32
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
purposive berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan yang merupakan salah satu sentra produksi cabai rawit di Jawa Barat. Penelitian
dilakukan pada bulan Mei – Juni 2012.
4.2 Data dan Instrumentasi
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi langsung melalui pembagian kuisioner
yang telah disiapkan dengan teknik wawancara kepada petani cabai rawit merah dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat seperti pedagang pengumpul desa
dan pedagang pengecer cabai rawit merah. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Departemen Pertanian,
Badan Pusat Statistik BPS, Pusat Data dan Informasi, Pasar Induk Kramat Jati, dan hasil penelitian dari PSEKP. Selain itu diperoleh informasi melalui situs web
internet, buletin, literatur-literatur serta sumber-sumber yang terkait dengan judul penelitian.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung kepada petani responden dengan menggunakan kuisioner. Responden yang akan diambil
dalam penelitian ini adalah para petani cabai rawit merah yang berada di wilayah Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut dan lembaga pemasaran
terkait. Penentuan petani responden dilakukan secara purposive yaitu petani cabai cabai rawit merah yang sedang melakukan pemanenan. Jumlah petani responden
sebanyak 30 orang. Penarikan sampel pada lembaga-lembaga pemasaran dilakukan dengan mengikuti alur perdagangan cabai rawit merah, diambil
berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden sebelumnya yaitu dari tingkat petani. Jumlah pedagang respoden sebanyak 22 orang.
33
4.4 Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif dilakukan untuk menganalisis
saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar serta perilaku pasar melalui wawancara dan pengisian kuisioner. Pengolahan data dilakukan secara
deskriptif. Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin pemasaran,
farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya, serta keterpaduan pasar vertikal cabai rawit merah yang terjadi pada tingkat petani dengan Pasar Induk Kramat
Jati. Pengolahan data analisis kuantitatif menggunakan Microsoft Excel dan sistem tabulasi data. Sedangkan untuk keterpaduan pasar menggunakan pendekatan
model Autoregressive Distributed Lag dengan penggunaan software yang digunakan dalam penelitian ini yaitu program Minitab versi 14.
4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran
Analisis saluran pemasaran dilakukan dengan mengamati rantai distribusi cabai rawit merah yang terjadi mulai dari produsen hingga ke konsumen akhir.
Jalur pemasaran ini dapat menggambarkan pola saluran pemasaran. Saluran pemasaran yang semakin panjang akan menunjukkan marjin yang semakin tinggi
pula Limbong dan Sitorus 1985.
4.4.2 Analisis Fungsi Pemasaran
Analisis fungsi pemasaran digunakan untuk mengamati fungsi - fungsi pemasaran yang dilakukan dalam saluran pemasaran cabai rawit merah, meliputi
yaitu fungsi pertukaran pembelian dan penjualan, fungsi fisik pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan fungsi fasilitas sortasi, penanganan risiko,
pembiayaan, dan informasi pasar Limbong dan Sitorus 1985.
4.4.3 Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar cabai rawit merah dianalisis secara deskriptif dengan berdasarkan pada jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, mudah tidaknya
memasuki pasar, dan pengaruh perusahaan terhadap harga Kolhs dan Uhl 1985; Hammond dan Dahl 1977. Analisis struktur pasar dilakukan pada setiap interaksi
34 antara dua pelaku lembaga pemasaran yang melakukan aktivitas pembelian dan
penjualan kemudian menentukan struktur pasar yang terjadi.
4.4.4 Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar cabai rawit merah dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memeperoleh informasi perilaku lembaga pemasaran. Adapun perilaku
yang diamati adalah : 1 praktek penjualan dan pembelian, yaitu bagaimana proses penjualan dan pembelian berlangsung, 2 penentuan harga yaitu pada
tingkat lembaga manakah yang lebih dominan dalam penentuan harga, 3 sistem pembayarannya secara tunai atau kredit, 4 adanya kerjasama antara lembaga-
lembaga pemasaran yaitu bentuk kerjasama yang terjalin antar lembaga pemasaran Asmarantaka 2009.
4.4.5 Analisis Marjin Pemasaran
Efisiensi suatu pemasaran dapat dilihat dari penyebaran marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. Menurut Asmarantaka 2009,
marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan konsumen Pr dengan harga yang diterima produsen M=Pr-Pf. Marjin pemasaran ini termasuk semua
ongkos yang dikeluarkan oleh pelaku-pelaku pemasaran sehingga marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mi = Ci + πi Selain itu marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan
pendapatan yang diterima oleh masing- masing lembaga yang terkait dengan membandingkan perbedaan harga pada masing-masing lembaga. Besarnya
pendapatan yang diperoleh lembaga pemasaran pada tingkat ke-i adalah: πi = Pji – Pbi – Ci
Sehingga besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari marjin pada masing-masing
lembaga pemasaran yang terlibat Asmarantaka, 2009; Limbong dan Sitorus 1985. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
M = Σ Mi
35 Keterangan:
Mi = Marjin pemasaran pada pasar tingkat ke-i , Pji = Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i ,
Pbi = Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i, Ci = Biaya pembelian pada pasar tingkat ke-i,
πi = Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke-i, i= 1,2,3,…….,n.
4.4.6 Analisis Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani atau perbandingan persentase harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen
akhir Limbong dan Sitorus 1985. Secara matematis farmer’s share dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan: Fs =
Farmer’s share, Pf = Harga di tingkat petani,
Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.
4.4.7 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya adalah persentase keuntungan yang diterima lembaga pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis untuk
mengetahui tingkat efisiensinya Limbong dan Sitorus 1985. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio keuntungan biaya πC
Keterangan : π i = keuntungan lembaga pemasaran, Ci = biaya pemasaran
Apabila πC lebih dari satu πC 1, maka usaha tersebut efisien, dan
apabila πC kurang dari satu πC 1, maka usaha tersebut tidak efisien.
Meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
36
4.4.8 Analisis Keterpaduan Pasar
Analisis keterpaduan pasar bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pembentukan harga cabai rawit merah pada suatu tingkat lembaga pemasaran
dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Penelitian ini menganalisis keterpaduan pasar tingkat petani dengan Pasar Induk Kramat Jati.
Data harga yang digunakan adalah data mingguan. Analisis indeks keterpaduan pasar antara harga di pasar lokal dan harga dipasar acuan rujukan dapat diukur
dengan menggunakan metode IMC. Penyusunan persamaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi sederhana OLS dimana persamaannya sebagai
berikut: P
it
= b
1
P
it-1
+ b
2
P
jt
- P
jt-1
+ b
3
P
jt-1
+ e
t
Keterangan : P
it
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar lokal pada waktu ke t rupiahkilogram
P
it-1
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar lokal pada waktu ke t-1 rupiahkilogram
P
jt
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar rujukanacuan pada waktu ke t rupiahkilogram
P
jt-1
= Harga cabai rawit merah di tingkat pasar rujukanacuan pada waktu ke t-1 rupiahkilogram
bi = Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,....n
e
t
= Random error
4.4.9 Pengujian Hipotesis
Untuk menguji apakah secara statistik peubah bebas yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tidak bebas dapat dilakukan uji
statistik t dan uji statistik F. Uji statistik t dapat digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah, apakah secara terpisah dan apakah
peubah ke-i berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Uji F digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak, apakah peubah-peubah bebas
secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi dari peubah tidak bebas.
