Penelitian mengenai Sistem Tataniaga

dengan baik dan memperhatikan penataan barang di dalam alat angkut. Penyesuaian penggunaan alat angkut dengan jarak tempuh yang dituju dan volume yang hendak diangkut juga perlu diperhatikan agar penggunaan alat angkut lebih efisien dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi.

2.5 Penelitian Terdahulu

2.5.1 Penelitian mengenai Sistem Tataniaga

Penelitian Agustina 2008 mengidentifikasi saluran, lembaga dan fungsi tataniaga, dan menganalisis keragaan pasar, margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya pada komoditas kubis di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Terdapat tiga saluran tataniaga kubis di Desa Cimenyan yaitu: 1 Petani Pedagang Pengumpul I  Grosir  Pengecer  Konsumen. 2 Petani  Pedagang Pengumpul II  Grosir  Pengecer  Konsumen. 3 Petani  Grosir  Pengecer  Konsumen. Saluran dua dibagi menjadi dua bagian, pertama pemasaran di daerah produksi lokal dan kedua pemasaran di luar daerah produksi. Struktur pasar yang dihadapi petani kubis dan pedagang pengumpul I yaitu oligopsoni. Pedagang pengumpul II, grosir dan pengecer menghadapi pasar oligopoli. Perilaku pasar diidentifikasi dengan mengamati kegiatan tataniaga dalam proses pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama antar lembaga tataniaga kubis di Desa Cimenyan. Alternatif saluran tataniaga yang memberikan keuntungan paling besar bagi petani dibandingkan dengan saluran lainnya berdasarkan nilai total margin, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya adalah saluran tiga dengan nilai total margin sebesar Rp 1.681,87, farmer’s share terbesar yaitu 55,81 persen, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar yaitu 2,28. Rachma 2008 melakukan penelitian mengenai Efisiensi Tataniaga Cabai Merah Studi Kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Pendekatan penelitian dilakukan melalui analisis deskriptif terhadap analisis saluran, lembaga, dan fungsi tataniaga, analisis struktur dan perilaku pasar. Selain itu, analisis secara kuantitatif juga dilakukan terhadap margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga I : pedagang pengumpul  pedagang grosir  pedagang pengecer II. Saluran tataniaga II terdiri dari pedagang pengumpul  pedagang gosir  pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran tataniaga III terdiri dari pedagang pengumpul  pedagang grosir  pedagang pengecer II. Sedangkan saluran tataniaga IV terdiri dari pedagang pengumpul  pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Saluran V terdiri dari pedagang pengumpul  pedagang pengecer I. Struktur pasar yang terjadi dalam tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum adalah monopsoni karena hanya ada satu pedagang pengumpul yang menampung langsung keseluruhan hasil pertanian cabai merah dari petani di Desa Cibeureum dan beberapa penjual di setiap tingkat lembaga tataniaga lainnya. Analisis perilaku pasar menunjukkan bahwa terjadi transaksi dengan nota penjualan antara petani, pedagang pengumpul, dan pedagang grosir. Sedangkan transaksi antara pedagang grosir, pedagang pengecer I, dan pedagang pengecer II adalah secara tunai. Lembaga penentu harga cabai merah adalah pedagang grosir. Hasil analisis margin tataniaga menunjukkan margin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan margin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Secara operasional dari kelima saluran tataniaga cabai merah yang ada, saluran V merupakan saluran tataniaga yang paling efisien. Hal ini terlihat dari margin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi. Pada penelitian ini, juga diberikan alternatif saluran yang memberikan keuntungan bagi petani dengan membuat beberapa skenario saluran tataniaga yang belum dilakukan oleh petani melalui pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya. Berdasarkan analisis skenario alternatif saluran tataniaga dengan pendekatan margin tataniaga, saluran tataniaga cabai merah yang paling efisien adalah saluran X dan XI yang memberikan margin tataniaga paling kecil. Hal ini dikarenakan volume pembelian dari kedua jenis pedagang pengecer tersebut relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang grosir. Pedagang grosir harus tetap dijadikan tujuan distribusi utama petani karena volume pembelian yang dilakukannya relatif besar sehingga semua hasil panen petani dapat disalurkan. Penelitian A’yun 2010 