36
4.4.8 Analisis Keterpaduan Pasar
Analisis keterpaduan pasar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pembentukan harga cabai rawit merah pada suatu tingkat lembaga pemasaran
dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Penelitian ini menganalisis keterpaduan pasar tingkat petani dengan Pasar Induk Kramat Jati.
Data harga yang digunakan adalah data mingguan. Analisis indeks keterpaduan pasar antara harga di pasar lokal dan harga dipasar acuan rujukan dapat diukur
dengan menggunakan metode IMC. Penyusunan persamaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi sederhana OLS dimana persamaannya sebagai
berikut: P
it
= b
1
P
it-1
+ b
2
P
jt
- P
jt-1
+ b
3
P
jt-1
+ e
t
Keterangan : P
it
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar lokal pada waktu ke t rupiahkilogram
P
it-1
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar lokal pada waktu ke t-1 rupiahkilogram
P
jt
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar rujukanacuan pada waktu ke t rupiahkilogram
P
jt-1
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar rujukanacuan pada waktu ke t-1 rupiahkilogram
bi = Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n
e
t
= Random error
4.4.9 Pengujian Hipotesis
Untuk menguji apakah secara statistik peubah bebas yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tidak bebas dapat dilakukan uji
statistik t dan uji statistik F. Uji statistik t dapat digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah, apakah secara terpisah dan apakah
peubah ke-i berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak, apakah peubah-peubah bebas
secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari peubah tidak bebas.
37 Pengujian dari masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student,
dengan hipotesis: H
: b
1
= 0 H
1
: b
1
≠ 0 Pengujian dengan t hitung :
bi - 0 t hitung =
Se bi Keterangan: Se bi adalah standar error parameter dugaan bi
Kriteria uji : t hitung t tabel : terima H t hitung t tabel : tolak H
Jika hipotesa nol ditolak, berarti peubah yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima, maka peubah
yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bebas. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak adalah :
H : b
1
= b
2
= ...... = b
k
= 0 H
: b
1
≠ b
2
≠ ...... ≠ b
k
≠ 0 Statistik uji yang digunakan dalam uji F adalah :
SSR k-1 Fhit =
SSR n-k Dengan derajat bebas k-1, N-k,
Keterangan : SSR
= Jumlah kuadrat regresi SSE = Jumlah kuadrat sisa
N = Jumlah pengamatan
k = Jumlah parameter
Kriteria uji : t hitung t tabel : terima H t hitung t tabel : tolak H
38 Jika hipotesa nol ditolak berarti minimal ada satu peubah yang digunakan
berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima berarti secara bersama peubah yang digunakan tidak bisa menjelaskan
variasi dari peubah tidak bebas. Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antar pengamatan. Uji autokorelasi ini menggunakan uji Durbin
Watson. Pengujian dengan metode ini dilakukan karena di dalam model terdapat variabel lag. Pengujian ini digunakan dengan hipotesa :
H : ρ = 0 dan H
1
: ρ ≠ 0 Sedangkan koefisien Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
∑e
t
-e
t-1
dw = ∑e
2
t Keterangan :
dw = Nilai Durbin Watson
e
t
-e
t-1
= Lag nilai kesalahan e e
2
t = Kuadrat nilai kesalahan
Koefisien Durbin watson d hitung dibandingkan dengan nilai tabel dU dan nilai dL. Jika nilai d hitung dL maka terdapat autokorelasi + dan d
hitung 4-dL terdapat autokorelasi -. Jika nilai d hitung terdapat pada daerah lain, maka tidak terdapat autokorelasi antar pengamatan. Artinya model dapat
digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Untuk mengetahui apakah suatu pasar terpadu dalam jangka panjang
maupun jangka pendek, maka dilakukan pengujian hipotesis terhadap keterpaduan pasar.
1. Keterpaduan Pasar Jangka Panjang
H : b
2
= 1 H
: b
2
≠ 1 Pengujian dengan t hitung :
b
2
- 1 t hitung =
Se b
2
Keterangan : Se b2 adalah standar error parameter dugaan b2.
