17 Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006, mengidentifikasi tanggapan terhadap
konflik berdasarkan tingkat kepentingan dalam mencapai tujuan atau mempertahankan hubungan pribadi adalah:
1. Akomodasi: ketika salah satu pihak ingin mempertahankan hubungan pribadi
dengan pihak lain, maka dapat dilakukan dengan mengakomodasi tujuan pihak lain.
2. Penarikan: salah satu pihak dapat memilih untuk menghindari konfrontasi atau
menarik diri dari konflik karena tidak tertarik dalam memelihara hubungan pribadi atau terkait pencapaian tujuan.
3. Kekuatan: salah satu pihak lebih memegang kekuasaan atas pihak lain dan
tidak peduli dapat merusak hubungan dalam mencapai tujuan. 4.
Kompromi: salah satu pihak memberikan sesuatu agar tidak ada salah satu pihak yang dikalahkan
5. Konsensus: menghindari adanya pihak yang dikorbankan dan mencari hasil
yang memenangkan semua pihak. Konflik yang terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening
adalah jenis konflik horisontal, yaitu terjadi pada pihak-pihak yang memiliki hirarki yang sama terkait dengan pemanfaatan sumberdaya danau. Pendekatan
pemecahan konflik dengan mengidentifikasi penyebab terjadinya konflik dan mengembangkan tujuan bersama dari pihak yang berkonflik terkait dengan
pemanfaatan sumberdaya danau.
2.6 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Ko-manajemen Pengelolaan Kolaboratif
Resolusi International Union for Concervation of Nature and Natural Resources
nomor 1.42 Tahun 1996 menyatakan bahwa gagasan dasar pengelolaan kolaboratif ko-manajemen adalah kemitraan antara lembaga
pemerintah, komunitas lokal dan pemanfaat sumberdaya, lembaga non-pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka
kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumberdaya IUCN 1997. Melalui konsultasi dan negosiasi, para
mitra membangun suatu persetujuan formal atas peran, hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam pengelolaan sumberdaya. Pengelolaan berbasis
18 ko-manajemen juga disebut dengan partisipatori, pengelolaan multi stakeholders,
atau pengelolaan kolaboratif Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006. Menurut Borrini-Feyerabend et al. 2000, pengelolaan kolaboratif atau
ko-manajemen didefinisikan sebagai sebuah situasi, dalam hal ini dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, memperjelas dan memberikan garansi di antara mereka
serta membagi secara adil mengenai fungsi pengelolaan, hak dan tanggung jawab dari suatu daerah teritori atau sumberdaya alam tertentu yang diberi mandat untuk
dikelola. Berdasarkan definisi tersebut, dalam kerangka ko-manajemen terdapat
kata kunci sebagai berikut. 1.
Menggunakan pendekatan pluralistik dengan memadukan peranan para pihak dalam mengelola sumberdaya alam.
2. Merupakan proses perubahan politik dan budaya untuk mencapai keadilan
sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam. 3.
Memerlukan beberapa kondisi dasar untuk dikembangkan, seperti: akses terhadap informasi dan pilihan yang relevan, kebebasan berorganisasi,
kebebasan mengekspresikan kebutuhan, lingkungan sosial yang tidak diskriminatif, saling percaya dalam menghargai kesepakatan yang dipilih.
Pengelolaan kolaboratif berbeda dengan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis negara. Otoritas
utama dalam pengelolaan kolaboratif adalah pemerintah pusat dengan otoritas pemerintah dan pemerintah lokal. Otoritas dalam pengelolaan berbasis masyarakat
adalah struktur pengambilan keputusan lokal dan penduduk lokal, sedangkan otoritas dalam pengelolaan berbasis negara adalah pemerintah. Orientasi aspek
legal pengelolaan kolaboratif adalah adanya hak properti komunal atau properti swasta. Selanjutnya tujuan pengelolaan kolaboratif adalah menciptakan
perdamaian dan demokratisasi dalam pengelolaan sumberdaya alam dengan melibatkan sumberdaya manusia dari berbagai tingkatan. Secara ringkas,
karakteristik perbedaan antara pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat, pengelolaan kolaboratif ko-manajemen, dan pengelolaan sumberdaya alam
berbasis negara disajikan pada Tabel 2.
