112 yang terlibat dalam pengelolaan adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan lembaga peubah kunci. Peubah dengan daya dorong besar dari elemen kendala utama dalam pengelolaan adalah konflik
kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan. Selanjutnya aktivitas-
aktivitas pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, serta meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam
pengelolaan diperlukan untuk mendorong keberhasilan program pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.
Model pengelolaan kolaboratif merupakan upaya untuk merumuskan solusi masalah dalam perbaikan sistem pengelolaan Danau Rawa Pening.
Berdasarkan konsep pengelolaan kolaboratif, permasalahan kerusakan sumberdaya alam tidak hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan teknis,
melainkan juga diperlukan penyelesaian yang lebih holistik dengan melibatkan seluruh stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan. Adanya kesadaran dan
distribusi tanggung jawab secara formal dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pengelolaan ditujukan untuk menetapkan bentuk peranserta yang setara.
6.3 Implikasi Keilmuan
Hasil penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan di bidang ilmu pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, khususnya pemberdayaan
masyarakat, pengelolaan kolaboratif, dan studi lingkungan.
1 Pemberdayaan Masyarakat
Hasil analisis penelitian ini mendukung teori pemberdayaan masyarakat Ife dan Tesoriero 2008, bahwa pemberdayaan masyarakat di sekitar Danau
Rawa Pening bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan. Pemberdayaan masyarakat tidak cukup hanya terbatas pada pemberian bantuan
material kepada masyarakat, akan tetapi harus mempertimbangkan penguatan semangat kerja bersama dalam melestarikan sumberdaya alam sebagai milik
bersama. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan Danau Rawa Pening masih dalam konteks yang sempit, yaitu terbatas pada implementasi program yang telah
113 ditentukan oleh pemerintah. Dalam hal ini partisipasi masyarakat mencapai
bentuk yang pasif. Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat menekankan pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang dapat
mengorganisir dirinya sendiri.
2 Pengelolaan Kolaboratif
Hasil penelitian ini mendukung teori co-management yang dikembangkan oleh Borrini-Feyerabend et al. 2000. Dalam hal ini pengelolaan kolaboratif di
Danau Rawa Pening melibatkan banyak stakeholders, seperti pemerintah, swasta, akademisi, pengusaha, dan masyarakat. Masing-masing pihak yang terlibat
melakukan negosiasi untuk memberikan jaminan dan membagi peran dalam pengelolaan sumberdaya. Begitu juga halnya dengan teori konflik dalam
pemanfaatan sumberdaya alam Pomeroy dan Rivera-Guieb 2006, bahwa pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening rentan terhadap timbulnya konflik
kepentingan. Penyebab timbulnya konflik dalam pemanfaatan sumberdaya adalah adanya perbedaan pengaruh dan kepentingan diantara individu atau kelompok
yang terlibat. Aktor sosial yang memiliki akses terhadap kekuasaan cenderung memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan kebijakan terkait dengan
pemanfaatan sumberdaya alam. Selanjutnya teori variasi co-management Pomeroy dan Rivera-Guieb
2006, bahwa model pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening menuntut adanya distribusi peran dan tanggung jawab antara pihak pemerintah dan
masyarakat pemanfaat sumberdaya. Konsultasi publik yang dilakukan secara partisipatif dimaksudkan untuk menentukan model pengelolaan partisipatif yang
setara dari seluruh pihak berkepentingan. Dalam pengelolaan Danau Rawa Pening, aktor yang berasal dari institusi pemerintah, baik dari lembaga eksekutif
maupun legislatif memiliki tingkat pengaruh yang tinggi dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pengelolaan. Terdapat mekanisme dialog
antara pemerintah dengan masyarakat pemanfaat sumberdaya yang diwakili oleh kelompok nelayan, namun demikin masih dalam tahap intruksi informasi dari apa
yang telah diputuskan oleh pemerintah.
114
3 Studi Lingkungan
Hasil penelitian ini mendukung teori indigenous knowledge atau pengetahuan lokal Berkes et al. 2000, yakni bahwa terdapat pengetahuan lokal
yang berkembang di masyarakat dan terpelihara dalam pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening. Masyarakat memiliki keterikatan yang kuat dengan
lingkungannya yang dipraktekkan dalam pemanfaatan sumberdaya danau, seperti adanya kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya, yaitu harus sunguh-
sunguh, jujur, niat yang bersih, dan tidak serakah. Pengetahuan lokal tersebut berkembang dan masih diakui masyarakat setempat, sehingga dapat memberikan
masukan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di Danau Rawa Pening.
Hasil penelitian ini mendukung teori penilaian tingkat kerentanan Briguglio 1995; Adrianto dan Matsuda 2002, 2004, bahwa penilaian tingkat
kerentanan adalah untuk mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi
kerentanan. Berdasarkan nilai CVI 0 ≤CVI≤1, maka suatu tempat atau
masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening dengan nilai CVI yang mendekati batas bawah dapat dikategorikan pada tingkat kerentanan rendah, nilai sekitar
pertengahan termasuk kerentanan sedang, dan nilai yang mendekati batas atas dapat dikategorikan pada tingkat kerentanan tinggi, yaitu suatu kondisi dengan
potensi ancaman bahaya yang sudah tergolong tinggi untuk terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan.
Selanjutnya teori resiliensi masyarakat Holling 1973; Walker et al. 2002, bahwa masyarakat memelihara keanekaragaman dalam konteks sistem ekologi
untuk meningkatkan ketahanan dalam memperbaiki kerusakan sumberdaya Danau Rawa Pening. Masyarakat memiliki kemampuan beradaptasi untuk menghadapi
perubahan terkait dengan adanya gangguan atau external shocks. Kapasitas beradaptasi dalam sistem sosial, meliputi keberadaan lembaga dan jaringan
pembelajaran yang memiliki pengetahuan, serta pengalaman dalam pemecahan masalah yang dihadapi berdasarkan tindakan skala lokal.
115
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan