13 tersebut telah muncul dari resiko dan bahaya terkait keamanan pangan dan telah
terintegrasi ke dalam wacana penelitian masyarakat terkait perubahan lingkungan global. Beberapa kerangka konseptual telah diusulkan dengan menggabungkan
konsep-konsep untuk menjelaskan proses secara umum yang mengacu pada kerentanan masyarakat dan tempat. Tujuan utama dari penilaian kerentanan
adalah mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerentanan.
Kompleksitas sistem sosial-ekologi sering menyulitkan dalam mengidentifikasi kerentanan. Hal ini menjadi tantangan terutama untuk penilaian di tingkat lokal
dan nasional yang berfokus pada evaluasi kerentanan masyarakat atau tempat yang disebabkan oleh satu atau banyak tekanan, tanpa secara eksplisit menyatakan
karakteristik masyarakat dan tempat yang dianggap rentan. Isu kerentanan pada umumnya terkait dengan topik pembangunan
berkelanjutan. Konsep kerentanan menjadi bagian dari batasan keberlanjutan, seperti konsep standar keamanan minimum, standar mutu, daya dukung
lingkungan, kapasitas lingkungan, maximum sustainable yield, beban kritis, dan ruang pemanfaatan lingkungan hidup. Batasan keberlanjutan sedikitnya memiliki
empat atribut, yaitu 1 dinyatakan dalam satu atau lebih parameter yang terukur, 2 parameter tersebut terhubung ke sasaran keberlanjutan, 3 parameter memiliki
suatu skala geografis yang sesuai, dan 4 parameter memiliki dimensi waktu yang relevan. Parameter-parameter tersebut idealnya harus merencanakan faktor-faktor
kuantitatif, tetapi dalam kenyataannya sering disajikan informasi kualitatif yang tidak jelas dan tidak lengkap Adrianto dan Matsuda 2002.
2.4 Resiliensi Resilience
Konsep resiliensi dalam sistem ekologi diperkenalkan oleh Holling pada tahun 1973 dalam Annual Review of Ecology and Systematics mengenai hubungan
antara resiliensi dan stabilitas. Tujuannya untuk menjelaskan model perubahan dalam struktur dan fungsi sistem ekologi. Gagasan resiliensi berkembang sebagai
sebuah konsep untuk memahami dan mengelola sistem manusia dan alam. Beberapa ahli ekologi mempertimbangkan resiliensi sebagai ukuran seberapa
cepat sistem dapat kembali pada kondisi keseimbangan setelah adanya gangguan.
14 Resiliensi sebagai ukuran seberapa jauh sistem dapat terganggu tanpa pergeseran
ke rejim yang berbeda Walker et al. 2006. Menurut Adrianto dan Matsuda 2004, terdapat dua konsep yang agak
berbeda terkait dengan resiliensi. Konsep yang pertama mengacu pada beberapa sifat sistem yang mendekati keseimbangan tetap. Konsep yang kedua
dipromosikan oleh Holling 1973, yaitu menggambarkan sebagian gangguan yang dapat diserap sebelum sistem berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Mengacu konsep yang kedua, resiliensi memusatkan pada perkiraan tingkat gangguan atau external shocks yang merepresentasikan indeks kerentanan.
Resiliensi bertujuan menghindarkan sistem sosial-ekologi berpindah ke formasi yang tidak dikehendaki. Hal ini bergantung pada sistem yang dapat
menanggulangi external shocks walaupun berhadapan dengan ketidakpastian. Pada gilirannya membutuhkan pemahaman dimana resiliensi berada di dalam
sistem, dan kapan serta bagaimana dapat bertahan atau hilang. Proses peningkatan resiliensi untuk perubahan yang tidak terduga, berbeda dengan proses untuk
memperbaiki kinerja sistem selama masa pertumbuhan dan keseimbangan. Keduanya diperlukan tetapi lebih ditekankan pada ekosistem yang sudah
dimanfaatkan manusia. Pengambilan keputusan melalui proses analisis kebijakan yang memaksimalkan kegunaan atau memperkecil kerugian Walker et al. 2002.
Konsep resiliensi berusaha untuk memahami sumber dan peran perubahan, khususnya jenis perubahan transformasi dalam sistem kapasitas beradaptasi
Redman dan Kinzig 2003. Kapasitas beradaptasi merupakan kemampuan sistem sosial-ekologi untuk menghadapi situasi baru tanpa kehilangan pilihan dimasa
depan. Dalam hal ini, resiliensi merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas berdaptasi. Kapasitas beradaptasi dalam sistem ekologi terkait dengan
keanekaragaman genetik, keanekaragaman biologi, kemajemukan lansekap. Dalam sistem sosial, keberadaan institusi dan jaringan pembelajaran yang
memiliki pengetahuan, pengalaman dalam pemecahan masalah, serta keseimbangan kekuatan diantara kelompok kepentingan memiliki peran penting
dalam kapasitas beradaptasi. Resiliensi ekologi sistem perairan dan lahan basah sebagai jumlah
gangguan dimana sistem dapat menyerap tanpa perubahan struktur dan komposisi.
15 Resiliensi ekologi terkait dengan perubahan variabel secara perlahan seperti tanah
atau kandungan nutrien, struktur habitat, laut, dan faktor iklim. Resiliensi telah diuji dengan gangguan dalam bentuk kekeringan atau siklus banjir dan
sedimentasi. Resiliensi erosi merupakan hasil dari intervensi manusia yang menstabilkan proses ekosistem, seperti mitigasi dari banjir dan kekeringan atau
kebakaran Gunderson et al. 2006. Menurut Folke et al. 2002, terdapat empat faktor penting yang saling
berhubungan untuk mengatasi dinamika sumberdaya alam selama perubahan dan re-organisasi, yaitu 1 belajar dengan perubahan dan ketidakpastian,
2 memelihara keragaman, 3 mengkombinasikan berbagai macam pengetahuan, dan 4 menciptakan peluang untuk pengorganisasian diri.
2.5 Konflik dalam Pemanfaatan Sumberdaya Alam