19 Tabel
2 Karakteristik perbedaan antara pengelolaan berbasis masyarakat, ko-manajemen, dan pengelolaan berbasis negara
No Karakteristik Berbasis masyarakat Ko-manajemen Berbasis
negara
1 Penerapan spasial
Lokasi spesifik kecil Jaringan multi-lokasi
moderat sampai luas Nasional luas
2 Pihak otoritas
utama Struktur pengambilan
keputusan lokal dan penduduk lokal
Terbagi, pemerintah pusat dengan otoritas
pemerintah dan pemerintah lokal
Pemerintah pusat
3 Pihak bertanggung
jawab Komunal, badan
pengambilan keputusan lokal
Multi-pihak pada tataran lokal dan nasional
Dominasi pemerintah pusat
4 Tingkat partisipasi
Tinggi pada tataran lokal Tinggi pada berbagai
tingkatan Rendah, potensi
eksklusivitas kelompok kepentingan
5 Durasi kegiatan
Proses awal cepat, proses pengambilan keputusan
lambat Proses awal moderat,
pengambilan keputusan antar kelompok
kepentingan lambat Proses awal gradual,
cepat mengambil keputusan pada awal
proses
6 Keluwesan
pengelolaan Daya penyesuaian tinggi,
sensitif dan cepat tanggap terhadap perubahan
kondisi lingkungan lokal Daya penyesuaian
moderat, cepat tanggap terhadap perubahan alam
dengan kecukupan waktu Perubahan lambat dan
tidak luwes, birokratis, potensi tidak
terkoneksinya antara kebijakan, realitas dan
praktik
7 Investasi finansial
dan SDM Menggunakan SDM lokal,
pengeluaran finansial moderat sampai rendah,
anggaran fleksibel Membangun SDM
berbagai tingkatan, anggaran fleksibel,
pengeluaran biaya moderat sampai tinggi
Dipusatkan pada SDM dan biaya pengeluaran
moderat, anggaran sudah ditetapkan
kaku
8 Kelangsungan
usaha Jangka pendek, jika tanpa
dukungan eksternal yang berkelanjutan
Terus-menerus, jika terbangun koalisi yang
setara Terus-menerus, jika
struktur politik terpelihara
9 Orientasi
prosedural Fokus pada dampak
jangka pendek, didisain untuk lokasi lokal spesifik,
sanksi moral Berorientasi dampak
jangka panjang, berorientasi proses dalam
jangka pendek, didisain untuk multi-lokasi
Orientasi proses pada jangka panjang,
didisain untuk lokasi yang luas, sanksi
10 Orientasi aspek
legal Kontrol sumberdaya
secara de facto, hak properti komunal atau
properti swasta Kontrol sumberdaya
secara de jure, hak properti komunal, swasta
atau publik Kontrol semberdaya
secara de jure, hak properti publik atau
negara
11 Orientasi resolusi
konflik Salah satu pihak ada yang
dikalahkan, akomodatif, kompetisi, kekuatan
publik, sanksi hukum lokal
Semua pihak dimenangkan,
kolaboratif, negosiatif Diselesaikan secara
hukum, salah satu pihak ada yang
dikalahkan, kompetisi, akomodatif, kekuatan
politik
12 Tujuan akhir
Revitalisasi atau mempertahankan status-
quo penguasaan sumberdaya lokal,
demokratisasi politik pengelolaan sumberdaya
alam tingkat lokal Menciptakan
perdamaian, dan demokratisasi politik
bidang pengelolaan sumberdaya alam di
berbagai tingkatan Mempertahankan
status-quo politik penguasaan
sumberdaya alam, perubahan ekonomi
nasional
13 Sumber informasi
pengelolaan Pengetahuan lokal
Pengetahuan lokal dan barat
Dominasi pengetahuan barat
Sumber: Natural Resources Management 2002
20 Pengelolaan kolaboratif menuntut adanya kesadaran dan distribusi
tanggung jawab secara formal dari masing-masing pihak. Konsultasi publik dan perencanaan partisipatif ditujukan untuk menetapkan bentuk peranserta yang lebih
tahan lama, terukur dan setara dengan melibatkan seluruh kelompok kepentingan Borrini-Feyerabend et al. 2000. Menurut Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006;
Adrianto 2007, community-based resources management memiliki persamaan fungsional dengan ko-manajemen. Keduanya memiliki tujuan bagi tercapainya
pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan, berkeadilan sosial dalam kondisi ekosistem dan lingkungan yang sehat. Perbedaan keduanya terletak pada
fokus strateginya, yaitu: 1.
Community-based resources management memiliki fokus strategi pada orang dan komunitas. Ko-manajemen memiliki fokus strategi pada kedua hal
tersebut ditambah dengan isu inisiasi kemitraan antara pemerintah dan masyarakat pemanfaat sumberdaya.
2. Community-based resources management memiliki skala dan ruang lingkup
dalam dan luar masyarakat dari sudut pandang masyarakat, akan tetapi ko-manajemen memiliki skala dan ruang lingkup yang lebih luas.
