UPT Rantau Pandan SP 2 1 Aksesibilitas

118 Berdasarkan kesesuaian secara fisik tersebut, peta rekomendasi berdasar bio-fisik dapat dibuat. Hasilnya disajikan pada Gambar 26. Meskipun demikian, kesesuaian ini barulah kesesuaian yang didasarkan pada aspek bio- fisik. Rekomendasi penggunaan lahan akhir, yang memperhitungkan aspek- aspek lainnya, seperti sosial dan ekonomi, disajikan tersendiri pada Bab terakhir bahasan penelitian ini. Gambar 26. Peta Rekomendasi Tunggal Kesesuaian Lahan UPT Rantau Pandan SP 1

b. UPT Rantau Pandan SP 2 1 Aksesibilitas

Dari lokasi UPT Rantau Pandan SP 2 menuju pasar di kecamatan Pasar Muara Buat hanya dibutuhkan waktu ± 1 jam dengan jarak tempuh ± 16 km, dengan biaya sangat bervariasi, dari Rp. 15.000 - 30.000orang. Sementara untuk menuju Ibu Kota Kecamatan Rantau Pandan, dapat ditempuh dengan waktu tempuh ± 1¼ jam dengan jarak tempuh ± 25 km. Ketika survei dilaksanakan, jalan poros menuju SP 2, tepatnya sekitar 1 km menuju permukiman, berada pada kondisi rusak berat, sehingga tidak bisa 119 dilalui kendaraan roda 4. Jalan-jalan desanya berupa tanah liat berbatu dengan topografi berbukit, sesuai dengan topografi di wilayah ini. Menurut informasi dari warga, jalan-jalan desa ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda 2 dan roda 4 pada musim penghujan karena licin. Sebenarnya, kondisi ini bisa dengan mudah diatasi, hanya saja membutuhkan campur tangan dari pihak pemerintah, dalam hal ini Depnakertrans. Oleh karena itu, berdasarkan pada kondisi faktual di lapangan, dari aspek ini, secara makro dan potensial, sebenarnya faktor aksesibilitas di lokasi ini tidak menjadi faktor yang menghambat perkembangan usaha tani yang dilakukan warga. 2 Analisis Kesuburan Lahan Untuk mengetahui keadaan sifat fisik dan kimia tanah di UPT Rantau Pandan SP 2, telah diambil beberapa contoh tanah pada masing-masing SPL untuk dianalisis di laboratorium. Sifat fisik tanah yang dianalisis meliputi bobot isi, porositas, kadar air, pori drainase, air tersedia, permeabilitas dan tekstur tanah. Penjelasan terhadap sifat fisik tanah ini telah diuraikan pada pembahasan kesuburan lahan untuk UPT Rantau Pandan SP 1, yang berlaku untuk seluruh UPT di UPT Rantau Pandan. Sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi pH H 2 O, pH KCl, C-Organik, N-total, Posfor, kandungan basa-basa dapat ditukar, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan kandungan unsur-unsur mikro dalam tanah. Hasil analisis sifat kimia tanah lapisan permukaan 0 – 20 cm dan lapisan bawah permukaan 20-40 cm, serta status kesuburannya berdasarkan Kriteria penilaian sifat kimia tanah oleh Pusat Penelitian Tanah 1983 disajikan pada Tabel 5.13. 120 Tabel 27. Sifat kimia dan status kesuburan tanah UPT Rantau Pandan SP 2 Posfor Basa-basa me100g SPL pH H 2 O C-Org N-Tot Bray-I HCl Ca Mg K Na KTK KB 1 4.48 SM 1.29 R 0.10 R 3.9 SR 31.2 ST 1.89 SR 8.54 ST 0.21 R 0.42 S 9.88 R 111.94 ST 4.50 M 1.79 R 0.15 R 9.7 SR 55 T 0.40 SR 0.20 SR 0.12 R 0.08 SR 8.07 R 9.91 SR 2 4.33 SM 1.89 R 0.18 R 3.9 SR 55.8 T 0.52 SR 0.28 SR 0.12 R 0.10 R 10.32 R 9.88 SR 4.42 SM 1.47 R 0.13 R 3.1 SR 35.3 S 0.38 SR 0.18 SR 0.10 R 0.08 SR 8.63 R 8.57 SR 3 5.04 M 2.40 S 0.16 R 6.2 SR 119.8 ST 2.24 SR 0.88 R 0.46 S 0.10 R 14.26 R 25.81 R 4.75 M 3.77 T 0.18 R 9.2 SR 147 ST 4.47 R 2.32 T 0.33 S 0.52 S 17.89 S 42.71 T 4 4.93 M 0.60 SR 0.06 SR 4.4 SR 108.4 ST 0.69 SR 0.18 SR 0.05 SR 0.05 R 13.14 R 7.38 SR 4.88 M 0.40 SR 0.04 SR 8.2 SR 147.8 ST 0.60 SR 4.18 T 0.21 R 0.48 S 15.99 S 34.21 R 5 4.46 SM 2.53 S 0.20 R 10.8 R 50.1 T 0.95 SR 0.42 SR 0.20 