menganalisis sistem tataniaga bawang daun Allium fistulosum L. di Kawasan Agropolitan Kabupaten Cianjur. Saluran tataniaga pada sistem tataniaga bawang daun di kawasan agropolitan berjumlah dua saluran utama yaitu saluran I terdiri dari petani  pedagang pengumpul desa  pedagang pengecer Pasar Bekasi  konsumen, saluran II terdiri dari petani  pedagang pengumpul desa  pedagang grosir Pasar Induk  pedagang pengecer Pasar Tradisional di Depok, Jakarta, Tanggerang  konsumen, dan dua saluran alternatif yaitu saluran III terdiri dari petani  pedagang pengumpul desa  konsumen restoran, dan saluran IV terdiri dari petani  pedagang pengumpul desa  supplier  pedagang pengecer Supermarket  konsumen. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bawang daun adalah pasar bersaing. Pedagang pengumpul dengan supplier, dan restoran menghadapi struktur pasar oligopsoni. Pedagang pengumpul dengan pedagang grosir dan pedagang pengecer menghadapi struktur pasar bersaing. Supermarket menghadapi struktur pasar oligopoli, dan pedagang pengecer di pasar tradisional menghadapi pasar bersaing. Saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran II yaitu dengan biaya tataniaga paling rendah yaitu Rp 1.785,96 per kilogram, dan nilai rasio dan keuntungan biaya yang paling besar yaitu 1,52. Noviana 2011 melakukan penelitian mengenai Analisis Sistem Tataniaga Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreatus Studi Kasus Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Ada dua pola saluran tataniaga jamur tiram putih yang terbentuk dengan volume penjualan 430 kg per hari. Saluran I : Petani Pedagang Pengumpul Desa  Pedagang Besar Grosir  Pedagang Pengecer  Konsumen Akhir. Saluran II : Petani  Konsumen Akhir rumah tangga. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang terjadi antara petani jamur tiram putih dan pedagang pengumpul di Desa Cipendawa cenderung mengarah pada pasar monopsoni, struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul desa dan pedagang besargrosir cenderung bersifat monopsoni, dan struktur pasar yang terjadi antara pedagang besargrosir dengan pedagang pengecer cenderung mengarah kepada oligopoli murni, serta struktur pasar yang terjadi di tingkat pedagang pengecer dengan konsumen akhir cenderung mengarah ke struktur persaingan murni. Margin tataniaga terdapat pada saluran I sedangkan saluran II tidak memiliki margin tataniaga. Hal ini disebabkan pada saluran dua penjualan jamur tiram putih tidak melibatkan lembaga-lembaga tataniaga perantara. Penelitian Wacana 2011 menganalisis pola saluran, fungsi, struktur dan perilaku pasar, serta efisiensi saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Brebes terdiri dari empat saluran tataniaga, yaitu pola saluran tataniaga I : Petani  Pedagang Pengumpul  Pedagang Pengirim  Pedagang Besar Non Lokal Sumatera  Pedagang Pengecer Non Lokal Sumatera  Konsumen Non Lokal. Sedangakn pola saluran tataniaga II : Petani  Pedagang Pengumpul  Pedagang Pengirim  Pedagang Besar Non Lokal Jawa  Pedagang Pengecer Non Lokal Jawa  Konsumen Non Lokal. Pola saluran tataniaga III : Petani  Pedagang Besar Lokal  Pedagang Pengecer Lokal  Konsumen Lokal, dan pola saluran tataniaga IV: Petani  Pedagang Pengecer Lokal  Konsumen Lokal. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani bersifat persaingan sempurna, struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul dan pedagang pengirim lebih mengarah kepada pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Sistem penentuan harga baik di tingkat petani hingga pedagang pengecer terjadi melalui proses tawar menawar hingga tercapai kesepakatan bersama. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga yang dilakukan terhadap empat pola saluran tataniaga bawang merah yang terjadi di Kelurahan Brebes didapat bahwa pola saluran IV merupakan pola saluran yang paling efisien, karena memiliki margin tataniaga yang kecil dan farmer’s share yang besar, namun jumlah petani responden yang terlibat dalam pola saluran IV relatif sedikit dibandingkan pola saluran lain. Pola saluran tataniaga I dianggap sebagai pola saluran yang paling menguntungkan bagi petani ataupun bagi lembaga tataniaga lainnya. Hal ini dikarenakan pada pola saluran I ini memiliki volume penjualan bawang merah yang lebih besar sehingga menghasilkan keuntungan total yang lebih besar pula.

2.5.2 Penelitian mengenai Analisis Keterpaduan Pasar