47 nilai komposit indeks kerentanan atau Composite Vulnerability Index CVI yang
memiliki kisaran dari 0 hingga 1 atau 0 ≤CVI≤1. Dalam hal ini, nilai CVI yang
mendekati batas bawah memiliki tingkat kerentanan rendah, nilai sekitar pertengahan memiliki tingkat kerentanan sedang, dan nilai yang mendekati batas
atas memiliki tingkat kerentanan tinggi.
3.6.4 Analisis Resiliensi
Pengelolaan resiliensi bertujuan menghindarkan sistem sosial-ekologi berpindah ke formasi yang tidak dikehendaki dengan bergantung pada
kemampuan sistem dalam menanggulangi gangguan eksternal dan ketidakpastian. Hal ini diperoleh dengan melakukan analisis resiliensi sosial-ekologi dengan
mengacu konsep yang dikembangkan Walker et al. 2002. Terdapat empat tahap dalam melakukan analisis resiliensi dengan masukan dari stakeholders untuk
menghasilkan tindakan pengelolaan, seperti disajikan pada Gambar 8.
Tindakan Pengelolaan dan
Kebijakan Deskripsi Sistem:
Proses Kunci, Ekosistem, Struktur dan Pelaku
3 – 5 skenario
Integrasi Teori Mengkaji
Kejutan Eksternal
Mengkaji Kebijakan
Masuk Akal Mengkaji
Visi
Analisis Resiliensi
Evaluasi Stakeholders Proses dan Produk
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Gambar 8 Tahapan analisis resiliensi Walker et al. 2002
48 Gambar 8 menunjukkan, bahwa analisis resiliensi dimulai dengan
mendeskripsikan sistem, baik ekosistem danau maupun masyarakat sekitar danau. Deskripsi sistem bertujuan untuk mengembangkan suatu model konseptual dari
sistem sosial-ekologi berdasarkan masukan dari stakeholders. Tahap selanjutnya adalah mengkaji gangguan yang bersifat eksternal, termasuk hasil yang tidak
terkontrol dan pemicu lainnya yang bertujuan untuk mengembangkan batasan skenario di masa depan.
Selanjutnya dari tahap 1 dan 2 dihasilkan dua informasi, yaitu isu utama tentang kondisi sistem di masa depan, serta bagaimana sistem dapat menyesuaikan
terhadap pengaruh perubahan. Tahapan pada analisis resiliensi bertujuan mengidentifikasi variabel penggerak dan proses dalam sistem yang dianggap
penting oleh stakeholders. Tahap akhir dari analisis resiliensi adalah evaluasi terhadap seluruh proses untuk menghasilkan tindakan pengelolaan dan kebijakan.
3.6.4 Analisis Interpretative Structural Modelling ISM
Teknik permodelan Interpretative Structural Modelling ISM adalah proses pengkajian kelompok, dimana model-model struktural dihasilkan guna
menganalisis perihal yang kompleks dari sebuah sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat Eryatno dan
Sofyar 2007. Dalam penelitian ini, prosedur teknik permodelan dilakukan dengan mengacu metode yang dikembangkan Saxena et al. 1992; Marimin 2004;
Eryatno dan Sofyar 2007 dengan perangkat lunak Modul ISM VAXO. Elemen-elemen yang distrukturisasi mencakup elemen 1 kelompok
masyarakat yang terpengaruh, 2 kendala utama dalam pengelolaan, 3 tujuan pengelolaan, 4 lembaga yang terlibat dalam pengelolaan, serta 5 aktivitas
pengembangan dalam pengelolaan Saxena 1992. Elemen-elemen tersebut dijabarkan ke dalam sub-elemen pengembangan yang diperoleh dari proses
pengkajian literatur, wawancara dengan stakeholders, dan diskusi dengan pakar. Setelah sub-elemen pada masing-masing elemen teridentifikasi,
selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antara sub-elemen yang terkandung adanya suatu pengarahan dalam terminologi sub-ordinat yang menuju pada
perbandingan berpasangan. Keterkaitan antar sub-elemen pada perbandingan
49 berpasangan dilakukan oleh pakar. Apabila jumlah pakar lebih dari satu, maka
dilakukan perataan. Penilaian hubungan kontekstual pada matriks perbandingan berpasangan menggunakan simbol V, A, X, atau O, dimana:
V adalah jika elemen e
ij
= 1 dan e
ji
= 0 A adalah jika elemen e
ij
= 0 dan e
ji
= 1 X adalah jika elemen e
ij
= 1 dan e
ji
= 1 O adalah jika elemen e
ij
= 0 dan e
ji
= 0 Pengertian nilai e
ij
= 1 adalah ada hubungan kontekstual antara sub elemen ke-i dan ke-j, sedangkan nilai e
ij
= 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara sub-elemen ke-i dan ke-j. Hasil penilaian tersebut disusun dalam Structural Self
Interaction Matrix SSIM yang dibuat dalam bentuk tabel Reachability Matrix
RM dengan mengganti V, A, X, dan O menjadi bilangan 1 dan 0. Selanjutnya matriks tersebut dikoreksi sampai menjadi matriks tertutup yang memenuhi aturan
transitivitas, yaitu memenuhi kelengkapan dari lingkaran hubungan sebab-akibat. Klasifikasi sub-elemen mengacu pada hasil olahan dari Reachability
Matrix RM yang telah memenuhi aturan transitivitas. Hasil olahan tersebut
diperoleh nilai Driver-Power DP dan Dependence D untuk menentukan klasifikasi sub-elemen. Secara garis besar, klasifikasi sub-elemen digolongkan
dalam empat sektor, yaitu: 1
Sektor 1: weak driver-weak dependent variables AUTONOMOUS. Sub- elemen yang termasuk dalam sektor ini pada umumnya tidak berkaitan dengan
sistem, dan mungkin mempunyai sedikit hubungan, walaupun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub-elemen yang masuk pada sektor 1 jika nilai
DP ≤0,5X dan nilai D≤0,5X X adalah jumlah sub-elemen.
2 Sektor 2: weak driver-strongly dependent variables DEPENDENT. Sub-
elemen yang termasuk dalam sektor ini adalah sub-elemen tidak bebas. Sub- elemen yang masuk pada sektor 2 jika nilai DP
≤0,5X dan nilai D0,5X X adalah jumlah sub-elemen.
3 Sektor 3: strong driver-strongly dependent variables LINKAGE. Sub-
elemen yang termasuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara sub-elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub-elemen
akan memberikan dampak pada sub-elemen lainnya dan pengaruh umpan
50 baliknya dapat memperbesar dampak. Sub-elemen yang masuk pada sektor 3
jika nilai DP0,5X dan nilai D0,5X X adalah jumlah sub-elemen. 4
Sektor 4: strong driver-weak dependent variables INDEPENDENT. Sub- elemen yang termasuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan
disebut peubah bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 4 jika nilai DP0,5X dan nilai D
≤0,5X X adalah jumlah sub-elemen.
3.7 Definisi Operasional