R 0.15 R 9.76 R 17.62 SR 4.45 SM 2.10 S 0.19 R 7.2 SR 63.2 ST 0.55 SR 0.26 SR 0.12 R 0.08 SR 8.45 R 11.95 SR 4.28 SM 0.76 SR 0.06 SR 3.8 SR 46.8 T 0.87 SR 0.20 SR 0.10 R 0.08 SR 8.82 R 14.17 SR 4.81 M 0.46 SR 0.05 SR 3.8 SR 40.2 S 0.60 SR 0.22 SR 0.08 SR 0.08 SR 8.63 R 11.36 SR 6 4.81 M 0.56 SR 0.06 SR 4.6 SR 81.3 ST 2.15 R 0.62 R 0.39 S 0.68 S 9.90 R 38.79 S 4.90 M 0.44 SR 0.04 SR 4.3 SR 78.8 ST 0.27 SR 0.32 SR 0.15 R 0.10 R 11.45 R 7.34 SR 7 4.93 M 1.39 R 0.11 R 3.1 SR 49.3 T 0.60 SR 0.35 SR 0.23 R 0.39 R 10.66 R 14.73 SR 4.49 SM 1.10 R 0.10 R 4.8 SR 46.8 T 0.70 SR 0.20 SR 0.10 R 0.05 SR 9.01 R 11.65 SR Ket. M = Masam; SR = Sangat Rendah; R = Rendah; S = Sedang; T = Tinggi; ST = Sangat Tinggi Dari tabel tersebut terlihat bahwa reaksi tanah di UPT Rantau Pandan SP 2 berkisar antara sangat masam sampai masam, dengan nilai pH tanah berkisar antara 4.28 – 5.04. Nilai pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap oleh tanaman pada pH tanah di sekitar netral, karena pada pH tersebut, kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Kandungan C-organik tanah di lokasi ini sangat bervariasi dari sangat rendah sampai tinggi, dengan nilai 0.40 – 3.77. Kandungan N-Total berkisar antara sangat rendah sampai rendah, dengan nilai 0.04 – 0.18. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan kandungan C-organik dan N- Total dalam tanah. Kandungan P tersedia di lokasi ini hampir seluruhnya berada pada kriteria sangat rendah, dengan kisaran nilai 3.1 – 9.7 ppm, kecuali pada sampel tanah lapisan permukaan dari SPL 5, yang berada pada kriteria rendah 121 dengan nilai 10.8 ppm. Kandungan basa-basa dapat ditukar sangat bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Kandungan Ca tanah secara keseluruhan berada pada kriteria sangat rendah, sementara kandungan Mg tanah berada pada kriteria sangat rendah sampai tinggi. Kandungan K dan Na tanah di lokasi ini bervariasi dari sangat rendah sampai sedang. Secara keseluruhan, nilai Kapasitas Tukar Kation KTK tanah di lokasi ini berada pada kriteria rendah, dengan rata-rata nilai KTK 10,93 me100 g. Sedangkan nilai Kejenuhan Basa KB sangat bervariasi, yaitu berkisar antara 7.34 – 111.94 dan berada pada kriteria sangat rendah sampai sangat tinggi. Nilai KTK dan KB ini sering dipergunakan sebagai indikator tingkat kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan KB yang tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur. 3 Analisis Aspek Topografi Peta Kontur UPT Rantau Pandan SP 2 dari hasil pengukuran RTSP, disajikan pada Gambar 27 A. Dari peta kontur ini kami menurunkan menjadi peta kelas lereng secara otomatis mengunakan SIG, yang hasilnya disajikan pada Gambar 27 B. Pada Tabel 28 disajikan besaran kelas lereng, yang dihitung dari analisis otomatis SIG tersebut. A B Gambar 27. A: Peta Topografi UPT Rantau Pandan SP 2 Didigitasi dari peta Topografi RTSP 2002; B: Peta Kelas Lereng UPT Rantau Pandan SP 2 Diturunkan dari Peta Topografi RTSP 122 Tabel 28. Kelas Lereng UPT Rantau Pandan SP 2 Berdasarkan Analisis Otomatis GIS Luasan No. Kelas Lereng Ha 1. 0 – 3 382.609 75.30 2. 3 – 8 109.066 21.46 3. 8 – 15 15.952 3.14 4. 15 – 25 0.489 0.10 5. 25 – 40 - - 6. 