Kerentanan Vulnerability Collaborative management model of inland water in Rawa Pening Lake Central Java Province

12 skala lokal maupun regional dalam konteks peningkatan resiliensi sistem sosial- ekologi seperti disajikan pada Tabel 1, yaitu 1 pemeliharaan ekosistem melalui pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, 2 proses pembelajaran untuk merespon dampak lingkungan dan hubungan sosial, 3 keanekaragaman dalam konteks sistem ekologi, serta 4 modal sosial dan kelembagaan masyarakat yang memiliki legitimasi. Tabel 1 Tindakan skala lokal dalam peningkatan resiliensi sistem sosial-ekologi terkait kerentanan sumberdaya perikanan No Kerentanan Tindakan Skala Lokal 1 Sensitivitas terhadap bencana dan kerusakan sumberdaya alam 1 Pemeliharaan ekosistem melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan 2 Pemeliharaan memori atas pola pemanfaatan sumberdaya, proses pembelajaran untuk merespon dampak lingkungan dan hubungan sosial 2 Kapasitas adaptif 1 Keanekaragaman dalam konteks sistem ekologi 2 Keanekaragaman dalam konteks teori sosial- ekonomi 3 Modal sosial dan kelembagaan masyarakat yang memiliki legitimasi Sumber: Modifikasi Adger et.al. 2005 diacu dalam Hartoto et al. 2009

2.3 Kerentanan Vulnerability

Konsep kerentanan didefinisikan sebagai atribut yang potensial dari suatu sistem untuk dirusakkan oleh dampak-dampak yang bersifat exogenous. Dalam hal ini, tingkat gangguan eksternal diperkirakan dengan menggunakan variabel- variabel ekologi dan ekonomi dalam menyusun indeks kerentanan. Tujuan dari suatu indeks kerentanan adalah untuk menaksir tingkat gangguan eksternal pada suatu sistem. Berbagai potensi kerusakan yang dianggap berbahaya adalah resiko- resiko secara antropogenik dan alamiah. Resiko-resiko adalah suatu kejadian dan proses-proses yang dapat mempengaruhi integritas biologi atau kesehatan ekosistem. Manusia dan lingkungan alami sudah memiliki kapasitas untuk menyerap gangguan yang kapasitasnya kecil. Semakin besar tingkat kerentanan, pada gilirannya akan menjadi penghalang yang lebih besar pada pembangunan berkelanjutan Adrianto dan Matsuda 2002, 2004. Menurut Luers 2005, karakteristik kerentanan, yaitu sensitivitas, exposure , dan kapasitas adaptasi bukanlah merupakan hal yang baru. Konsep 13 tersebut telah muncul dari resiko dan bahaya terkait keamanan pangan dan telah terintegrasi ke dalam wacana penelitian masyarakat terkait perubahan lingkungan global. Beberapa kerangka konseptual telah diusulkan dengan menggabungkan konsep-konsep untuk menjelaskan proses secara umum yang mengacu pada kerentanan masyarakat dan tempat. Tujuan utama dari penilaian kerentanan adalah mengidentifikasi masyarakat atau tempat yang paling rentan terhadap bahaya dan mengidentifikasi tindakan untuk mengurangi kerentanan. Kompleksitas sistem sosial-ekologi sering menyulitkan dalam mengidentifikasi kerentanan. Hal ini menjadi tantangan terutama untuk penilaian di tingkat lokal dan nasional yang berfokus pada evaluasi kerentanan masyarakat atau tempat yang disebabkan oleh satu atau banyak tekanan, tanpa secara eksplisit menyatakan karakteristik masyarakat dan tempat yang dianggap rentan. Isu kerentanan pada umumnya terkait dengan topik pembangunan berkelanjutan. Konsep kerentanan menjadi bagian dari batasan keberlanjutan, seperti konsep standar keamanan minimum, standar mutu, daya dukung lingkungan, kapasitas lingkungan, maximum sustainable yield, beban kritis, dan ruang pemanfaatan lingkungan hidup. Batasan keberlanjutan sedikitnya memiliki empat atribut, yaitu 1 dinyatakan dalam satu atau lebih parameter yang terukur, 2 parameter tersebut terhubung ke sasaran keberlanjutan, 3 parameter memiliki suatu skala geografis yang sesuai, dan 4 parameter memiliki dimensi waktu yang relevan. Parameter-parameter tersebut idealnya harus merencanakan faktor-faktor kuantitatif, tetapi dalam kenyataannya sering disajikan informasi kualitatif yang tidak jelas dan tidak lengkap Adrianto dan Matsuda 2002.

2.4 Resiliensi Resilience