Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening

86 VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KOLABORATIF DI DANAU RAWA PENING

6.1 Identifikasi Stakeholders dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening

Secara umum, stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening terdiri atas empat kelompok, yaitu 1 pelaku pemanfaatan sumberdaya, 2 pemerintah, 3 stakeholders lain, dan 4 agen perubahan. Penjelasan dari masing-masing kelompok stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah sebagai berikut. 1 Pelaku pemanfaatan sumberdaya Pelaku pemanfaatan sumberdaya adalah masyarakat di sekitar danau yang memiliki mata pencaharian dengan memanfaatkan secara langsung sumberdaya danau, seperti masyarakat nelayan dan masyarakat tani. Masyarakat nelayan tergabung dalam kelompok nelayan yang anggotanya terdiri atas nelayan atau orang yang secara aktif melakukan pekerjaan menangkap ikan, binatang air atau tanaman air di perairan Danau Rawa Pening. Masyarakat tani adalah orang yang memiliki pekerjaan di bidang usahatani dengan cara melakukan pengolahan tanah untuk ditanami padi, palawija, sayur, atau buah-buahan dengan harapan memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dijual ke orang lain. Kelompok nelayan di perairan Danau Rawa Pening berjumlah 32 kelompok, yaitu 6 kelompok di Kecamatan Ambarawa, 5 kelompok di Kecamatan Bawen, 9 kelompok di Kecamatan Banyubiru, dan 12 kelompok di Kecamatan Tuntang. Kelompok-kelompok nelayan tersebut tergabung dalam Paguyuban Nelayan Sedyo Rukun yang memiliki anggota 1.399 orang dari sekitar 1.589 nelayan yang ada di Rawa Pening. Disamping bermata pencaharian sebagai nelayan, terdapat beberapa anggota nelayan yang juga memiliki mata pencaharian sampingan. Oleh sebab itu nelayan di Rawa Pening dapat diklasifikasikan sebagai nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan nelayan tambahan Disnakan Kabupaten Semarang 2007. Peran yang dilakukan oleh pelaku pemanfaatan sumberdaya dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening adalah 1 berpartisipasi dalam 87 memelihara kelestarian danau, serta 2 melindungi dan mengamankan kawasan danau dari kerusakan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat pemanfaat sumberdaya terlibat dalam melindungi dan mengamankan kawasan danau dari kerusakan ekologi. Masyarakat pemanfaat sumberdaya dilibatkan dalam pembersihan Eceng Gondok, walaupun hanya sebagai tenaga kerja. Selain itu, masyarakat nelayan memiliki kesepakatan untuk tidak menggunakan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem danau, misalnya penggunaan bahan peledak, racun, dan alat setrum untuk menangkap ikan. 2 Pemerintah Menurut sistem hukum di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, danau merupakan sumberdaya alam yang dikuasai oleh negara dan dikelola oleh pemerintah. Dalam hal ini, pengelolaan danau sebagai sumberdaya air merupakan wewenang pemerintah pusat. Dengan ditetapkannya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka telah terjadi perubahan paradigma dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu dari sistem pengelolaan sentralisasi menjadi desentralisasi. Hal ini sejalan dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dalam ketentuan pasal 6 ayat 2 yang mencantumkan bahwa penguasaan sumberdaya air diselenggarakan oleh pemerintah danatau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundangan. Namun demikian, pendelegasian wewenang untuk menyerahkan semua urusan pengelolaan sumberdaya alam dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan hal yang sulit dilaksanakan, sehingga perlu dilakukan pembatasan pengelolaan sumberdaya alam yang dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah. Terkait dengan pengelolaan danau, Kutarga et al. 2008 menyatakan bahwa kebijakan makro pengelolaan danau merupakan wewenang pemerintah pusat dengan prinsip pengelolaan menyeluruh dan terpadu yang memperhatikan kepentingan lintas sektoral dan lintas daerah. Dalam hal ini, 88 pengelolaan danau terkait dengan pelestarian, pemanfaatan, pengaturan alokasi, dan pencegahan pencemaran dapat dilimpahkan kepada daerah setempat bersama dengan masyarakat. Dengan demikian, institusi pemerintah yang terlibat adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten, kecamatan dan desa dengan kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda. Beberapa stakeholders kunci yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Jragung Tuntang, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Tengah, dan TNI Zeni Tempur Banyubiru. Peran yang dilakukan oleh setiap stakeholders pemerintah dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah 1 melakukan koordinasi dalam pengelolaan danau, 2 mengembangkan kerjasama dengan institusi terkait, 3 menyediakan bantuan pembiayaan dalam pengelolaan, 4 melakukan pengaturan pemanfaatan sumberdaya danau sebagai kawasan konservasi dan usaha perikanan, serta 5 memfasilitasi penyelesaian permasalahan yang terjadi antar stakeholders sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. 3 Stakeholders lain Keterlibatan stakeholders lain dalam pengelolaan Danau Rawa Pening, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kepentingan ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya danau. Beberapa stakeholders lain yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah pelaku usaha lokal, Pembangkit Listrik Tenaga Air Jelok Timo, serta PT. Sarana Tirta Ungaran. Peran yang dilakukan oleh stakeholders lain dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah 1 memberikan motivasi pada masyarakat agar ikut peduli dalam pelestarian sumberdaya Rawa Pening, 2 memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan, serta 3 membantu dalam pendampingan dan pengembangan masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening. 