40 - - Jumlah 508.116 100.00 Gambaran bentuk wilayah secara umum, yang dihasilkan dari Peta Bentuk Wilayah RTSP tahun 2002, disajikan pada Gambar 28. Sedangkan hasil pengkelasan bentuk wilayah dari peta ini, yang dilaksanakan oleh konsultan RTSP, disajikan pada Tabel 29. Gambar 28. Peta Bentuk Wilayah UPT Rantau Pandan SP 2 Didigitasi dari Peta Fisiografi RTSP 2002 Dari Tabel 5.15 terlihat, bahwa daerah dengan bentuk wilayah berbukit lereng 26 – 40 merupakan wilayah terluas, yaitu meliputi 32,71 wilayah. Jika dihitung dari kelas bergelombang sampai ke yang paling terjal, maka lebih dari 90 wilayah di UPT Rantau Pandan SP 2 merupakan wilayah curam. Wilayah berombak, hanya menempati areal seluas 8,43, sementara areal datar, dapat dikatakan tidak dijumpai di UPT Rantau Pandan SP 2. 123 Tabel 29. Kelas Lereng UPT Rantau Pandan SP 2 Berdasar RTSP Luas Simbol Kelas Lereng Bentuk Wilayah Ha A 0-3 Datar - - B 4 - 8 Berombak 92,70 8,43 C 9 - 15 Bergelombang 283,20 25,69 D 16 - 25 Agak berbukit 356,6 33,17 E 26 - 40 Berbukit 360.50 32,71 F 40 Bergunung - - JUMLAH 1.102,00 100,00 4 Penggunaan Lahan Di UPT Rantau Pandan SP 2, pemanfaatan lahan pekarangan lebih bervariasi, dengan jumlah yang lebih banyak bila dibandingkan dengan lokasi lain. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan oleh warga sepanjang tahun, tanpa mengenal musim. Jenis tanaman yang banyak diusahakan warga di SP 2 ini adalah cabai, pepaya, pisang, ubi kayu, tanaman hortikultura dan tebu. Beberapa warga yang rajin, malahan mengusahakan berbagai tanaman perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, coklat, vanili dan kemiri. Sebagian besar warga sudah memanfaatkan lahan secara optimal. Warga yang belum mengusahakan lahan pekarangan adalah warga yang lahannya memang belum siap olah ketika diterima. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ada sebanyak 80 kavling 20 Ha, yang masih banyak terdapat simpukan-simpukan dan belum cincang di lahannya. Kondisi ini yang menyebabkan mereka tidak bisa mengelola lahannya. Di lokasi ini, ada warga yang berhasil menjadi transmigran teladan tingkat Propinsi, sehingga secara psikologis, mampu mendorong semangat warga untuk terus berusaha meningkatkan kehidupannya. Namun demikian, kondisi topografi lahan yang bergelombang dan berbukit menyulitkan usaha warga untuk bercocok tanam. Kondisi yang sampai saat ini belum diperhatikan oleh warga adalah usaha konservasi untuk tetap mempertahankan kelestarian fungsi lahan. Di UPT Rantau Pandan SP 2, sebagian besar LU 1 juga masih berupa semak belukar dan hutan sekunder. Bahkan ada LU 1 seluas 12 Ha untuk 17 KK, yang saat ini masih berupa hutan, pelaksanaan TTP Tebas, Tebang, Potong belum tuntas dilaksanakan. Disamping itu, sebagian besar Lahan Usaha I ini memiliki topografi yang sangat curam, sehingga menyulitkan pengusahaan. 124 Seperti halnya di lokasi SP 1, ada beberapa warga yang telah mengusahakan tanaman kelapa sawit dan pisang secara setempat-setempat diantara semak belukar. Bila dilihat secara keseluruhan, kesan semak belukar dan gundul merupakan pemandangan yang mendominasi lahan usaha di lokasi ini. 5 Analisis Tingkat Erosi Berdasarkan asumsi-asumsi yang dibangun sebagaimana telah disampaikan dan perhitungan-perhitungan yang dilakukan, peta spasial besaran erosi di UPT Rantau Pandan SP 2 disajikan pada Gambar 29. Besarnya erosi di UPT Rantau Pandan SP 2 sendiri, disajikan pada Tabel 5.16. Tabel 30. Kisaran besarnya erosi maksimal di UPT Rantau Pandan SP 2, berdasarkan penggunaan lahan No. Penggunaan Kelas Lereng Kisaran Erosi TonHaThn Keterangan 3 9.208 – 12.430 Rendah: SPL 1,2; T : SPL 4 3–8 23.019 – 31.076 Rendah: SPL 1, 2; T : SPL 4 1. Lahan Pekarangan LP 8–15 110.492 SPL 2 3 9.202 – 17.746 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 3–8 23.005 – 44.366 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 8–15 110.423 – 212.958 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 15–25 