Gambaran Umum Usahatani Cabai Rawit Merah

45 Penduduk Desa Cigedug berjumlah 10.201 jiwa yang terdiri dari 5.117 jumlah laki-laki dan 5.084 jumlah perempuan, dengan jumlah KK sebanyak 2.647 KK yang mayoritas memeluk agama islam. Secara umum masyarakat Desa Cigedug bermatapencaharian di sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani 59,3 persen. Jenis tanahnya terdiri dari Regosol 60 persen, Latosol 25 persen dan tanah Alluvial 15 persen dengan keadaan drainase 70 persen baik, 20 persen cukup baik dan 10 persen kurang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penanaman tanaman sepanjang tahun. Berdasarkan hasil analisis pengamatan curah hujan tiga tahun terakhir menunjukan bahwa rata-rata jumlah hari hujan 156 hari dan tipe iklim untuk Kecamatan Cigedug termasuk tipe iklim C agak basah, dimana setiap tahunnya antara 7-8 bulan basah dan 3-4 bulan kering. Keadaan iklim seperti ini membuat wilayah Desa Cigedug sesuai untuk pengembangan budidaya sayuran, seperti tomat, kentang,kol, cabai, terong, jagung, pecay, dan wortel.

5.3 Gambaran Umum Usahatani Cabai Rawit Merah

Produksi cabai rawit merah di Desa Cigedug melalui beberapa tahapan, mulai dari penyiapan lahan, penyemaian benih dan pembibitan, pemasangan mulsa, penanaman, pemeliharaan, hingga pemanenan dan pasca panen. Gambar 6. Komoditas Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug 1. Persiapan Lahan Pada tahap pertama dilakukan pengolahan tanah dengan cara lahan dibersihkan terlebih dahulu dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, plastik mulsa, dan sampah lainnya. Kemudian tanah dibajak dengan menggunakan alat cangkul dengan tujuan yaitu mengembalikan kondisi kesuburan tanah agar tetap gembur. 46 Kedalaman cangkul berkisar antara 20 cm hingga 30 cm agar akar tanaman dapat dengan leluasa memperoleh zat hara yang ada di dalam tanah. Pada umumnya petani cabai rawit merah di Desa Cigedug memiliki lahan dengan luas kurang dari 0,5 ha sehingga penggunaan cangkul akan lebih efisien dibandingkan menggunakan traktor. Setelah gembur tanah dibuat bedengan setinggi 30 cm hingga 40 cm, dengan lebar bedengan ± 100 cm, serta jarak antar bedengan ± 40 cm hingga 50 cm dengan tujuan agar bisa dilalui oleh petani. Sedangkan untuk panjang bedengan bergantung pada bentuk dan luas lahan yang dimiliki oleh petani. Pemupukan dasar siap dilakukan pada bedengan yang telah terbentuk, dengan pupuk kandang yaitu kotoran ayam maupun dari kotoran kambing atau domba. Dosis rata-rata pemupukan yang diberikan berkisar 1 ton per patok 0,04 ha dengan asumsi 1 kg pada satu tanaman. Pada tanah yang pHnya rendah, maka pengapuran dilakukan bersamaan dengan pemupukan. Tanah bedengan diaduk secara merata dan dibiarkan selama 2 minggu. Persiapan lahan ini pada umumnya menggunakan tenaga kerja pria sebanyak 2-3 orang, namun untuk lahan di atas 10.000 m 2 menggunakan tenaga kerja borongan. 2. Pemasangan Mulsa Pada umumnya, petani di Desa Cigedug melakukan pemasangan mulsa untuk menghindari gangguan gulma, hama penyakit, dapat menjaga suhu tanah dan kelembaban tanah relatif stabil serta dapat menghindari tercucinya pupuk oleh air hujan. Cara pemasangan yaitu tarik kedua ujung mulsa ke masing-masing ujung bedengan dengan arah memanjang dan kuatkan dengan pasak bilah bambu berbentuk U yang ditancapkan di setiap sisi bedengan, kemudian tarik sisi kanan dan kiri hingga permukaan atas bedengan tertutup rapat dan kuatkan lagi dengan pasak bilah bambu berbentuk U. Setelah pemasangan mulsa, selanjutnya mulsa dilubangi dengan menggunakan alat pembolong mulsa dengan jarak tanam yang diinginkan. Di desa Cigedug, pola mulsa yang dilubangi oleh para petani ada yang berbentuk sejajar dan ada pula yang berbentuk pola menyilang . Hal ini tergantung dari jenis tanaman sayuran yang ditumpangsarikan dengan cabai rawit merah. 