37 Pengujian dari masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student,
dengan hipotesis: H
: b
1
= 0 H
1
: b
1
≠ 0 Pengujian dengan t hitung :
bi - 0 t hitung =
Se bi Keterangan: Se bi adalah standar error parameter dugaan bi
Kriteria uji : t hitung t tabel : terima H t hitung t tabel : tolak H
Jika hipotesa nol ditolak, berarti peubah yang diuji berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima, maka peubah
yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bebas. Sedangkan mekanisme yang digunakan untuk menguji koefisien regresi secara serentak adalah :
H : b
1
= b
2
= ...... = b
k
= 0 H
: b
1
≠ b
2
≠ ...... ≠ b
k
≠ 0 Statistik uji yang digunakan dalam uji F adalah :
SSR k-1 Fhit =
SSR n-k Dengan derajat bebas k-1, N-k,
Keterangan : SSR
= Jumlah kuadrat regresi SSE = Jumlah kuadrat sisa
N = Jumlah pengamatan
k = Jumlah parameter
Kriteria uji : t hitung t tabel : terima H t hitung t tabel : tolak H
38 Jika hipotesa nol ditolak berarti minimal ada satu peubah yang digunakan
berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya jika hipotesa nol diterima berarti secara bersama peubah yang digunakan tidak bisa menjelaskan
variasi dari peubah tidak bebas. Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antar pengamatan. Uji autokorelasi ini menggunakan uji Durbin
Watson. Pengujian dengan metode ini dilakukan karena di dalam model terdapat variabel lag. Pengujian ini digunakan dengan hipotesa :
H : ρ = 0 dan H
1
: ρ ≠ 0 Sedangkan koefisien Durbin-h diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
∑e
t
-e
t-1
dw = ∑e
2
t Keterangan :
dw = Nilai Durbin Watson
e
t
-e
t-1
= Lag nilai kesalahan e e
2
t = Kuadrat nilai kesalahan
Koefisien Durbin watson d hitung dibandingkan dengan nilai tabel dU dan nilai dL. Jika nilai d hitung dL maka terdapat autokorelasi + dan d
hitung 4-dL terdapat autokorelasi -. Jika nilai d hitung terdapat pada daerah lain, maka tidak terdapat autokorelasi antar pengamatan. Artinya model dapat
digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Untuk mengetahui apakah suatu pasar terpadu dalam jangka panjang
maupun jangka pendek, maka dilakukan pengujian hipotesis terhadap keterpaduan pasar.
1. Keterpaduan Pasar Jangka Panjang
H : b
2
= 1 H
: b
2
≠ 1 Pengujian dengan t hitung :
b
2
- 1 t hitung =
Se b
2
Keterangan : Se b2 adalah standar error parameter dugaan b2.
39 Apabila t hitung t tabel maka terima H
yang artinya kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya t hitung t tabel, maka tolak H
hipotesis al alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.
2. Keterpaduan Pasar Jangka Pendek
H : b
1
b
3
= 0 H
: b
1
b
3
≠ 0 Keterangan : b
1
b
3
= 0 setara dengan b
1
= 0, sehingga hipotesis sebagai berikut:
H : b
1
= 0 H
: b
1
≠ 0 b
1
- 0 t hitung =
Se b
1
Apabila t hitung t tabel maka terima H secara statistik, yang
artinya kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika t hitung t tabel, maka tolak H
dan hipotesa alternatif diterima secara statistik, artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek.
40
V.
GAMBARAN
UMUM PENELITIAN 5.1
Keadaan Pertanian di Kabupaten Garut
Kabupaten Garut terletak di Propinsi Jawa Barat bagian selatan dan memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha 3.065,19 km². Secara
administratif, sampai saat ini Kabupaten Garut mempunyai 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 403 desa. Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut,
pertanian masih merupakan sektor andalan. Secara nasional, Kabupaten Garut belum menjadi salah satu sentra produksi pangan, tetapi untuk lingkup Jawa Barat
berpotensi kuat menjadi sentra produksi padi, jagung, dan kedelai. Namun dari sektor hortikultura, Kabupaten Garut menjadi salah satu sentra produksi
sayuran.dan sebagian besar sayuran yang dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Garut adalah sayuran dataran tinggi yang mempunyai nilai ekonomis cukup
tinggi. Beberapa sayuran yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan pertama adalah kentang, cabai cabai besar dan cabai rawit , dan tomat LPPD
Kabupaten Garut 2010. Berikut perbandingan luas tanam ketujuh komoditas
tersebut pada tahun 2011 dapat dilihat pada gambar 4 dimana luas tanam dan luas panen ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Gambar 4.
Perbandingan Luas Lahan Padi, Jagung, Kedelai, Kentang, Tomat, Cabai Besar, dan Cabai Rawit di Kabupaten Garut Tahun 2011.
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012.
41 Padi, jagung, dan kedelai jika dilihat produksi dan produktivitasnya
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Realisasi produksi padi tahun 2009 mencapai 804.457 ton atau 110,18 persen bila dibandingkan dengan realisasi
tahun 2008 730.167 atau naik sebesar 9,23 persen bila dibandingkan dengan produksi pada tahun 2009 dan di tahun 2010 terus mengalami peningkatan sebesar
21,44 persen. Sedangkan komoditas jagung juga mengalami peningkatan sebesar 12,91 persen pada tahun 2010. Adapun produksi kedelai tahun 2009 mencapai
12.647 ton biji kering dan terus mengalami peningkatan sebesar 32 persen di tahun 2010.
Tabel 4. Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung, dan Kedelai di Kabupaten
Garut Tahun 2008-2010.
Komoditas Produksi Ton
2008 2009
2010 Padi
730.167 804.457
918.735 Jagung
336.025 367.790
422.309 Kedelai
7.857 12.647
18.601 Komoditas
Produktivitas TonHa Padi
5,596 5,938
6,224 Jagung
6,016 6,513
6,92 Kedelai
1,407 1,516
1,624
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
Dilihat dari sektor hortikultura khususnya sayuran, secara ekologis, faktor alam tipe iklim di beberapa daerah Kabupaten Garut sangat cocok untuk
pengembangan komoditas sayuran seperti kentang, tomat, dan cabai. Varietas kentang yang dominan digunakan di Kabupaten Garut ialah granola dan atlantik.
Adapun tomat yang sering diusahakan oleh petani di Kabupaten Garut terdiri dari berbagai jenis, dari jenis lokal hingga benih hasil hibrida. Sedangkan untuk
komoditas cabai merah yang sering diusahakan oleh petani di Garut terdiri dari berbagai jenis, dari jenis lokal hingga benih hasil hibrida. Varietas cabai besar
yang dominan digunakan oleh petani yaitu di Kabupaten Garut ialah biola, fantastic, dan tanjung. Sedangkan varietas cabai rawit yang dominan digunakan di
Kabupaten Garut ialah inul yang merupakan varietas lokal.
42
Gambar 5. Perbandingan Luas Tanam Kentang, Tomat dan Cabai di
Kabupaten Garut Tahun 2009-2011.
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
Pada gambar 5 dapat dilihat luas tanam kentang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 luas tanam kentang mencapai 6.065 ha atau
mengalami peningkatan 2,407 persen dari tahun 2010 seluas 5.919 ha. Sedangkan produksi dan produktivitas mengalami fluktuasi. Tanaman tomat, cabai besar, dan
cabai rawit merupakan tanaman tumpang sari sehingga luas tanam, produksi, dan produktivitas setiap tahunnya cenderung fluktuasi.
Tabel 5. Produksi, dan Produktivitas Kentang, Tomat, dan Cabai di Kabupaten
Garut Tahun 2009-2011
Komoditas Produksi Ton
2009 2010
2011 Kentang
120.048 143.342
127.090 Tomat
100.912 100.248
98.142 Cabai Besar
70.641 79.492
80.390 Cabai Rawit
19.251 17.178
22.628 Komoditas
Produktivitas TonHa Kentang
23,42 22,05
22,22 Tomat
28,17 27,23
27,41 Cabai Besar
14,85 14,41
14,45 Cabai Rawit
12,73 12,13
12,51
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
43 Varietas granola biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan pasar-
pasar tradisional sedangkan untuk varietas atlantik biasa dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri-industri seperti keripik kentang baik dalam skala
industri kecil maupun besar. PT. Indofood Fritolay Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku industri yang menjalin sebuah hubungan kemitraan dengan
banyak petani kentang di berbagai daerah termasuk Kabupaten Garut guna memenuhi kebutuhan supply input ke pabriknya. Berdasarkan hasil wawancara
dengan beberapa petani, harga yang diberikan oleh PT. Indofood Fritolay Sukses Makmur terhadap petani kentang adalah berkisar antara Rp 5.000
– Rp 5.250 per kilogram. Harga tersebut berada diatas rata-rata harga pasar yang hanya
berkisarRp 4.000 – Rp 4.500 per kilogram untuk kentang yang termasuk varietas
atlantik. Adapun komoditas tomat yang menunjukkan nilai produktivitas paling
tinggi jika dibandingkan dengan kentang dan cabai, namun produktivitas ini tidak diikuti dengan harga pasar yang baik. Harga rata-rata tomat di tingkat pasar
berkisar antara Rp 3.000 - Rp 6.000 per kilogram sedangkan di tingkat petani hanya berkisar Rp 500 - Rp 3.000 per kilogram.