391.080 – 642.488 Rendah: SPL 5; T : SPL 3,7 25–40 874.178 – 1436.150 Rendah: SPL 5; T : SPL 3 2. Lahan Usaha I LU I 40 1577.464 SPL 2 3 0.018 – 0.035 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 3–8 0.045 – 0.086 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 8–15 0.215 – 0.415 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 15–25 0.762 – 1.470 Rendah: SPL 5; T : SPL 4 25–40 1.703 – 3.285 Rendah:SPL 5; T : SPL 4 3. Penggunaan Lain 40 3.535 SPL 3 Gambaran tersebut merupakan besaran erosi yang digambarkan secara spasial dan sangat detil untuk tingkat UPT Rantau Pandan SP 2. Melalui peta tersebut, dapat diketahui besarnya erosi misalnya pada lahan pekarangan, dengan kemiringan lereng tertentu, dan dengan penggunaan tertentu. 125 Gambar 29. Peta Besaran Erosi UPT Rantau Pandan SP 2 6 Analisis Tingkat Kesesuaian Lahan untuk Penggunaan Lestari Pada uraian terdahulu, telah diuraikan bahwa analisis tingkat kesesuaian lahan dilakukan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk tujuan penggunaan tertentu. Analisis tingkat kesesuaian lahan ini dilakukan dengan menggunakan satuan peta tanah SPT, atau sering juga disebut satuan peta lahan SPL dari hasil survei tanah sebagai satuan evaluasi dan sebagai dasar untuk menentukan batas-batas penyebarannya. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, diketahui bahwa pada masing-masing SPL di UPT Rantau Pandan SP 2 terdapat beberapa pembagian penggunaan lahan seperti Lahan Cadangan, Lahan Pekarangan dan Lahan 126 Usaha. Selengkapnya keterangan mengenai pembagian penggunaan lahan pada masing-masing SPL di UPT Rantau Pandan SP 2 disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Pembagian Penggunaan Lahan pada Masing-masing SPL SPL KETERANGAN Lahan Cadangan Lahan Pekarangan 1 Lahan Usaha Lahan Cadangan Lahan Pekarangan 2 Lahan Usaha Lahan Cadangan 3 Lahan Usaha Lahan Cadangan Lahan Pekarangan 4 Lahan Usaha Lahan Cadangan 5 Lahan Usaha 6 Lahan Cadangan Lahan Cadangan 7 Lahan Usaha Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, pada studi ini, tingkat kesesuaian lahan yang dianalisis adalah kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan saat ini, sebelum dilakukan input-input perbaikan. Sementara kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan aktual yang dinilai kembali setelah lahan tersebut diberi input perlakuan tertentu guna mengatasi faktor pembatasnya. Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman padi gogo, jagung, kacang tanah, karet dan kelapa sawit pada masing-masing SPL di UPT Rantau Pandan SP 2 disajikan pada Tabel 32. 127 Tabel 32. Kesesuaian lahan tanaman pangan dan tanaman perkebunan di UPT Rantau Pandan SP 2 Komoditi Tanaman Pangan Komoditi Tanaman Perkebunan Padi Gogo Jagung Kac. Tanah Karet Kelapa Sawit SPL A P A P A P A P A P 1. S3fn S2trfn N1n S3n N1f S3rf S3n S2wrfn S3n S2n 2. S3fns S2tfns N1n S3n N1f S3f S3n S2wfn S3fn S2fn 3. N1s S3s N1n S3ns N1s S3s S3ns S2wfns S3ns S2ns 4. N2s N2s N2s N2s N2s N2s N1s S3s N1s S3s 5. S3f S2tf S3fn S2tfn N1f S3f S3n S2wfn S3fn S2fn 6. S3fns S2tfns N1n S3n N1f S2wfns S3n S2wfn S3fn S2fn 7. N1s S3s N1n S3n N1fs S3s S3ns S2wfns S3ns S3s Ket. Kesesuaian Lahan : A = Aktual; P = Potensial S1 = Sangat Sesuai S2 = Cukup Sesuai S3 = Sesuai Marginal N1 = Tidak Sesuai untuk Saat Ini N2 = Tidak Sesuai Permanen Faktor Pembatas: n = Ketersediaan Hara s = Kemiringan Lahan r = Media Perakaran f = Retensi Hara w = Ketersediaan Air t = Rejim Suhu Paragraf berikut menjelaskan kesesuaian masing-masing komoditi untuk tiap SPL di UPT Rantau Pandan SP 2.

