12 2.
Konsentrasi produksi secara regional diperparah pula oleh pola produksi yang tidak sinkron antar daerah produsen sehingga total produksi sayuran
cenderung terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu. Konsentrasi produksi secara temporer tersebut misalnya dapat dilihat pada pola produksi cabai
merah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang merupakan sentra cabai merah. Di ketiga provinsi tersebut sekitar 60-65 persen
produksi cabai merah hanya dihasilkan pada bulan Juni hingga Agustus sehingga pada bulan-bulan tersebut harga cabai merah cenderung
mengalami penurunan tajam. 3.
Umumnya permintaan komoditas sayuran sangat sensitif terhadap perubahan kesegaran produk yang mana sifat komoditas sayuran
umumnya relatif cepat busuk sehingga petani dan pedagang tidak mampu menahan penjualannya terlalu lama. Akibatnya adalah pengaturan volume
pasokan yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen tidak mudah dilakukan karena setelah dipanen petani cenderung segera menjual hasil
panennya agar sayuran yang dipasarkan masih dalam keadaan segar. 4.
Dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran produk secara efisien sehingga pengatur volume pasokan yang sesuai
dengan kebutuhan konsumen dapat dilakukan. Namun ketersediaan sarana penyimpanan tersebut umumnya relatif terbatas akibat kebutuhan investasi
yang cukup besar sedangkan teknologi penyimpanan sederhana yang dapat diterapkan oleh petani sangat terbatas.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan tentang sistem pemasaran dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Agustian dan Anugrah 2008
yang meneliti tentang perkembangan harga dan rantai pemasaran komoditas cabai merah di Provinsi Jawa Barat, penelitian yang dilakukan Azir 2002 tentang
kajian sistem pemasaran dan integrasi pasar cabai merah keriting di DKI Jakarta dan penelitian yang dilakukan Muslikh 2000 tentang analisis sistem tataniaga
cabai rawit merah di DKI Jakarta. Sistem pemasaran yang dianalisis meliputi saluran pemasaran, struktur
pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar meliputi analisis marjin, farmer’s share,
13 dan keterpaduan pasar cabai Muslikh 2000; Azir 2002; Agustian dan Anugrah
2008. Pemasaran cabai merah dimulai dari petani cabai menjual ke pedagang pengumpul desa atau ke pedagang besar sekitar petani, dan selanjutnya dijual ke
pedagang besar, dan pedagang besar menjual cabai merah yang diperolehnya ke berbagai tujuan seperti ke pasar-pasar yang ada di Kabupaten Garut dan ke Pasar
Induk Cibitung, ke Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang, ke Pasar Induk Kramat Jati dan Ke Pasar Kemang di Bogor Agustian dan Anugrah, 2008. Sedangkan
saluran pemasaran cabai merah keriting di DKI Jakarta dimulai dari pedagang besar, pedagang eceran, selanjutnya diteruskan kepada konsumen Azir 2002.
Struktur pasar cabai rawit merah di tingkat pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati cenderung tidak bersaing sempurna oligopoli. Hal ini dapat
ditunjukkan dalam perilaku pasar, penentuan harga ditentukan oleh pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati yang kekuatan tawar-menawar yang lebih tinggi
dibanding pedagang pengecer. Berbeda dengan cabai merah keriting, struktur pasar di tingkat pedagang besar cenderung bersifat bersaing monopolistik
dikarenakan tidak adanya kebebasan dalam memasuki maupun keluar dari pasar serta cabai merah keriting telah terdiferensiasi dari segi harga maupun kualitas
Muslikh 2000; Azir 2002. Perilaku pasar cabai yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran diamati melalui praktek pembelian dan penjualan,
penentuan harga, sistem pembayaran, serta kerjasama yang terjadi antar lembaga pemasaran Muslikh 2000; Azir 2002.
Pendekatan efisiensi secara operasional dapat diukur melalui marjin pemasaran,
farmer’s share dan biaya pemasaran. Jika penyebaran marjin pemasaran,
farmer’s share dan biaya pemasaran tersebar merata maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien.
Analisis marjin pemasaran menunjukkan bahwa sebaran marjin kurang merata atau besarnya perbedaan marjin yang diperoleh antar satu lembaga dengan
lembaga lainnya yang disebabkan oleh adanya perbedaan fungsi yang dilakukan, dan dapat pula disebabkan adanya ketidakefisienan dalam menjalankan fungsi
yang sama. Rendahnya farmer’s share disebabkan oleh dua hal yaitu tingginya
biaya pemasaran atau dapat pula disebabkan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran tinggi. Dengan kata lain f
armer’s share mempunyai
14 hubungan negatif dengan marjin pemasaran artinya semakin tinggi marjin
pemasaran, maka bagian yang diterima oleh petani semakin rendah. Rasio keuntungan dan biaya adalah persentase keuntungan yang diterima lembaga
pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis untuk mengetahui tingkat efisiensinya.
Analisis keterpaduan pasar dalam jangka panjang dapat dilihat dari nilai b
2
=1, dimana koefisien ini menunjukan pengaruh perubahan harga di pasar acuan terhadap harga di tingkat pasar yang dipengaruhi pasar lokal pada waktu t.
Semakin dekat nilai parameter dugaan b
2
dengan satu maka keterpaduan jangka panjang akan semakin baik. Diperoleh nilai b
2
sebesar 0,453 dan 0,522, keadaan ini menunjukkan bahwa tidak terdapat keterpaduan pasar jangka panjang di
tingkat pedagang pengecer dengan pedagang besar atau perubahan harga yang terjadi di pedagang besar tidak dapat diteruskan sepenuhnya ke pedagang
pengecer. Hal ini disebabkan karena posisi pedagang pengecer berada pada pihak yang lemah kekuatan tawar lemah. Sedangkan keterpaduan pasar dalam jangka
pendek dapat dilihat dari nilai IMC = 0. Apabila IMC1 maka dapat disimpulkan pasar acuan ada hubungan yang kuat, sebaliknya apabila IMC1 maka pasar
acuan tidak ada hubungan dengan pasar lokal. Diperoleh nilai IMC pedagang pengecer dengan pedagang besar sebesar 0,286 nilai IMC lebih mendekati 0
dibandingkan dengan nilai IMC sebesar 0,645. Hal ini menunjukkan telah terjadi keterpaduan pasar dalam jangka pendek artinya perubahan harga yang terjadi di
pedagang besar diteruskan sepenuhnya ke pedagang pengecer. Hal ini disebabkan informasi akan permintaan dan penawaran di kedua pasar telah terhubung dengan
baik Muslikh 2000; Azir 2002. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, diperoleh persamaan yaitu
menggunakan alat analisis yang sama, sedangkan perbedaannya terletak pada waktu dan lokasi penelitian yang dilakukan serta analisis keterpaduan pasar secara
vertikal dengan mengambil titik yang berbeda yaitu pasar lokal di tingkat petani dengan pasar acuan Pasar Induk Kramat Jati.
15
III. KERANGKA PEMIKIRAN