Komoditas cabai besar memiliki kisaran harga rata-rata yang diterima di tingkat produsen berkisar antara Rp 5.000
– Rp 7.000 per kilogram dan dapat mencapai Rp 70.000 per kilogram di tingkat pasar sedangkan komoditas cabai
rawit merah memiliki kisaran harga antara Rp 4.000 – Rp 20.000 per kilogram di
tingkat petani dan dapat mencapai Rp 29.000 per kilogram di tingkat pasar. Hal tersebut terjadi akibat tingginya permintaan di pasar pada hari perayaan seperti
Idul Fitri. Beberapa daerah sentra produksi utama tanaman cabai rawit yaitu berada di Kecamatan Caringin, Kecamatan Talegong, Kecamatan Bungbulang,
dan Kecamatan Cigedug.
44
Tabel 6. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Cabai Rawit di Tingkat
Kecamatan Kabupaten Garut Tahun 2009-2011
Kecamatan Luas Panen Ha
2009 2010
2011 Caringin
318 180
283 Talegong
266 107
152 Bungbulang
162 142
139 Cigedug
162 152
254 Produksi Ton
Caringin 4.410
231 3.667
Talegong 3.134
1.220 1.831
Bungbulang 1.963
1.601 1.669
Cigedug 1.865
1.869 3.304
Produktivitas TonHa Caringin
138,68 128,17
129,58 Talegong
117,82 113,99
120,46 Bungbulang
121,17 112,75
120,07 Cigedug
115,12 122,94
130,08
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Garut 2012
5.2 Keadaan Umum Wilayah Desa Cigedug
Desa Cigedug merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Desa ini terletak di daerah
dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 meter dpl dengan tingkat kemiringan 75 persen berbukit, 20 persen landai dan 5 persen curam. Desa Cigedug terletak di
sebelah selatan dari kabupaten Garut dengan jarak 30 km dari ibu kota kabupaten dan secara administrasi batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa
Sukahurip, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Barusuda, sebelah Timur berbatasan dengan Gunung Cikuray, dan sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Cikajang. Desa Cigedug memiliki luas wilayah sekitar 1138,2 ha, yang terdiri dari tanah sawah 3,90 ha, tanah kering 644,87 ha, lahan perkebunan
67 ha, fasilitas umum 4,14 ha, dan tanah hutan 172,39 ha. Tanah kering dimanfaatkan untuk tanaman sayuran dan buah-buahan 76,9 persen, tanaman
keras 22 persen, dan kolam air 1,1 persen.
45 Penduduk Desa Cigedug berjumlah 10.201 jiwa yang terdiri dari 5.117
jumlah laki-laki dan 5.084 jumlah perempuan, dengan jumlah KK sebanyak 2.647 KK yang mayoritas memeluk agama islam. Secara umum masyarakat Desa
Cigedug bermatapencaharian di sektor pertanian sebagai petani dan buruh tani 59,3 persen.
Jenis tanahnya terdiri dari Regosol 60 persen, Latosol 25 persen dan tanah Alluvial 15 persen dengan keadaan drainase 70 persen baik, 20 persen cukup baik
dan 10 persen kurang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penanaman tanaman sepanjang tahun. Berdasarkan hasil analisis pengamatan curah hujan tiga
tahun terakhir menunjukan bahwa rata-rata jumlah hari hujan 156 hari dan tipe iklim untuk Kecamatan Cigedug termasuk tipe iklim C agak basah, dimana
setiap tahunnya antara 7-8 bulan basah dan 3-4 bulan kering. Keadaan iklim seperti ini membuat wilayah Desa Cigedug sesuai untuk pengembangan budidaya
sayuran, seperti tomat, kentang,kol, cabai, terong, jagung, pecay, dan wortel.
5.3 Gambaran Umum Usahatani Cabai Rawit Merah