1. Padi Gogo. Pada SPL 1, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Sesuai

Marginal S3 dengan pembatas utama retensi hara dan ketersediaan unsur hara. Sedangkan tingkat kesesuaian potensial menjadi Cukup Sesuai S2, dengan input perbaikan berupa pemupukan dan penambahan bahan organik. Pada SPL 2 dan SPL 6, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Sesuai Marginal S3 dengan pembatas utama retensi hara, ketersediaan unsur hara dan kemiringan lahan. Sedangkan tingkat kesesuaian potensial menjadi Cukup Sesuai S2, dengan input perbaikan berupa pemupukan dan terasering atau penanaman searah konturgaris tinggi. Pada SPL 5, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Sesuai Marginal S3 dengan pembatas utama retensi hara. Sedangkan tingkat kesesuaian potensial menjadi Cukup Sesuai S2. Pada SPL 3 dan SPL-7, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Tidak Sesuai untuk Saat INI N1 dengan pembatas utama kemiringan lahan. Sedangkan tingkat kesesuaian potensial menjadi Sesuai Marginal S3. Pada 128 SPL 4, tingkat kesesuaian lahan aktual maupun potensial adalah Tidak Sesuai Permanen N2 dengan pembatas utama kemiringan lahan.

2. Jagung. Pada SPL 1, SPL 2, SPL 3, SPL 6 dan SPL 7, tingkat kesesuaian

lahan aktual untuk tanaman jagung adalah Tidak Sesuai untuk Saat Ini N1 dengan pembatas utama ketersediaan unsur hara. Jika diberikan input perbaikan, berupa pemupukan dan pemberian bahan organik, tingkat kesesuaian potensial berubah menjadi Sesuai Marginal S3. Pada SPL 3 tingkat kesesuaian aktual adalah Sesuai Marginal S3 dengan faktor pembatas utama ketersediaan unsur hara dan retensi hara. Sementara tingkat kesesuaian potensial menjadi Cukup Sesuai S3. Pada SPL 4, tingkat kesesuaian lahan aktual maupun potensial adalah Tidak Sesuai Permanen N2 dengan pembatas utama kemiringan lahan. Faktor pembatas ini tidak bisa diatasi dengan segala jenis input perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaiannya.

