Farmer’s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Keterpaduan Pasar

23 penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen. Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga pemaasaran satu dengan lembaga pemasaran lainnya dalam saluran pemasaran suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin pemasaran. Pada umumnya besarnya marjin pemasaran merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya efisiensi pemasaran. Marjin pemasaran yang rendah belum tentu dapat mencerminkan pasar itu sudah efisien. Namun, marjin yang tinggi juga tidak selalu ditunjukkan oleh adanya keuntungan pedagang yang berlebihan. Hal ini karena besarnya marjin pemasaran tersebut pada dasarnya merupakan total biaya pemasaran yang meliputi biaya operasional pemasaran yang dikeluarkan pedagang biaya pengangkutan, penyimpanan, sortasi, grading dan keuntungan pedagang Irawan 2007. Ketika nilai margin pemasaran tinggi sebagai akibat adanya pengolahan dan penanganan produk lebih lanjut dan berdampak pada peningkatan kepuasan konsumen maka tingginya marjin pemasaran mengindikasikan sistem pemasaran tersebut berlangsung secara efisien. Nilai marjin pemasaran dipengaruhi oleh sifat barang yang diperdagangkan, tingkat pengolahan, biaya pemasaran, keuntungan lembaga pemasaran, harga eceran dan harga produsen. Sifat komoditas atau barang juga mempengaruhi marjin pemasaran dan jarak antar daerah produsen dengan konsumen, serta biaya-biaya tidak resmi Azzaino 1982 : Mubyarto 1979.

3.1.7 Farmer’s Share

Salah satu indikator untuk melihat efisiensi pemasaran yaitu dapat dilihat dengan membandingkan bagian yang diterima petani farmer’s share terhadap harga yang dibayarkan konsumen akhir Limbong dan Sitorus 1985. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran artinya semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh petani semakin rendah yang secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Fs x 100 24 Keterangan : Fs = Persentase yang diterima petani, Pf = Harga di tingkat petani, Pr = Harga di tingkat konsumen

3.1.8 Rasio Keuntungan dan Biaya

Asmarantaka 2009, efisiensi operasional lebih tepat menggunakan rasio antara keuntungan π dengan biaya C karena pembanding oppurtunity cost dari biaya adalah keuntungan, sehingga indikatornya adalah πC dan nilainya harus positif 0. Menurut Limbong dan Sitorus 1985, tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio keuntungan biaya πC Keterangan : πi = keuntungan lembaga pemasaran, Ci = biaya pemasaran.