47 Rata-rata petani responden menggunakan pola menyilang pada setiap bedengan. Dua lubang pada kedua sisi kanan dan kiri dengan masing jarak antar lubang 50 x50 cm atau 50 x 75 cm dan satu lubang yang berada di tengah kedua lubang kanan dan kiri dengan jarak antar lubang 30 x 30 cm. Plastik mulsa yang telah diukur kemudian dilubangi menggunakan alat pembolong mulsa yang dapat dibeli pada toko Saprotan seharga Rp 50.000,00 per buah. Gambar 7. Kegiatan Pemasangan Mulsa di Desa Cigedug 3. Penyemaian Benih dan Pembibitan Pembibitan dapat dilakukan oleh petani responden sendiri. Namun pada umumnya petani responden lebih memilih untuk membeli bibit langsung kepada petani lain yang melakukan pembibitan. Petani lebih memilih untuk membeli bibit yang telah jadi karena luas lahan yang dimiliki oleh rata-rata petani tidak terlalu besar. Penyemaian benih cabai rawit merah secara umum dapat dilakukan pada bedengan yang dibuat khusus untuk pembibitan atau menggunakan suatu media yang dinamakan “complong”. Media ini terbuat dari daun pisang yang dibentuk menyerupai tabung kecil yang berisikan campuran tanah dan kompos sebagai media. Jika disemai diatas bedengan maka jarak tebaran antara 3 –6 cm. Setelah benih ditebarkan, di atas benih tersebut ditaburkan pupuk kandang dan kompos. Setiap meter persegi luas bedengan diberi 5 –10 kilogram pupuk kandang. Benih yang ditebarkan harus dilindungi dari terpaan sinar matahari langsung ataupun air hujan. Di atas bedengan diberi naungan yang tingginya sekitar 1 m di bagian barat dan 1,5 m di bagian timur. 48 Untuk mendapatkan bibit yang siap tanam, tentunya semaian harus dirawat dengan baik. Secara umum, perawatan yang dilakukan antara lain penyiraman serta pengendalian serangan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore bila di bedengan penyemaian sangat panas. Bila udara dingin atau terjadi hujan, penyiraman dapat ditiadakan atau hanya sekali penyiraman saja yaitu pada pagi hari saja. Persemaian perlu dijaga dari kemungkinan serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang sering mengganggu persemaian antara lain semut, cacing dan jamur. Biasanya petani responden melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pengobatan secara alami, yaitu menggunakan daun sirsak, daun surai, ataupun bisa juga dengan daun sereh. Setelah berumur 1 –2 minggu setelah penebaran, bibit cabai rawit merah sudah mulai bertunas. Bila umur calon bibit sudah dua minggu, sebagian naungannya dibuang. Sisa naungannya dapat dibuang setelah umur bibit tersebut sudah 3 minggu dan bibit sudah siap dipindah kepada lahan untuk ditanam. Gambar 8. Kegiatan Pembibitan Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug 4. Penanaman Sebelum penanaman, perlu dilakukan penyemprotan insektisida ke dalam lubang tanam. Bibit cabai rawit merah ditempatkan di tengah lubang tanam dan selanjutnya dimasukkan sambil ditimbun media tanam hingga cukup padat. Hal ini bertujuan agar akar tanaman lebih kokoh dan tanaman tidak mudah goyah. Tanaman cabai rawit merah biasanya hanya mampu ditanam sebanyak 15.000 pohon. Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00- 09.00 WIB atau sore hari setelah pukul 15.00 WIB. Setelah penanaman, 49 penyiraman dapat langsung dilakukan. Terkadang pelindung tanaman juga diperlukan untuk tanaman cabai merah, fungsinya untuk melindungi tanaman agar tanaman tidak terkena sengatan sinar matahari secara langsung serta terhindar dari terpaan air hujan dan angin kencang. Setelah penanaman bibit, dilakukan penyemprotan awal untuk menghindari hama penyakit. Tenaga kerja yang digunakan cukup 2-3 orang, namun untuk lahan seluas 10.000 m 2 menggunakan tenaga kerja borongan sebanyak 20 orang. 5. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan selama masa proses produksi cabai rawit merah berlangsung. Pada tahap ini diperlukan perhatian dan waktu luang untuk mengawasi dan memelihara tanaman. Adapun kegiatan pemeliharaan tanaman cabai rawit merah yaitu penyulaman, penyiraman, pemasangan ajir, pemupukan tambahan, dan pengendalian hama penyakit. Penyulaman tanaman pada cabai rawit merah diperlukan untuk mengganti tanaman utama yang gagal tumbuh atau mati. Proses penyulaman ini dilakukan sejak satu hingga dua minggu setelah tanam. Caranya adalah dengan mengganti tanaman yang mati dengan tanaman yang baru. Bibit yang digunakan untuk penyulaman adalah sisa bibit yang masih ada. Adapun kegiatan penyiraman perlu dilakukan tiap hari terutama pada musim kemarau atau jika kondisi tanah tampak kering. Namun pada musim hujan, tidak perlu dilakukan secara rutin. Pemeliharaan selanjutnya yaitu pemasangan ajir yang dilakukan saat umur cabai rawit merah mencapai 4 minggu. Pemasangannya dilakukan dengan sistem ajir miring, caranya yaitu menancapkan dua bilah bambu secara menyilang secara sejajar pada percabangan tanaman cabai rawit merah mengikuti arah panjang bedengan. Masing-masing tanaman dipasangkan satu ajir. Antara ajir yang satu dengan ajir yang lainnya dihubungkan dengan bilah bambu memanjang atau melintang kemudian diikat dengan tali galar atau tali rafia. 