3. Kacang Tanah. Pada SPL 1, SPL 2, SPL 5 dan SPL 6, tingkat kesesuaian

lahan aktual adalah Tidak Sesuai untuk Saat Ini N1 dengan pembatas utama retensi hara. Sedangkan tingkat kesesuaian potensial menjadi Sesuai Marginal S3 pada SPL 1, 2 dan 5, serta Cukup Sesuai S2 pada SPL 6. Pada SPL 3, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Tidak Sesuai untuk Saat Ini N1 dengan pembatas utama kemiringan lahan. Sedangkan tingkat kesesuaian potensial menjadi Sesuai Marginal, dengan input perbaikan berupa terasering, pembuatan guludan atau penanaman searah konturgaris tinggi. Pada SPL-7, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Tidak Sesuai untuk Saat ini N1 dengan pembatas utama kemiringan lahan dan retensi hara. Bila diberikan input perbaikan, tingkat kesesuaian lahan meningkat menjadi Sesuai Marginal S3. Pada SPL 4, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Tidak Sesuai Permanen N2 dengan pembatas utama kemiringan lahan. Tingkat kemiringan yang tinggi menyebabkan lahan di SPL 4, tidak bisa diatasi dengan segala jenis input perbaikan apapun untuk lebih meningkatkan kelas kesesuaiannya.

4. Karet. Di lokasi ini, kecuali SPL 4, seluruh SPL berada pada tingkat

kesesuaian Sesuai Marginal S3 dengan faktor pembatas utama ketersediaan unsur hara SPL-1, 2, 5 dan 6, ditambah kemiringan lahan pada SPL 3 dan 7. Keseluruhan kelas kesesuaian lahan di SPL ini dapat ditingkatkan menjadi Cukup Sesuai S2 dengan input perbaikan seperti 129 pemupukan, terasering, pembuatan guludan dan penanaman searah kontur. Pada SPL 4, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Tidak Sesuai untuk Saat ini N1 dengan faktor pembatas kemiringan lahan. Jika diberikan input perbaikan, kelas kesesuaian menjadi Sesuai Marginal S3.

5. Sawit. Sama halnya dengan tanaman karet, di UPT Rantau Pandan S-2,

kecuali SPL 4, seluruh SPL berada pada tingkat kesesuaian Sesuai Marginal S3 dengan faktor pembatas utama retensi hara dan ketersediaan unsur hara SPL 1, 2, 5 dan 6, ditambah kemiringan lahan pada SPL 3 dan 7. Tingkat kesesuaian lahan di SPL 1, 2, 3, 5, dan 6 dapat ditingkatkan menjadi Cukup Sesuai S2 dengan input perbaikan seperti pemupukan, pemberian bahan organik, terasering, pembuatan guludan dan penanaman searah kontur. Sementara pada SPL-7, kelas kesesuan lahan tetap berada pada kelas Sesuai Marginal, karena faktor kemiringan lahan yang tidak bisa diperbaiki dengan jenis input perbaikan apapun. Pada SPL 4, tingkat kesesuaian lahan aktual adalah Tidak Sesuai untuk Saat ini N1 dengan faktor pembatas kemiringan lahan. Jika diberikan input perbaikan berupa terasering atau penanaman searah kontur, kelas kesesuaian menjadi Sesuai Marginal S3.