39 Apabila t hitung t tabel maka terima H
yang artinya kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya t hitung t tabel, maka tolak H
hipotesis al alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.
2. Keterpaduan Pasar Jangka Pendek
H : b
1
b
3
= 0 H
: b
1
b
3
≠ 0 Keterangan : b
1
b
3
= 0 setara dengan b
1
= 0, sehingga hipotesis sebagai berikut:
H : b
1
= 0 H
: b
1
≠ 0 b
1
- 0 t hitung =
Se b
1
Apabila t hitung t tabel maka terima H secara statistik, yang
artinya kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika t hitung t tabel, maka tolak H
dan hipotesa alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek.
40
V.
GAMBARAN
UMUM PENELITIAN 5.1
Keadaan Pertanian di Kabupaten Garut
Kabupaten Garut terletak di Propinsi Jawa Barat bagian selatan dan memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha 3.065,19 km². Secara
administratif, sampai saat ini Kabupaten Garut mempunyai 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 403 desa. Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut,
pertanian masih merupakan sektor andalan. Secara nasional, Kabupaten Garut belum menjadi salah satu sentra produksi pangan, tetapi untuk lingkup Jawa Barat
berpotensi kuat menjadi sentra produksi padi, jagung, dan kedelai. Namun dari sektor hortikultura, Kabupaten Garut menjadi salah satu sentra produksi
sayuran.dan sebagian besar sayuran yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Garut adalah sayuran dataran tinggi yang mempunyai nilai ekonomis cukup
tinggi. Beberapa sayuran yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan pertama adalah kentang, cabai cabai besar dan cabai rawit , dan tomat LPPD
Kabupaten Garut 2010. Berikut perbandingan luas tanam ketujuh komoditas
tersebut pada tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 4 dimana luas tanam dan luas panen ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Gambar 4.
Perbandingan Luas Lahan Padi, Jagung, Kedelai, Kentang, Tomat, Cabai Besar, dan Cabai Rawit di Kabupaten Garut Tahun 2011.
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012.
41 Padi, jagung, dan kedelai jika dilihat produksi dan produktivitasnya
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Realisasi produksi padi tahun 2009 mencapai 804.457 ton atau 110,18 persen bila dibandingkan dengan realisasi
tahun 2008 730.167 atau naik sebesar 9,23 persen bila dibandingkan dengan produksi pada tahun 2009 dan di tahun 2010 terus mengalami peningkatan sebesar
21,44 persen. Sedangkan komoditas jagung juga mengalami peningkatan sebesar 12,91 persen pada tahun 2010. Adapun produksi kedelai tahun 2009 mencapai
12.647 ton biji kering dan terus mengalami peningkatan sebesar 32 persen di tahun 2010.
Tabel 4. Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai di Kabupaten
Garut Tahun 2008-2010.
Komoditas Produksi Ton
2008 2009
2010 Padi
730.167 804.457
918.735 Jagung
336.025 367.790
422.309 Kedelai
7.857 12.647
18.601 Komoditas
Produktivitas TonHa Padi
5,596 5,938
6,224 Jagung
6,016 6,513
6,92 Kedelai
1,407 1,516
1,624
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
Dilihat dari sektor hortikultura khususnya sayuran, secara ekologis, faktor alam tipe iklim di beberapa daerah Kabupaten Garut sangat cocok untuk
pengembangan komoditas sayuran seperti kentang, tomat, dan cabai. Varietas kentang yang dominan digunakan di Kabupaten Garut ialah granola dan atlantik.
Adapun tomat yang sering diusahakan oleh petani di Kabupaten Garut terdiri dari berbagai jenis, dari jenis lokal hingga benih hasil hibrida. Sedangkan untuk
komoditas cabai merah yang sering diusahakan oleh petani di Garut terdiri dari berbagai jenis, dari jenis lokal hingga benih hasil hibrida. Varietas cabai besar
yang dominan digunakan oleh petani yaitu di Kabupaten Garut ialah biola, fantastic, dan tanjung. Sedangkan varietas cabai rawit yang dominan digunakan di
Kabupaten Garut ialah inul yang merupakan varietas lokal.