89 4 Agen perubahan Agen perubahan meliputi lembaga bukan pemerintah yang berfungsi sebagai fasilitator dalam proses ko-manajemen, berperan sebagai perantara antara masyarakat pemanfaat sumberdaya dengan pemerintah atau stakeholders lain. Menurut Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006, tujuan agen perubahan dalam kerangka ko-manajemen adalah melakukan perubahan dari dalam diri masyarakat dengan fokus pada kegiatan konservasi dan pengembangan sosial. Peran fasilitator dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening adalah dengan cara mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dan rasa percaya terhadap agen perubahan sehingga meningkatkan keterlibatannya dalam proses pengelolaan kolaboratif. Dalam hal ini, agen perubahan yang terlibat dan memiliki perhatian terhadap masyarakat adalah Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Lembaga Penelitian dari Perguruan Tinggi yang memiliki perhatian khusus terhadap kelestarian Danau Rawa Pening dan masyarakat di sekitarnya adalah Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dan Universitas Diponegoro Semarang. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif terlibat dalam pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar Rawa Pening adalah Bina Swadaya, Percik, dan Baru Klinting. Peran yang telah dilakukan oleh agen perubahan dalam pengelolaan Danau Rawa Pening adalah 1 melakukan pendampingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta 2 melakukan penelitian dan pengembangan terkait dengan sumberdaya Danau Rawa Pening. Keberhasilan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening tidak terlepas dari tingkat kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholders dalam menentukan kebijakan pengelolaan. Hasil analisis stakeholders dalam pengelolaan Danau Rawa Pening disajikan pada Lampiran 3. Selanjutnya berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam proses pengambilan keputusan, stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok stakeholders, yaitu subjects kuadran I, players kuadran II, bystanders kuadran III, dan actors kuadran IV seperti disajikan pada Gambar 16. 90 Pemerintah Pusat Pemda Prov. Jateng BBWS Pemali Juana Bappeda Prov. Jateng Pemda Kab. Semarang Bapermas Prov. Jateng Dinas PSDA Dinas Perikanan BPSDA Jragung Tuntang Dinas Pariwisata Dinas Perkebunan Dinas Kehutanan Badan Lingkungan Hidup Prov. Jateng PT. Sarana Tirta Ungaran Balitbang Prov. Jateng PLTA Jelok Timo TNI Zeni Tempur Pelaku usaha lokal Perguruan Tinggi Kelompok Nelayan Sedyo Rukun LSM Wisatawan 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 Pengaruh K epent ingan SUBJECTS PLAYERS BYSTANDERS ACTORS Pengelompokan stakeholders pada Gambar 16 menunjukkan, bahwa kuadran subjects merupakan kelompok stakeholders yang memiliki kepentingan tinggi dengan tingkat pengaruh yang rendah terhadap kegiatan pengelolaan. Kelompok stakeholders ini mencakup individu atau kelompok yang memiliki kegiatan pemanfaatan sumberdaya tetapi bukan pengambil keputusan dalam kebijakan pengelolaan, seperti PLTA Jelok Timo, PT. Sarana Tirta Ungaran, dan Kelompok Nelayan Sedyo Rukun. Masyarakat pemanfaat sumberdaya yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Sedyo Rukun memiliki tingkat kepentingan tinggi terhadap pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening, akan tetapi memiliki tingkat pengaruh yang rendah dalam penentuan kebijakan pengelolaan. Kuadran players merupakan kelompok stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang sama tinggi dalam proses penentuan kebijakan. Kelompok stakeholders ini memiliki kepentingan yang tinggi terkait dengan aspek pengelolaan danau yang menjadi kewenangan stakeholders tersebut. Gambar 16 Pengelompokan stakeholders dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010 91 Pemeritah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah memiliki otoritas yang tinggi dalam perumusan kebijakan pengelolaan. Tingkat pengaruh yang tinggi terkait dengan peran penting kelompok stakeholders tersebut dalam mengorganisir kegiatan pengelolaan Danau Rawa Pening. Kelompok stakeholders yang termasuk dalam kuadran actors memiliki kepentingan yang rendah dengan tingkat pengaruh tinggi dalam proses penentuan kebijakan. Kelompok ini terdiri atas Perguruan Tinggi, Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah, TNI Zeni Tempur Banyubiru, dan LSM. Tingkat pengaruh yang tinggi terkait dengan perannya sebagai fasilitator dalam pengorganisasian masyarakat. Dalam hal ini sebagai mediator antara masyarakat pemanfaat sumberdaya dengan pemerintah atau dengan kelompok stakeholders lain. Peran sebagai agen perubahan adalah melakukan perubahan dari dalam diri masyarakat dengan fokus pada kegiatan konservasi sumberdaya alam dan pengembangan masyarakat. Kuadran bystanders mewakili kelompok stakeholders yang memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang sama rendah terhadap kegiatan pengelolaan. Rendahnya tingkat kepentingan dan pengaruh dari kelompok stakeholders tersebut memiliki pengaruh yang kecil, bahkan tidak berpengaruh dalam kegiatan pengelolaan Danau Rawa Pening.

6.2 Kebijakan Pengelolaan Kolaboratif di Danau Rawa Pening