6. Cabai. Analisis tingkat kesesuaian lahan terhadap tanaman cabai, dilakukan

berdasarkan informasi warga, dan pengamatan terhadap kondisi faktual di lapangan. Kondisi morfologis tanaman yang tumbuh di suatu lahan, mencerminkan tingkat kesesuaian lahan tersebut terhadap jenis tanaman yang ditanam diatasnya. Cabai merupakan salah satu komoditi unggulan yang diminati oleh sebagian besar warga transmigrasi di seluruh UPT Rantau Pandan. Alasan mereka mengusahakan cabai beragam, mulai dari karena berdasarkan pengalaman, mereka merasa tanaman ini cocok untuk ditanam di lokasi ini, juga karena faktor pemasarannya yang mudah dan harga yang tinggi. Pengamatan kondisi morfologis tanaman cabai yang diusahakan warga di lahannya, memperlihatkan bahwa tanaman cabai memang cocok diusahakan di lokasi ini. Kendala utama yang dihadapi warga adalah penyakit keriting daun. Pemberantasan dilakukan dengan memusnahkan tanaman yang terkena penyakit, agar tidak menular pada tanaman yang lain. Berdasarkan dari hasil analisis kesesuaian lahan ini, kemudian dapat dibuat peta kesesuaian lahan UPT Rantau Pandan SP 2, untuk berbagai tanaman pangan dan tanaman perkebunan, pada pertanaman tunggal, artinya 130 tanaman dengan tingkat kesesuaian paling tinggi. Karena peta tata ruang UPT juga telah tersedia, kelas-kelas kesesuaian lahan spasial tersebut kemudian dapat di- overlay secara spasial dengan peta tata ruang. Hasilnya adalah, diketahuinya tingkat kesesuaian lahan, baik untuk pekarangan, Lahan Usaha 1 dan sisa lahan termasuk lahan yang kelak digunakan sebagai Lahan Usaha 2. Contoh peta kesesuaian padi gogo, jagung dan karet dan kelapa sawit, disajikan pada Gambar 30. A B C Gambar 30. Peta Kesesuaian lahan di UPT Rantau Pandan SP 2 untuk: A. Tanaman Padi Gogo, B: Tanaman Jagung, C: Tanaman Karet dan Kelapa Sawit 131 Selanjutnya, berdasarkan kesesuaian lahan secara fisik tersebut, peta rekomendasi berdasarkan pada kondisi bio-fisik dapat dibuat. Hasilnya disajikan pada Gambar 31. Gambar 31. Peta Rekomendasi Tunggal Kesesuaian Lahan UPT Rantau Pandan SP 2 Kesesuaian lahan ini barulah kesesuaian lahan yang didasarkan hanya pada aspek bio-fisik lahan. Untuk aplikasinya lebih lanjut, harus memperhatikan hal-hal yang bersifat non-teknis, misalnya perhitungan ekonomi, sosial, atau pun status tanah. Oleh karena itu, rekomendasi penggunaan lahan akhir dibahas dan disajikan tersendiri. 5.1.2. Analisis Sub-Sistem Sosial-Ekonomi 5.1.2.1. Kuesioner Untuk Analisis Data primer yang digunakan untuk analisis sub-sistem sosial budaya- ekonomi ini dan juga untuk analisis sub-sistem sumberdaya manusia, diperoleh dari kuesioner. Ada dua macam kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kuesioner untuk transmigran dan kuesioner untuk pengelola UPT. Kuesioner untuk transmigran berguna untuk mengeksplorasi data individual untuk kemudian pada tahap selanjutnya ditabulasikan, sedangkan kuesioner 132 untuk UPT berguna untuk mengeksplorasi data-data mengenai UPT yang dimaksud. Dalam penelitian ini, jumlah responden yang diambil adalah sebesar 20 dari jumlah Kepala Keluarga KK di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. Jumlah responden untuk UPT yang dianalisis disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Responden untuk Survei Sosial Budaya dan Ekonomi No. Lokasi Jumlah Transmigran Jumlah Responden 1. UPT Rantau Pandan SP 1 305 KK 61 2. UPT Rantau Pandan SP 2 270 KK 54 Total 575 KK 115 Hasil dari kuesioner-kuesioner tersebut dianalisis untuk mengetahui: i pendapatan transmigran, ii biaya yang dikeluarkan dalam mengolah LP dan LU, iii hasil yang diperoleh dari usaha tani, dan iv pembiayaan usaha tani. Analisisnya dilakukan secara kuantitatif-deskriptif, terutama dikaitkan dengan norma tingkat kesejahteraan transmigran yang berlaku dalam pembinaan masyarakat transmigrasi. Pendekatan ini ditempuh, karena kegiatan ekonomi transmigran pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi skala kecil berkaitan dengan tingkat kehidupan yang masih subsisten. Fakta tersebut menyebabkan parameter-parameter ekonomi yang berlaku umum seringkali sulit diukur secara kuantitatif. Detil analisis dan hasil-hasilnya disajikan pada bagian-bagian di bawah ini.