42
Gambar 5. Perbandingan Luas Tanam Kentang, Tomat dan Cabai di
Kabupaten Garut Tahun 2009-2011.
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
Pada gambar 5 dapat dilihat luas tanam kentang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 luas tanam kentang mencapai 6.065 ha atau
mengalami peningkatan 2,407 persen dari tahun 2010 seluas 5.919 ha. Sedangkan produksi dan produktivitas mengalami fluktuasi. Tanaman tomat, cabai besar, dan
cabai rawit merupakan tanaman tumpang sari sehingga luas tanam, produksi, dan produktivitas setiap tahunnya cenderung fluktuasi.
Tabel 5. Produksi, dan Produktivitas Kentang, Tomat, dan Cabai di Kabupaten
Garut Tahun 2009-2011
Komoditas Produksi Ton
2009 2010
2011 Kentang
120.048 143.342
127.090 Tomat
100.912 100.248
98.142 Cabai Besar
70.641 79.492
80.390 Cabai Rawit
19.251 17.178
22.628 Komoditas
Produktivitas TonHa Kentang
23,42 22,05
22,22 Tomat
28,17 27,23
27,41 Cabai Besar
14,85 14,41
14,45 Cabai Rawit
12,73 12,13
12,51
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
43 Varietas granola biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar-
pasar tradisional sedangkan untuk varietas atlantik biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri-industri seperti keripik kentang baik dalam skala
industri kecil maupun besar. PT. Indofood Fritolay Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku industri yang menjalin sebuah hubungan kemitraan dengan
banyak petani kentang di berbagai daerah termasuk Kabupaten Garut guna memenuhi kebutuhan supply input ke pabriknya. Berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa petani, harga yang diberikan oleh PT. Indofood Fritolay Sukses Makmur terhadap petani kentang adalah berkisar antara Rp 5.000
– Rp 5.250 per kilogram. Harga tersebut berada diatas rata-rata harga pasar yang hanya
berkisarRp 4.000 – Rp 4.500 per kilogram untuk kentang yang termasuk varietas
atlantik. Adapun komoditas tomat yang menunjukkan nilai produktivitas paling
tinggi jika dibandingkan dengan kentang dan cabai, namun produktivitas ini tidak diikuti dengan harga pasar yang baik. Harga rata-rata tomat di tingkat pasar
berkisar antara Rp 3.000 - Rp 6.000 per kilogram sedangkan di tingkat petani hanya berkisar Rp 500 - Rp 3.000 per kilogram.
Komoditas cabai besar memiliki kisaran harga rata-rata yang diterima di tingkat produsen berkisar antara Rp 5.000
– Rp 7.000 per kilogram dan dapat mencapai Rp 70.000 per kilogram di tingkat pasar sedangkan komoditas cabai
rawit merah memiliki kisaran harga antara Rp 4.000 – Rp 20.000 per kilogram di
tingkat petani dan dapat mencapai Rp 29.000 per kilogram di tingkat pasar. Hal tersebut terjadi akibat tingginya permintaan di pasar pada hari perayaan seperti
Idul Fitri. Beberapa daerah sentra produksi utama tanaman cabai rawit yaitu berada di Kecamatan Caringin, Kecamatan Talegong, Kecamatan Bungbulang,
dan Kecamatan Cigedug.
44
Tabel 6. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Rawit di Tingkat
Kecamatan Kabupaten Garut Tahun 2009-2011
Kecamatan Luas Panen Ha
2009 2010
2011 Caringin
318 180
283 Talegong
266 107
152 Bungbulang
162 142
139 Cigedug
162 152
254 Produksi Ton
Caringin 4.410
231 3.667
Talegong 3.134
1.220 1.831
Bungbulang 1.963
1.601 1.669
Cigedug 1.865
1.869 3.304
Produktivitas TonHa Caringin
138,68 128,17
129,58 Talegong
117,82 113,99
120,46 Bungbulang
121,17 112,75
120,07 Cigedug
115,12 122,94
130,08
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
5.2 Keadaan Umum Wilayah Desa Cigedug