Dalam kerangka persamaan tujuan dan fungsi antara community-based resources management
dan ko-manajemen, dikenal community-based co-management CBCM atau ko-manajemen berbasis masyarakat. Karakteristik ko-manajemen
berbasis masyarakat adalah fokus pada masyarakat tanpa meninggalkan aspek pentingnya kemitraan dengan pemerintah.
Distribusi tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat pemanfaat sumberdaya bervariasi, yaitu dari tipe instruktif hingga informatif. Terdapat lima
tipe ko-manajemen menurut peran pemerintah dan masyarakat pemanfaat sumberdaya, yaitu 1 instruktif, 2 konsultatif, 3 kooperatif, 4 advisori, dan
5 informatif. Dalam pengertian yang luas, wilayah pengelolaan ko-manajemen dapat diilustrasikan berada di tengah-tengah atau jalan kompromistik antara
pengelolaan di bawah kontrol penuh pemerintah dan di bawah kendali penuh masyarakat pemanfaat sumberdaya. Spektrum ko-manajemen berdasarkan
distribusi peran dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat disajikan pada Gambar 2 Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006; Adrianto 2007.
21
User Group Management
Government Management
Instructive Cooperative
Advisory
Consultative
User Group Based Management Government Based Management
Co-management varying degrees
Informative
Gambar 2 menunjukkan, bahwa karakteristik masing-masing tipe proses dalam variasi ko-manajemen adalah:
1. Instruktif: terdapat komunikasi dan tukar informasi yang minimal antara
pemerintah dan pemanfaat sumberdaya. Tipe ini berbeda dengan rejim sentralisasi, dimana terdapat mekanisme dialog antara pemerintah dan
pemanfaat sumberdaya. Mekanisme dialog masih dalam konteks intruksi informasi dari apa yang telah diputuskan oleh pemerintah.
2. Konsultatif: terdapat mekanisme dialog antara pemerintah dan pemanfaat
sumberdaya, tetapi seluruh keputusan masih dibuat oleh pemerintah. 3.
Kooperatif: pemerintah dan pemanfaat sumberdaya bekerja bersama-sama sebagai patner yang setara atau equal partner di dalam pembuatan keputusan.
4. Advisori: pemanfaat sumberdaya memberikan input kepada pemerintah atas
sebuah keputusan yang seharusnya diambil, kemudian pemerintah menetapkan keputusan tersebut.
5. Informatif: pemerintah mendelegasikan kepada kelompok pemanfaat
sumberdaya untuk membuat keputusan. Kelompok pemanfaat sumberdaya bertanggung jawab dan wajib menginformasikan kepada pemerintah atas
keputusan tersebut. Inisiasi ko-manajemen dalam pengelolaan sumberdaya perikanan biasanya
dimulai dari timbulnya krisis sumberdaya perikanan sebagai konsekuensi dari rejim open-access. Berkurangnya sumberdaya perikanan menjadi faktor utama
bagi tragedi bersama komunitas perikanan. Prinsip ini dikenal dengan Tragedy of Gambar 2 Variasi ko-manajemen menurut peran pemerintah dan pelaku
pemanfaat sumberdaya Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006
22 the Commons
yang diperkenalkan oleh Gerald Hardin pada tahun 1957. Seperti disajikan pada Gambar 3, status dan potensi sumberdaya perikanan menjadi
kompleks setelah mulai munculnya intervensi manusia. Penyebabnya adalah adanya demands permintaan yang kemudian diikuti dengan eksplorasi dan
eksploitasi sumberdaya perikanan. Dalam kondisi tanpa pengelolaan, eksploitasi mengakibatkan sumberdaya perikanan menjadi kolaps. Hal ini menjadi salah satu
latar belakang timbulnya kesadaran pentingnya keberlanjutan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan Adrianto 2007.
= ordinary biasanya = strengthening penguatan
Status dan Potensi
Sumberdaya Ikan
Monitoring dan Evaluasi
Eksplorasi dan Eksploitasi
Kelebihan Tangkap
Penurunan Sumberdaya
Ikan Kebutuhan akan
Keberlanjutan Sumberdaya Ikan
Perbaikan Praktek
Pengelolaan Gap Masalah
ketidakadilan, sistem top-down,
praktek command- control,
dll
Natural Capitalizing
Social Economic
Capitalizing Institutional
Capitalizing
Kolaborasi Pengelolaan
Kepentingan dan Pengetahuan
Manusia
Menurut Adrianto 2007, perubahan rejim pengelolaan perikanan mulai terjadi sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, yaitu dari pengelolaan yang sentralistik menjadi pengelolaan desentralistik dengan mengadopsi pengetahuan lokal masyarakat dalam
pengelolaan perikanan pasal 2 dan pasal 6. Pasal 2
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan
kelestarian yang berkelanjutan.
