108 pada level 3. Sub-elemen ini merupakan lembaga-lembaga pendukung dalam
pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening. Keberadan sub-elemen pada level ini ditentukan oleh sub-elemen yang berada pada level 4. Dengan kata lain,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah memiliki peran penting dalam keberhasilan pengelolaan Danau Rawa Pening dan sekaligus
mempengaruhi lembaga-lembaga lain yang berada pada hirarki di bawahnya, yaitu lembaga yang berada pada level 3, 2, dan level 1.
6.2.5 Elemen Aktivitas Pengembangan dalam Pengelolaan Kolaboratif
Elemen aktivitas pengembangan merupakan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau
Rawa Pening. Hasil survai lapang dan diskusi dengan pakar telah teridentifikasi 10 sub-elemen aktivitas yang dibutuhkan dalam pengelolaan kolaboratif, yaitu:
1. Mengembangkan usaha kecil berbasis sumberdaya lokal.
2. Melakukan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya
manusia. 3.
Mengendalikan perijinan pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening. 4.
Menerapkan sistem sanksi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfataan.
5. Memberikan bimbingan, pendampingan, dan pemberdayaan masyarakat.
6. Menerapkan sistem pembiayaan bersama antar stakeholders.
7. Mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten. 8.
Mengembangkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan Eceng Gondok dan gambut.
9. Meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan.
10. Memberikan insentif bagi kelompok nelayan untuk meningkatkan produksi
dan pemasaran. Klasifikasi elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif
dengan memperhitungkan nilai driver power dan dependence dari setiap sub- elemen yang mencakup empat kuadran, yaitu independent, linkage, autonomous,
dan dependent. Klasifikasi elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening disajikan pada Gambar 25.
109
2, 9
1, 5
3, 4, 10
6, 7
8 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11
Dependence Dr
iver Pow er
IV Independent III Linkage
I Autonomous II Dependent
Gambar 25 menunjukkan, bahwa sub-elemen 2 melakukan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, sub-elemen 9
meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan, sub-elemen 1 mengembangkan usaha kecil berbasis sumberdaya lokal, dan sub-
elemen 5 memberikan bimbingan, pendampingan, dan pemberdayaan masyarakat termasuk dalam peubah independent. Sub-elemen yang termasuk
dalam peubah independent memiliki kekuatan penggerak besar dengan tingkat ketergantungan yang kecil terhadap program pengelolaan.
Sub-elemen 3 mengendalikan perijinan pemanfaatan sumberdaya Danau Rawa Pening, sub-elemen 4 menerapkan sistem sanksi dan penegakan hukum
terhadap pelanggaran pemanfataan, serta sub-elemen 10 memberikan insentif bagi kelompok nelayan untuk meningkatkan produksi dan pemasaran termasuk
dalam peubah linkage. Hal ini menunjukkan, bahwa sub-elemen tersebut memiliki kekuatan penggerak dan tingkat ketergantungan yang besar dan saling terkait.
Perubahan pada sub-elemen linkage akan berdampak pada sub-elemen lainnya, oleh sebab itu perlu kehati-hatian dalam mengkaji sub-elemen tersebut.
Gambar 25 Matriks driver power dan dependence elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010
110 Selanjutnya, sub-elemen 6 menerapkan sistem pembiayaan bersama antar
stakeholders , sub-elemen 7 mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah
pusat, provinsi, dan kabupaten, serta sub-elemen 8 mengembangkan teknologi tepat guna untuk memanfaatkan Eceng Gondok dan gambut termasuk dalam
peubah dependent tidak bebas. Hal ini memberikan makna, bahwa sub-elemen yang termasuk dalam peubah dependent memiliki kekuatan penggerak yang kecil
dengan tingkat ketergantungan yang besar terhadap sub-elemen lainnya. Struktur hirarki elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan
kolaboratif terdiri atas lima level. Dalam hal ini, sub-elemen yang berada pada level lima merupakan peubah kunci. Strukturisasi terhadap hirarki sub-elemen
dari elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening disajikan pada Gambar 26.
