Sistem Sosial-Ekologi Danau Collaborative management model of inland water in Rawa Pening Lake Central Java Province

10 menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Berdasarkan tingkat produktivitasnya, danau dapat dikelompokkan menjadi oligotrophic dan eutrophic. Danau oligotrophic memiliki kualitas air yang bersih dan bernilai tinggi bagi masyarakat. Danau eutrophic memiliki kualitas air rendah dan bernilai rendah bagi masyarakat Odum 1998. Selanjutnya menurut Janssen dan Carpenter 1999, penyuburan yang disebabkan oleh kelebihan masukan nutrien menjadi permasalahan yang berkembang luas pada ekosistem danau. Penyuburan menjadi permasalahan yang dapat terjadi pada ekosistem perairan seiring dengan perkembangan pertanian, industri dan urbanisasi. Permasalahan menjadi semakin serius apabila terjadi pada ekosistem lentik tergenang, seperti danau. Hal ini disebabkan waktu tinggal bahan pencemar dan masa pemulihan di danau lebih lama jika dibandingkan pada ekosistem lotik mengalir. Laju penyuburan yang meningkat pesat pada ekosistem perairan tergenang dapat mengakibatkan pendangkalan danau Soeprobowati dan Hadisusanto 2009. Danau Rawa Pening merupakan tempat berkembangnya keanekaragaman hayati akuatik, terutama spesies asli setempat. Keanekaragaman hayati danau sangat rentan terhadap gangguan terutama dari spesies asing yang bukan asli setempat. Hilangnya spesies endemik yang disebabkan oleh berkembangbiaknya spesies asing dapat mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan danau manjadi ekosistem daratan. Pertumbuhan Eceng Gondok yang tidak terkendali telah mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem dan berbagai fungsi dan manfaat Danau Rawa Pening.

2.2 Sistem Sosial-Ekologi Danau

Menurut Anderies et al. 2004, sistem sosial-ekologi didefinisikan sebagai unit ekosistem yang dihubungkan dan dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial. Dalam hal ini, sistem sosial-ekologi berhubungan dengan unit ekosistem seperti wilayah pesisir, ekosistem mangrove, ekosistem danau, terumbu karang, dan pantai yang mencakup sistem perikanan sebagai unit yang berasosiasi 11 dengan proses sosial. Selanjutnya Berkes dan Folke 1998; Carpenter dan Folke 2006 mendefinisikan sistem sosial-ekologi sebagai sistem alam dan sistem manusia yang terintegrasi dengan hubungan yang bersifat timbal balik. Dalam kajian sistem perairan danau, kondisi perubahan pada komponen ekologi seperti berkembangnya ganggang di danau dan beberapa perubahan komunitas tumbuhan lahan basah merupakan indikasi perubahan kondisi ekologi yang dianggap sebagai krisis ekologi. Hal ini terkait dengan bagaimana komponen sosial dari sistem sosial-ekologi dapat menjawab perubahan kondisi masa lalu atau akan merespon perubahan di masa depan Gunderson et al. 2006. Konsep yang mengintegrasikan antara komunitas manusia dan danau dengan mempertimbangkan proses kontrol terhadap degradasi danau. Beberapa proses yang terkait dengan masyarakat dan danau adalah vegetasi air, tata guna lahan, kegiatan sosial, dan perekonomian daerah. Dalam hal ini terdapat pola interaksi yang dapat memberikan kontribusi untuk pemahaman tentang interaksi antara masyarakat dan danau Carpenter dan Cottingham 1997. Mengacu pendapat Adrianto dan Azis 2006, paradigma sistem sosial- ekologi danau membicarakan unit ekosistem danau yang berasosiasi dengan struktur dan proses sosial, dimana aspek sistem alam ekosistem dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan. Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika danau yang merupakan suatu sistem dinamis dan saling terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua sistem tersebut bergerak dinamik dalam kesamaan besaran. Diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan danau yang dikenal dengan paradigma sistem sosial-ekologi. Sistem sosial-ekologi merupakan konsep yang sangat penting dalam kerangka ko-manajemen perikanan, karena pelaku perikanan memiliki keterkaitan dengan dinamika ekosistem perairan dan sumberdaya perikanan. Dengan kata lain, kedua dinamika sistem tersebut memerlukan pengintegrasian melalui kerangka ko-manajemen perikanan. Dengan pendekatan sistem sosial-ekologi diharapkan mampu meningkatkan resilience atau ketahanan dan menanggulangi kerentanan melalui beberapa tindakan, baik dalam skala lokal maupun nasional Adrianto dan Azis 2006. Menurut Hartoto et al. 2009, beberapa contoh tindakan 12 skala lokal maupun regional dalam konteks peningkatan resiliensi sistem sosial- ekologi seperti disajikan pada Tabel 1, yaitu 1 pemeliharaan ekosistem melalui pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, 2 proses pembelajaran untuk merespon dampak lingkungan dan hubungan sosial, 3 keanekaragaman dalam konteks sistem ekologi, serta 4 modal sosial dan kelembagaan masyarakat yang memiliki legitimasi. Tabel 1 Tindakan skala lokal dalam peningkatan resiliensi sistem sosial-ekologi terkait kerentanan sumberdaya perikanan No Kerentanan Tindakan Skala Lokal 1 Sensitivitas terhadap bencana dan kerusakan sumberdaya alam 1 Pemeliharaan ekosistem melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan 2 Pemeliharaan memori atas pola pemanfaatan sumberdaya, proses pembelajaran untuk merespon dampak lingkungan dan hubungan sosial 2 Kapasitas adaptif 1 Keanekaragaman dalam konteks sistem ekologi 2 Keanekaragaman dalam konteks teori sosial- ekonomi 3 Modal sosial dan kelembagaan masyarakat yang memiliki legitimasi Sumber: Modifikasi Adger et.al. 2005 diacu dalam Hartoto et al. 2009

2.3 Kerentanan Vulnerability