50 a b Gambar 9. a Pemasangan Ajir, b Penggunaan Pupuk dan Obat-obatan Seminggu setelah penanaman, dapat pula dilakukan pemupukan tambahan. Tujuan pemupukan ini adalah agar cabai rawit merah yang ditanam mendapatkan cukup nutrisi makanan yang tersedia dalam tanah tanpa terjadi perebutan makanan antara masing-masing tanaman. Proses pemupukan dilakukan dengan teknik kocoran larutan hasil campuran pupuk dengan air dengan dosis tertentu. Hal ini dilakukan agar tanah yang sudah tetutup mulsa pada permukaan mudah menyerap nutrisi pupuk. Pupuk yang biasa digunakan petani responden adalah campuran dari pupuk kimia seperti TSP, KCL, KNO, dan NPK. Sedangkan untuk pemberian obat-obatan seperti fungisida dan insektisida pada umumnya dilakukan dua minggu sekali. Namun jika serangan hama penyakit lebih parah dari biasanya maka penyemprotan dilakukan 1-2 kali dalam seminggu. Adapun jenis obat-obatan yang biasa digunakan oleh petani responden antara lain Dakonil, Antrakol, Prepaton, Polaram, Cekpoin, Unicef, Ekuisen, Oktanil, Manep, Bion M, Klorotaronil, Afidor, Confidor, Demolis, Gramaxon, Kolikron, Kurakron, ABSA, Napel, Supergo, Abamektin dan obat sejenis lainnya.Tenaga kerja yang digunakan pada pemeliharaan tanaman cabai rawit merah adalah tenaga kerja pria atau dilakukan sendiri tanpa tenaga kerja tambahan. Namun, jika lahan seluas 10.000 m 2 , maka tenaga kerja yang digunakan sebanyak 25 orang. 6. Panen dan Pasca Panen Tanaman cabai rawit merah dapat dipanen setiap 1 minggu sekali hingga umur tanaman maksimal mencapai 1,5 tahun Proses panen pada tanaman cabai 51 rawit merah akan dapat dilakukan pertama kalinya pada usia 5-7 bulan setelah masa tanam dan panen dapat dilakukan selama 48-72 kali. Namun pada umumnya masa panen cabai rawit merah di Desa Cigedug hanya dilakukan sebanyak 48 kali atau selama 1 tahun lamanya. Masa panen cabai rawit merah lebih lama dari jenis cabai lainnya. Produksi cabai rawit merah setiap panen hasilnya tidak selalu sama. Pada awal hingga panen ke-5 , hasil yang diperoleh belum optimal yaitu rata-rata mencapai 305 kilogram setiap panennya untuk 10.000 m 2. . Pada panen ke-8 akan menunjukkan kenaikan produksi hingga ke panen ke-12 yang akan mencapai produksi optimal sebanyak 1.543 kilogram kemudian akan menunjukkan kestabilan jumlah produksi hingga panen ke-20 yaitu rata-rata mencapai 996 kilogram setiap panennya untuk 10.000 m 2 dan akan menurun dengan lambat sampai habis masa produksinya hingga hanya mencapai 10 kilogram. Panen biasanya dilakukan pada pagi hari dan tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja wanita yang diupah Rp 12.000,00 per orang. Penyortiran dilakukan saat panen berlangsung dimana para pekerja hanya memetik cabai rawit merah yang berwarna orange dan merah serta tidak terjangkit penyakit busuk buah. Cabai rawit merah kemudian siap dikemas menggunakan karung bekas pupuk dimana satu karung berisi 50 kilogram cabai rawit merah. Setiap pemanenan membutuhkan tenaga kerja dengan maksimum kekuatan setiap tenaga kerja dalam sehari adalah 10 hingga 15 kg. Gambar 10. Kegiatan Pemanenan dan Pengemasan Cabai Rawit Merah

5.4 Karakteristik Responden Petani

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

7 79 91

Respon Pertumbuhan Tiga Varietas Cabai Rawit (Capsicum frutescens L. ) Pada Beberapa Tingkat Salinitas

8 72 64

Respons Ketahanan Lima Varietas Cabai merah (Capsicum Annum l.) Terhadap Berbagai Konsentrasi Garam NaCl Melalui Uji Perkecambahan

5 96 40

Penghambatan Layu Fusarium Pada Benih Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Yang Dienkapsulasi Alginat-Kitosan Dan Tapioka Dengan Bakteri Kitinolitik

2 54 54

Efektifitas Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Spp.Pada Ovitrap

10 100 96

Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Cabai Merah (Capsicum annum L.) Terhadap Beberapa Aplikasi Pupuk Dengan Sistem Hidroponik Vertikultur

3 45 96

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

10 71 134

Pendapatan Usahatani Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) Petani Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur dan Petani Nonmitra Di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut

1 39 232

Pendapatan Usahatani dan Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah (Capsicum frutescens) di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut

1 6 28