Pasal 6 1
Pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang
optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan
Gambar 3 Aliran fungsional pentingnya ko-manajemen perikanan Adrianto 2007
23 2
Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat
danatau kearifan lokal serta memperhatikan peranserta masyarakat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 secara temporal menjadi dasar hukum
yang kuat bagi pentingnya ko-manajemen perikanan di Indonesia. Secara diagramatik perubahan rejim pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia
disajikan pada Gambar 4.
Community-Based Regime
- Sasi - Panglima laot
- Awig-awig -
dll. Co-management
Regime Government-centered
Regime - UU No. 31 2004
j.o. UU No. 45 2009
- UU No. 32 2004 - UU No. 9 1985
- Peraturan Pemerintah Orde Baru
Present status Ancient
Post independence
Gambar 4 Perubahan rejim pengelolaan perikanan Indonesia Adrianto 2007 Danau Rawa Pening mengalami krisis perikanan akibat tingginya
eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan. Hal ini menjadi penyebab timbulnya permasalahan yang kompleks dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan. Banyaknya pihak yang terlibat dalam pengelolaan mengakibatkan banyak peran dan kepentingan terhadap potensi sumberdaya. Pengelolaan berbasis
ko-manajemen merupakan salah satu proses perbaikan sistem pengelolaan sumberdaya perikanan yang dapat mempertemukan atau mengintegrasikan
kepentingan dari seluruh stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan. Hasil penelitian Salmi et al. 2000 di Danau Finnish Finlandia, menunjukkan bahwa
perencanaan dan pengelolaan danau yang terintegrasi dapat menyediakan forum dialog antar berbagai individu dan kelompok kepentingan. Dalam hal ini,
keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dapat dilaksanakan pada skala lokal dan regional dengan beberapa penyesuaian yang lebih rasional.
Dalam kerangka pengelolaan kolaboratif, definisi stakeholders adalah semua pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan
aksi dari sistem tersebut. Dalam hal ini, unit stakeholders dapat berupa individu, kelompok sosial atau komunitas berbagai tingkatan dalam masyarakat Grimble
dan Chan 1995.
24 Secara umum terdapat empat stakeholders kunci dalam kerangka
pengelolaan kolaboratif, yaitu 1 pelaku pemanfaatan
sumberdaya, 2 pemerintah, 3 stakeholders lain, dan 4 agen perubahan Pomeroy dan
Rivera-Guieb 2006. Peran penting dari keempat stakeholders kunci dalam pengelolaan kolaboratif disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Peran stakeholders kunci dalam pengelolaan kolaboratif
No Stakeholders
Kunci Peran
1. Pelaku Pemanfaatan Sumberdaya
a
Mengidentifikasi isu terkait masyarakat.
b
Memobilisasi aktivitas dalam ko-manajemen..
c
Berpartisipasi dalam penelitian, pengumpulan dan analisis data.
d
Perencanaan dan implementasi kegiatan.
e
Monitaring dan evaluasi.
f
Advokasi kepentingan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
2. Pemerintah
a
Menyediakan perangkat legislasi untuk menjamin dan melegitimasi hak masyarakat berpartisipasi dalam
kerangka ko-manajemen.
b
Menentukan bentuk dan proses desentralisasi pengelolaan.
c
Menyediakan perangkat legitimasi bagi sistem pengelolaan yang sudah ada di masyarakat.
d
Menyediakan bantuan teknis, finansial dan penyuluhan dalam inisiasi ko-manajemen.
e
Resolusi konflik antar stakeholders.
f
Mengkoordinasi forum lokal bagi kemitraan stakeholders
dalam kerangka ko-manajemen.
g
Menentukan alokasi fungsi pengelolaan. 3. Stakeholders Lain
a
Mengidentifikasi isu-isu dalam masyarakat, khususnya di luar masyarakat perikanan.
b
Berpartisipasi dalam perencanaan dan implementasi ko-manajemen.
c
Menyediakan insentif bagi tindakan nyata.
d
Pengelolaan konflik.
e
Memfasilitasi kepentingan masyarakat. 4. Agen
Perubahan
a
Memfasilitasi stakeholders dalam proses perencanaan dan implementasi.
b
Pengorganisasian masyarakat dalam inisiasi maupun implementasi ko-manajemen.
c
Jasa konsultasi dalam perencanaan dan implementasi ko-manajemen.
d
Menyediakan informasi data dalam perencanaan dan implementasi ko-manajemen.
Sumber: Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006; Adrianto 2007
25
2.7 Pengetahuan Lokal sebagai Prasarat Ko-manajemen Pengelolaan Kolaboratif