Latar Belakang Collaborative management model of inland water in Rawa Pening Lake Central Java Province

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi penting bagi pembangunan dan kehidupan manusia. Secara umum, danau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologi dan sosial ekonomi. Dari aspek ekologi, danau merupakan tempat berlangsungnya siklus ekologis dari komponen air dan kehidupan akuatik di dalamnya. Keberadaan danau akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem di sekitarnya, sebaliknya kondisi danau juga dipengaruhi oleh ekosistem di sekitarnya. Dari aspek sosial ekonomi, danau memiliki fungsi yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan masyarakat sekitar danau. Menurut Hartoto et al. 2009, danau memiliki fungsi sebagai penyedia jasa lingkungan, sosial-ekologi, pendidikan, kenyamanan, budaya, kemasyarakatan, jasa spiritual, ketahanan masyarakat, ekonomi, dan rekreasi. Menurut Puspita et al. 2005, saat ini di Indonesia terdapat sejumlah 843 danau dan 736 situ. Kondisi sebagian besar danau telah mengalami kerusakan ekosistem dan penurunan fungsi. Hasil penelitian FDI 2004, melaporkan bahwa faktor-faktor penyebab rusaknya ekosistem danau adalah tidak memadainya pengetahuan, kekurangan teknologi, keterbatasan finansial, serta kebijakan pengelolaan yang tidak tepat. Berdasarkan data Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2009, terdapat sembilan danau yang kondisinya kritis dan memerlukan prioritas untuk penanganannya, yaitu Danau Toba Provinsi Sumatera Utara, Danau Maninjau dan Danau Singkarak Provinsi Sumatera Barat, Danau Tempe Provinsi Sulawesi Selatan, Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara, Danau Poso Provinsi Sulawesi Tengah, Danau Limboto Provinsi Gorontalo, Danau Batur Provinsi Bali, serta Danau Rawa Pening Provinsi Jawa Tengah. Kondisi sebagian besar situ di Indonesia juga mengalami kerusakan ekologi dan dalam kondisi kritis. Menurut Roemantyo et al. 2003, jumlah situ di kawasan Jabodetabek pada tahun 1940 yaitu 76 situ dengan luas 7,900 km 2 , selanjutnya jumlah situ pada tahun 2000 adalah 114 situ dengan luas 3,213 km 2 . Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi fragmentasi situ yang mengakibatkan penurunan kapasitas daya tampung situ. 2 Danau Rawa Pening dengan luas 2.770 hektar yang berada di Kabupaten Semarang merupakan salah satu danau yang kondisinya kritis. Hasil penelitian UNEP 1999, melaporkan bahwa berbagai faktor fisik-kimia dan biologi telah mengakibatkan sedimentasi, serta masuknya limbah domestik dan industri. Akumulasi endapan lumpur, limbah pertanian dan industri menyebabkan suburnya tanaman Eichornia crassipes Eceng Gondok. Luas tanaman Eceng Gondok yang menutupi permukaan danau yang mencapai 1.080 hektar dengan pertumbuhan 7,1-10 per bulan telah menimbulkan kerusakan ekosistem danau dan mengakibatkan krisis sumberdaya perikanan. Potensi sumberdaya perikanan Danau Rawa Pening menjadi kompleks dengan semakin tingginya eksploitasi sumberdaya perikanan. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Semarang 2007, jumlah produksi perikanan di perairan Danau Rawa Pening selama kurun waktu Tahun 2002 sampai dengan 2006 berturut-turut 982,5 ton, 1.033,7 ton, 1.084,5 ton, 1.026,0 ton, dan 1.042,8 ton. Jumlah nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya danau sekitar 1.589 orang. Menurut Adrianto et al. 2010, status dan potensi sumberdaya perikanan menjadi kompleks setelah adanya intervensi manusia karena adanya demands permintaan yang kemudian diikuti eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan. Dalam kondisi tanpa pengelolaan, kegiatan eksploitasi membuat sumberdaya perikanan menjadi kolaps. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya danau semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di sekitar danau. Kondisi ini dapat mengancam keberadaan danau sebagai ekosistem penyangga kehidupan dan penyedia langsung mata pencaharian bagi masyarakat sekitar danau Anshari 2006. Dalam hal ini, masyarakat sekitar Danau Rawa Pening menggantungkan hidupnya terkait dengan matapencaharian, terutama untuk kegiatan perikanan tangkap dan pertanian. Danau Rawa Pening merupakan sebuah sistem ekologi yang mempunyai peran sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Kondisi ini menjadikan ekosistem danau sebagai sistem yang rentan terhadap gangguan atau tekanan eksternal. Berbagai gangguan atau tekanan eksternal, baik yang bersifat alamiah maupun antropogenik dapat mempengaruhi kesehatan ekosistem danau. Hal ini 3 menjadi latar belakang pentingnya dilakukan penilaian kerentanan untuk mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya serta mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerentanan. Pengelolaan Danau Rawa Pening bersifat multi stakeholders yang melibatkan banyak pihak seperti pemerintah, swasta, akademisi, lembaga non- pemerintah, petani, nelayan, dan pelaku perikanan lainnya. Model pengelolaan sentralistik dengan kontrol mutlak oleh pemerintah telah menghasilkan pola pengelolaan sumberdaya berbasis pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah mendominasi dalam penentuan kebijakan dan kurang mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Otoritas tunggal terbukti tidak efektif dalam pengelolaan Danau Rawa Pening, khususnya dalam mengurangi kerusakan sumberdaya serta menggalang dukungan dari masyarakat pemanfaat sumberdaya. Di lain pihak, apabila masyarakat melakukan kontrol penuh terhadap pengelolaan akan menghasilkan pola pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat. Model pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat tidak dapat menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dan mengakibatkan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya. Ketidakseimbangan distribusi peran antara pemerintah dan masyarakat menjadi latar belakang pentingnya pendekatan pengelolaan kolaboratif untuk memperbaiki sistem pengelolaan Danau Rawa Pening dan mengakhiri konflik antar stakeholders tanpa adanya pihak yang dikalahkan. Seiring dengan tuntutan desentralisasi dan kemandirian dalam pengelolaan sumberdaya alam, pengelolaan kolaboratif merupakan model pengelolaan sumberdaya alam yang paling masuk akal. Pengelolaan kolaboratif dapat menciptakan perimbangan peran dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Dalam hal ini, masyarakat pemanfaat sumberdaya bertindak sebagai pelaku yang mendayagunakan dan sekaligus memelihara sumberdaya alam, selanjutnya pemerintah berperan sebagai fasilitator.

1.2 Perumusan Masalah