77 Kasus aktual adalah pemanfaatan kawasan lindung seluas 1,1 hektar di
Dusun Cikal, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang untuk kawasan permukiman. Rencana pembangunan tersebut sampai penilitian ini dilaksanakan masih
menimbulkan konflik kepentingan antara pihak swasta, dalam hal ini pengembang dengan Pemerintah Kabupaten Semarang, dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya telah menimbulkan permasalahan, baik dari aspek lingkungan maupun sosial yaitu
dengan munculnya konflik kepentingan antar stakeholders. Sesuai dengan peruntukannya, perlindungan terhadap kawasan resapan air di sekitar danau
sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan
banjir, baik untuk kawasan tersebut maupun kawasan di bawahnya.
5.2.3 Keterbukaan Ekonomi
Keterbukaan ekonomi di Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, dan Bawen dinilai dengan membandingkan total nilai perdagangan tiap kecamatan
dengan besarnya PDRB tingkat kecamatan pada tahun tertentu. Hal ini untuk melihat paparan perekonomian dan besarnya indeks keterbukaan ekonomi pada
masing-masing kecamatan. Hasil analisis indeks keterbukaan ekonomi di empat kecamatan studi disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai indeks keterbukaan ekonomi di sekitar Danau Rawa Pening, Tahun 2010
No Kecamatan Nilai
Perdagangan Rp
Nilai PDRB Rp
Indeks Keterbukaan
Ekonomi 1 Tuntang
78.518.160.000 159.986.860.000
24,54 2 Banyubiru
62.234.570.000 132.263.180.000
23,53 3 Ambarawa
121.216.490.000 276.893.590.000
21,89 4 Bawen
146.422.420.000 1.020.397.950.000 7,17
Sumber: Analisis data BPS Kabupaten Semarang 2010
Tabel 14 menunjukkan, bahwa nilai indeks keterbukaan ekonomi tertinggi adalah di Kecamatan Tuntang, walaupun nilai indeks tidak berbeda jauh dengan
Kecamatan Banyubiru dan Ambarawa. Tingginya nilai indeks keterbukaan ekonomi di Kecamatan Tuntang dipengaruhi oleh nilai perdagangan di Kecamatan
Tuntang pada Tahun 2009, yaitu sebesar Rp.78.518.160.000 dan angka PDRB
78 tingkat Kecamatan Tuntang sebesar Rp.159.986.860.000. Selanjutnya, nilai
indeks keterbukaan ekonomi terendah adalah di Kecamatan Bawen. Faktor utama penentu rendahnya nilai indeks keterbukaan ekonomi di Kecamatan Bawen adalah
tingginya nilai perdagangan tingkat kecamatan.
5.2.4 Komposit Indeks Kerentanan
Tujuan dari penilaian komposit indeks kerentanan CVI adalah untuk menaksir tingkat gangguan eksternal pada suatu sistem. Berbagai potensi
kerusakan dapat mempengaruhi integritas biologi atau kesehatan dari ekosistem. Semakin besar tingkat kerentanan, pada gilirannya akan menjadi penghalang yang
lebih besar pada pembangunan berkelanjutan Adrianto dan Matsuda 2002, 2004. Nilai CVI terdiri atas variabel indeks pertumbuhan populasi penduduk, indeks
degradasi lahan terbangun, dan indeks keterbukaan ekonomi. Hasil standarisasi masing-masing variabel disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Nilai komposit indeks kerentanan masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening, Tahun 2010
No Kecamatan Indeks
Pertumbuhan Populasi
Indeks Degradasi
Lahan Indeks
Keterbukaan Ekonomi
Komposit Indeks
Kerentanan 1 Tuntang
0,35 0,82
1,00 0,72
2 Banyubiru 0,18
0,00 0,94
0,37 3 Ambarawa
0,00 1.00
0,85 0,62
4 Bawen 1,00
0,21 0,00
0,40 Tabel 15 menunjukkan, bahwa Kecamatan Tuntang memiliki komposit
indeks kerentanan tertinggi. Faktor penentu tingginya tingkat kerentanan di Kecamatan Tuntang adalah tingginya indeks keterbukaan ekonomi dan indeks
degradasi lahan terbangun. Selanjutnya komposit indeks kerentanan terendah adalah di Kecamatan Banyubiru yang ditentukan oleh rendahnya indeks degradasi
lahan terbangun dan indeks pertumbuhan populasi penduduk. Gambaran secara diagramatis nilai komposit indeks kerentanan di empat kecamatan studi disajikan
pada Gambar 15.
79
0.2 0.4
0.6 0.8
1 Banyubiru
Bawen Ambarawa
Tuntang
K ecam
at an
Komposit Indeks Kerentanan
Gambar 15 Nilai komposit indeks kerentanan, Tahun 2010 Tujuan utama dari penilaian kerentanan adalah untuk mengidentifikasi
masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerentanan. Kompleksitas sistem sosial-ekologi sering
menyulitkan dalam mengidentifikasi kerentanan. Hal ini menjadi tantangan terutama untuk penilaian di tingkat lokal dan nasional yang berfokus pada
evaluasi kerentanan masyarakat atau tempat yang disebabkan oleh satu atau banyak tekanan, tanpa secara eksplisit menyatakan karakteristik masyarakat dan
tempat yang dianggap rentan Luers 2005. Mengacu pendapat Briguglio 1995, Adrianto dan Matsuda 2002, 2004,
penentuan tingkatan kerentanan secara kuantitatif dan kualitatif adalah didasarkan pada nilai komposit indeks kerentanan CVI yang memiliki kisaran nilai dari 0
hingga 1 atau 0 ≤CVI≤1. Nilai yang mendekati batas bawah memiliki tingkat
kerentanan rendah, nilai sekitar pertengahan dengan tingkat kerentanan sedang, dan nilai yang mendekati batas atas memiliki tingkat kerentanan tinggi.
Berdasarkan kriteria penilaian tersebut, Kecamatan Tuntang dengan nilai CVI = 0,72 dan Kecamatan Ambarawa dengan nilai CVI = 0,62 dapat
dikategorikan pada wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi, yaitu suatu kondisi dengan potensi ancaman bahaya yang sudah tergolong tinggi untuk
terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Selanjutnya Kecamatan Bawen dengan nilai CVI = 0,40 dan Kecamatan Banyubiru dengan nilai
CVI = 0,37 dapat dikategorikan ke dalam wilayah yang memiliki tingkat kerentanan sedang, yaitu suatu kondisi dengan potensi ancaman bahaya tingkatan
sedang untuk terjadinya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan.
80
5.3 Resiliensi Masyarakat sekitar Danau Rawa Pening