2 Melakukan pendidikan dan latihan untuk
meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia
3 Mengendalikan perijinan pemanfaatan
sumberdaya Danau Rawa Pening
8 Mengembangkan teknologi tepat guna untuk
pemanfaatan eceng gondok dan gambut
7 Mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah
pusat, provinsi, dan kabupaten
Level 4 Level 3
Level 2 Level 1
4 Menerapkan sanksi dan penegakan hukum terhadap
pelanggaran pemanfaatan sumberdaya
10 Memberikan insentif bagi kelompok nelayan
guna meningkatkan produksi dan pemasaran
6 Menerapkan sistem pembiayaan bersama antar
stakeholders
1 Mengembangkan usaha kecil berbasis sumberdaya
lokal
Level 5 5 Memberikan bimbingan,
pendampingan, dan pemberdayaan masyarakat
9 Meningkatkan koordinasi antar
stakeholders yang terlibat
dalam pengelolaan
Gambar 26 Struktur sistem elemen aktivitas pengembangan dalam pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening, Tahun 2010
111 Gambar 26 menunjukkan, bahwa sub-elemen 2 melakukan pendidikan
dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, dan sub-elemen 9 meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan
menempati hirarki tertinggi, yaitu pada level 5. Hal ini menunjukkan, bahwa dua sub-elemen tersebut merupakan sub-elemen kunci dalam model pengelolaan
kolaboratif. Dalam hal ini merupakan aktivitas-aktivitas utama yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan kolaboratif. Selanjutnya adalah aktivitas-aktivitas
yang berada pada level 4, 3, 2, dan level 1 untuk mendorong keberhasilan program pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.
Pengembangan kebijakan pengelolaan Danau Rawa Pening sangat kompleks karena melibatkan beberapa stakeholders kunci, seperti Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Perguruan Tinggi, pelaku usaha lokal, serta masyarakat nelayan. Masing-masing stakeholders memiliki pengaruh
dan tingkat kepentingan yang berbeda. Untuk mendapatkan pengambilan keputusan yang tepat dalam perumusan kebijakan, maka diperlukan partisipasi
stakeholders dalam proses perumusan kebijakan. Disamping itu perumusan
kebijakan harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial agar kebijakan pengelolaan Danau Rawa Pening dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Kebijakan yang dibangun juga memungkinkan berlangsungnya partisipasi stakeholders
dan pendelegasian dalam pengambilan keputusan. Hasil analisis stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan Danau Rawa
Pening menunjukkan bahwa masyarakat pemanfaat sumberdaya merupakan stakeholders
kunci, tetapi memiliki tingkat pengaruh yang rendah dalam penentuan kebijakan pengelolaan. Oleh sebab itu diperlukan pemberdayaan
masyarakat pemanfaat sumberdaya agar lebih berperan dalam penentuan kebijakan pengelolaan Danau Rawa Pening. Upaya ini akan membentuk
masyarakat pemanfaat sumberdaya yang lebih berdaya, sehingga memperbesar peluang keberhasilan pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.
Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa sub-elemen tujuan pemberdayaan masyarakat pemanfaat sumberdaya merupakan tujuan khusus dalam pengelolaan
kolaboratif di Danau Rawa Pening. Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang terkena pengaruh dari pengelolaan kolaboratif. Elemen lembaga
112 yang terlibat dalam pengelolaan adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan lembaga peubah kunci. Peubah dengan daya dorong besar dari elemen kendala utama dalam pengelolaan adalah konflik
kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan. Selanjutnya aktivitas-
aktivitas pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, serta meningkatkan koordinasi antar stakeholders yang terlibat dalam
pengelolaan diperlukan untuk mendorong keberhasilan program pengelolaan kolaboratif di Danau Rawa Pening.
Model pengelolaan kolaboratif merupakan upaya untuk merumuskan solusi masalah dalam perbaikan sistem pengelolaan Danau Rawa Pening.
Berdasarkan konsep pengelolaan kolaboratif, permasalahan kerusakan sumberdaya alam tidak hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan teknis,
melainkan juga diperlukan penyelesaian yang lebih holistik dengan melibatkan seluruh stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan. Adanya kesadaran dan
distribusi tanggung jawab secara formal dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pengelolaan ditujukan untuk menetapkan bentuk peranserta yang setara.
6.3 Implikasi Keilmuan