3.1.9 Keterpaduan Pasar

Keterpaduan pasar penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada pasar. Menurut Asmarantaka 2009, keterpaduan pasar merupakan indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuan akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya. Keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya misalnya perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan atau ditransfer secara cepat ke pasar lain sehingga fluktuasi perubahan harga terjadi pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran 25 perubahan yang sama. Hal tersebut pada gilirannya merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan bagi produsen Heytens 1986. Analisis keterpaduan pasar erat kaitannya dengan analisis struktur pasar. Menurut Comforti 2004, integrasi harga yang simetris terjadi pada pasar yang menganut prinsip law of one price artinya jika harga pada suatu pasar mengalami peningkatan maka pasar yang menjual produk yang sama akan merespon perubahan harga tersebut mengikuti harga yang terjadi di pasar. Hal ini menandakan bahwa pasar sudah terintegrasi dengan baik dan sudah efisien karena persebaran informasinya merata yang dapat dilihat melalui respon yang ditimbulkan terhadap perubahan harga tersebut. Keterpaduan pasar digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar pasar produsen petani dan pasar acuan Pasar Induk Kramat Jati. Suatu pasar dikatakan terpadu dengan baik apabila harga pada suatu lembaga pemasaran diteruskan kepada lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. Adanya keterpaduan pasar juga menunjukkan transmisi harga yang baik antara pelaku. Hal ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan dan pola komunikasi yang baik antar pelaku. Tingkat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan apabila arus informasi berjalan dengan lancar dan seimbang, tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi yang dihadapi oleh lembaga pemasaran di atasnya, sehingga dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga Sianturi 2005. Keterpaduan pasar dapat diukur dengan menggunakan pendekatan, yaitu 1 metode korelasi r, 2 metode regresi sederhana, 3 hubungan lag bersebaran autoregresif Autoregressive Distribute Lag antara harga di tingkat pasar acuan dan pasar pengikut. Menurut Ravallion 1986 model keterpaduan pasar autoregresif dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar acuan dengan mempertimbangkan harga pada waktu yang lalu t-1 dan harga pada saat ini t. Aktivitas pasar-pasar tersebut 26 dihubungkan oleh adanya arus komoditi, sehingga harga dan jumlah komoditi yang dipasarkan akan berubah jika terjadi perubahan harga di pasar lain. Hubungan antara kedua pasar dapat dibedakan ke dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Model statistik yang mampu menjelaskan perubahan harga pada pasar lokal sebagai fungsi dari beberapa variabel bebas menurut Heytens 1986 adalah sebagai berikut : P it - P it-1 = ß + 1+ ß 1 P it-1 + ß 2 P jt - P jt-1 + ß 3 - ß 1 P jt-1 + ß 4 X t + e t ……..1 Keterangan: P it = Harga di tingkat pasar lokal pada waktu ke-t rupiahkilogram P it-1 = Harga di tingkat pasar lokal pada waktu ke t-1 rupiahkilogram P jt = Harga di tingkat pasar rujukanacuan pada waktu ke-t rupiahkilogram P jt-1 =Harga di tingkat pasar rujukanacuan pada waktu ke t-1 rupiahkilogram X t = Peubah exogenus musim panen atau regional ß i = Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n e t = Random error Jika diasumsikan bahwa deret waktu di pasar lokal dan pasar acuanmempunyai pola musim yang sama, maka tidak perlu memasukkan peubah boneka X t untuk musim setempat, persamaan dapat disederhanakan lagi menjadi: P it = b + b 1 P it-1 + b 2 P jt - P jt-1 + b 3 P jt-1 + e t ………..2 Dimana: b 1 = 1+ ß 1 , b 2 = ß 2 , b 3 = ß 3 - ß 1 b 1 = Koefisien perubahan harga di tingkat pasar lokal b 2 = Koefisien perubahan margin harga di tingkat pasar acuan b 3 =Koefisien perubahan harga di tingkat pasar acuan Berdasarkan persamaan 2 dapat diketahui bahwa koefisien b 2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan diteruskan ke pasar lokal. Keterpaduan pasar dalam jangka panjang dicapai jika b 2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dan proposional dengan persentase yang 27 sama.Tentunya b 2 tidak harus sama dengan satu, meskipun informasi perubahan harga ditingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar lokal. Jika P jt - P jt-1 = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka pendek, berarti koefisien b 2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga 1+ ß 1 dan ß 3 - ß 1 menjelaskan kontribusi relatif dari pasar lokal pada saat diinginkan. Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar IMC = Index Market connection. IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar lokal terhadap bentuk harga pasar acuannya. Nilai IMC ini dapat digunakan untuk mengetahui keterpaduan pasar dalam jangka pendek. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : IMC = atau IMC = Jika harga yang terjadi di pasar rujukan pada waktu sebelumnya merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga yang terjadi di suatu pasar lokal tertentu, berarti kedua pasar tersebut terhubungkan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa informasi permintaan dan penawaran di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal dan akan mempengaruhi harga yang terjadi di pasar lokal tersebut. Jika koefisien b 1 = 0 dan b 3 0 maka nilai IMC = 0 artinya harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pada pasar lokal sekarang. Hal ini berarti pasar tersebut berada dalam keadaan integrasi jangka pendek yang kuat. Jika koefisien b 1 0 dan koefisien b 3 = 0, maka IMC menjadi tak hingga. Hal ini menunjukkan pasar tersebut mengalami segmentasi pasar. Integrasi pasar jangka pendek akan cenderung terjadi pada kondisi dimana b 1 b 3 sehingga nilai IMC antara 0 dan 1. Semakin mendekati nol maka derajat integrasi pasar jangka pendek relatif tinggi. Jika nilai b 2 = 1 berarti bahwa pasar berada dalam keseimbangan jangka panjang yang kuat dimana kenaikan harga di pasar rujukan akan segera diteruskan ke pasar lokal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa koefisien b 2 digunakan untuk mengetahui keterpaduan jangka panjang dan IMC untuk mengetahui ketertpaduan pasar jangka pendek. Keterpaduan jangka pendek 28 disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar-pasar yang secara geografis terpisah melalui aliran informasi dan komoditas.

3.1.10 Efisiensi Pemasaran

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

7 79 91

Respon Pertumbuhan Tiga Varietas Cabai Rawit (Capsicum frutescens L. ) Pada Beberapa Tingkat Salinitas

8 72 64

Respons Ketahanan Lima Varietas Cabai merah (Capsicum Annum l.) Terhadap Berbagai Konsentrasi Garam NaCl Melalui Uji Perkecambahan

5 96 40

Penghambatan Layu Fusarium Pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Yang Dienkapsulasi Alginat-Kitosan Dan Tapioka Dengan Bakteri Kitinolitik

2 54 54

Efektifitas Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Spp.Pada Ovitrap

10 100 96

Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum annum L.) Terhadap Beberapa Aplikasi Pupuk Dengan Sistem Hidroponik Vertikultur

3 45 96

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

10 71 134

Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut

1 39 232

Pendapatan Usahatani dan Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut

1 6 28