biaya C karena pembanding oppurtunity cost dari biaya adalah keuntungan, sehingga indikatornya adalah πC dan nilainya harus positif. Jika penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya merata pada setiap lembaga tataniaga, maka secara teknis saluran tataniaga tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio keuntunganbiaya πC = �� � Keterangan : πi : Keuntungan lembaga tataniaga ke-i Ci : Biaya pemasaran lembaga tataniaga ke-i Efisiensi harga menekankan pada harga di berbagai tingkat lembaga pasar dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen yang disebabkan perubahan tempat, waktu, dan bentuk komoditas Asmarantaka 2009. Hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir dapat didekati dengan pendekatan korelasi harga dan model keterpaduan pasar yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan dilanjutkan oleh Heytens 1986. Heytens 1986 mengemukakan bahwa dalam suatu pasar yang terintegrasi secara efisien, akan selalu terdapat korelasi positif diantara harga dilokasi pasar yang berbeda. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan ke pasar lain. Keterpaduan pasar dapat terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya. Ravalion 1986 mengembangkan model keterpaduan pasar yang disebut metode autoregresive distributed lag model atau model autoregresi yang dilanjutkan oleh Heytens 1986. Model autoregresi tersebut dapat mengurangi kelemahan model analisis korelasi harga yang menganggap perubahan harga ditingkat konsumen dan produsen bergerak pada waktu yang sama. Menurut Ravallion 1986 model keterpaduan pasar dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar rujukan acuan dengan mempertimbangkan harga pada waktu tertentu t dan harga pada waktu sebelumnya t-1. Aktivitas pasar-pasar tersebut dihubungkan oleh adanya arus komoditas, sehingga harga dan jumlah komoditas yang dipasarkan akan berubah bila terjadi perubahan harga di pasar lain.Model statistik yang mampu menjelaskan perubahan harga bulanan pada pasar lokal sebagai fungsi dari beberapa variabel bebas menurut Heytens 1986 adalah sebagai berikut : P it – P it-1 = 1+b 1 P it-1 + b 2 P jt – P jt-1 + b 3 – b 1 P jt -1 + b 4 X t + e t .............1 Dimana : P it = Harga di tingkat pasar lokal ke-i pada waktu ke-t P it-1 = Harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya t-1 P jt = Harga di tingkat pasar acuan untuk waktu ke-t P jt-1 = Harga di tingkat pasar acuan pada waktu sebelumnya t-1 X t = Peubah exogenus musim panen atau regional e t = Random error b t = Parameter estimasi Jika diasumsikan bahwa deret waktu di pasar lokal dan pasar acuan mempunyai pola musim yang sama, maka tidak perlu memasukkan peubah boneka X t untuk musim setempat. Untuk memudahkan interpretasi hasil maka persamaan di atas disederhanakan lagi menjadi : P it = 1+b 1 P it-1 + b 2 P jt – P jt-1 + b 3 - b 1 P jt-1 + e t .............2 Dimana model akan diduga dengan menggunakan pendekatan OLS Ordinary Least Square sebagai berikut : P it =  1 P it-1 +  2 P jt – P jt-1 +  3 P jt-1 + e t ...............................3 Dimana :  1 = 1 + b 1  2 = b 2  3 = b 3 – b 1  1 = Koefisien perubahan harga di tingkat pasar lokal  2 = Koefisien perubahan margin harga di tingkat pasar acuan  3 = Koefisien perubahan harga di tingkat pasar acuan Secara umum persamaan di atas menunjukkan bagaimana harga disuatu pasar pasar rujukan mempengaruhi pembentukkan harga di pasar lainnya pasar lokal, dengan mempertimbangkan harga yang lalu t-1 dan harga yang sekarang t. Berdasarkan persamaan 3 dapat diketahui bahwa koefisien  2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal. Keterpaduan pasar dalam jangka panjang dicapai jika  2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dan proposional dengan persentase yang sama. Tentunya  2 tidak harus sama dengan satu, meskipun informasi perubahan harga di tingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar lokal. Jika P jt – P jt-1 = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka pendek, berarti koefisien  2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga 1+b 1 dan b 3 - b 1 menjelaskan kontribusi relatif dari pasar lokal pada saat diinginkan. Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar IMC = Index Market connection. IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar lokal terhadap bentuk harga pasar rujukannya. Nilai IMC ini dapat digunakan untuk mengetahui keterpaduan pasar dalam jangka pendek. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : IMC = 1+ 1 3 − 1 =  1  3 ..................................................................4 Jika harga yang terjadi di pasar rujukan pada waktu sebelumnya merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga yang terjadi di suatu pasar lokal tertentu, berarti kedua pasar tersebut terhubungkan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa informasi permintaan dan penawaran di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal dan akan mempengaruhi harga yang terjadi di pasar lokal tersebut. Jika koefisien  1 = 0 dan  3 0 maka nilai IMC = 0 artinya harga ditingkat pasar lokalprodusen pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pada pasar lokalprodusen sekarang. Hal ini berarti pasar tersebut berada dalam keadaan integrasi jangka pendek yang kuat. Jika koefisien  1 0 dan koefisien  3 = 0, maka IMC menjadi tak hingga. Hal ini menunjukkan pasar tersebut mengalami segmentasi pasar. Integrasi pasar jangka pendek akan cenderung terjadi pada kondisi dimana  1  3 sehingga nilai IMC antara 0 dan 1. Semakin mendekati nol maka derajat integrasi pasar jangka pendek relatif tinggi. Jika nilai  2 = 1 berarti bahwa pasar berada dalam keseimbangan jangka panjang yang kuat dimana kenaikan harga di pasar rujukan akan segera diteruskan ke pasar lokal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa koefisien  2 digunakan untuk mengetahui keterpaduan jangka panjang dan IMC untuk mengetahui ketertpaduan pasar jangka pendek. Keterpaduan jangka pendek disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar-pasar yang secara geografis terpisah melalui aliran informasi dan komoditas. Beberapa aktivitas seperti peningkatan informasi pasar, pemberian label, grading dan standarisasi dapat meningkatkan efisiensi harga. Dalam beberapa keadaan, peningkatan efisiensi operasional dapat menurunkan efisiensi harga atau sebaliknya. Namun hal tersebut tidak perlu dipertentangkan karena yang menjadi perhatian utama adalah tersedianya pilihan bagi konsumen dan harga yang merefleksikan biaya Kohls dan Uhl 2002.

3.2 Kerangka Operasional