5.1.2.2. Analisis Pendapatan Transmigran

Data pendapatan transmigran didekati dari berapa pengeluaran mereka. Jenis pengeluaran yang ditanyakan meliputi: i bahan makanankebutuhan sehari-hari beras, ubi-ubian, kacang-kacangan, lauk-pauk tempe, telur, daging, ikan, minyak sayur, minyak tanah, sayuran, bumbu, Gula + Kopi + teh, rokok, sabun, pasta gigi, dan lain-lain; ii sandang dan papan pakaian, perumahan, perabotan rumah tangga; iii pendidikan dan kesehatan biaya sekolah, biaya berobat; iv tabungan dan investasi tabungan uang, membeli emas, membeli tanah, membeli kendaraan, membeli ternak, iv lain-lain rekreasi, pulang kampung, bepergian dalam rangka suatu keperluan, selamatan untuk keluarga, sumbangan untuk tetangga hajatan atau kematian, sumbangan kegiatan sosial, iuran desamesjid, biaya transportasi. Selanjutnya, setelah diketahui jumlah pengeluaran transmigran dalam setahun terakhir, dilakukan penghitungan dan analisis, untuk menentukan tingkat 133 pendapatan transmigran. Untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan dan kesejahteraan transmigran, sesuai dengan kriteria sebagaimana dinyatakan dalam Kepmenakertrans No. 06MEN1999, hasil akhir disajikan dalam kg setara beras. Ringkasan hasil pendapatan kg setara beras di masing-masing UPT ini disajikan pada Tabel 34. Tabel 34. Pendapatan Petani Transmigran di UPT Rantau Pandan Jumlah Pendapatan ≈ Kg Beras No. UPT Jumlah Responden Minimum Rerata Maksimum 1. Rantau Pandan SP 1 60 643.14 1505.41 3360.00 2. Rantau Pandan SP 2 54 471.00 1633.88 5916.25 Keterangan : Ada satu kuesioner yang tidak dapat digunakan datanya Berdasarkan Kepmenakertrans No.06MEN1999, tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran dapat digolongkan kedalam beberapa tingkat: tingkat penyesuaian, tingkat pemantapan dan tingkat pengembangan. a. Tingkat Penyesuaian adalah kondisi perkembangan permukiman dimana trasmigrannya sedang beradaptasi di lingkungan baru sosial ekonomi, budaya dan fisik untuk mampu melaksanakan kehidupan di lokasi baru. b. Tingkat Pemantapan adalah kondisi perkembangan permukiman dimana transmigrannya telah berkemampuan mengelola asset produksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. c. Tingkat Pengembangan adalah kondisi perkembangan permukiman dimana transmigrannya telah mandiri dalam arti mampu mengembangan potensi diri dan masyarakatnya dalam bentuk partisipasi aktif guna mengembangkan usaha dan kehidupannya secara berkelanjutan. Matriks tata cara Perhitungan tingkat perkembangan permukiman transmigrasi meliputi berbagai aspek, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya, aspek integrasional dan aspek keaktifan dan pelayanan lembaga sosial. Dalam penelitian ini, tingkat perkembangan kesejahteraan trasmigran lebih dititik beratkan pada aspek ekonomi, yaitu dengan menghitung rata-rata pendapatan transmigran, melalui pendekatan besarnya pengeluaran, meskipun tetap tidak mengabaikan faktor-faktor lainnya. Dari Tabel 34 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 berkisar antara 1237.75 – 1647.24 setara kg beras. Berdasarkan kriteria pada Kepmenakertrans No.06MEN1999, jumlah pendapatan 134 dengan nilai tersebut mengindikasikan bahwa tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran di UPT Rantau Pandan secara umum masih berada pada tingkat penyesuaian. Sesungguhnya, berdasarkan strandar normatif, tingkat perkembangan Penyesuaian ditemui pada UPT dengan masa pembinaan 1 – 1.5 tahun. Sesuai dengan tahun bina, semestinya UPT-UPT Rantau Pandan, sudah mencapai tingkat Pemantapan dengan jumlah pendapatan 2400 Kg setara beras, yang ditandai dengan peningkatan kemampuan transmigran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kenyataan ini menunjukkan bahwa setelah usia pembinaannya mencapai usia T+ ≥ 2, perkembangan UPT- UPT ini belum memenuhi kriteria sebagaimana dinyatakan dalam Kepmenakertrans No. 06MEN1999. Pada paragraf berikut diuraikan secara lebih rinci, jumlah pendapatan transmigran serta tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran pada masing-masing SP di lokasi penelitian. UPT Rantau Pandan SP 1. Pada lokasi ini, dari hasil kuesioner, diperoleh data bahwa rata-rata pendapatan transmigran adalah 1505.41 setara Kg Beras. Jumlah pendapatan dengan nilai tersebut mengindikasikan bahwa tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran di UPT Rantau Pandan SP 1 masih belum mencapai tingkatan yang ada, meskipun tingkat terendah, yaitu tingkat Penyesuaian. Kita ketahui bahwa UPT Rantau Pandan SP 1 mulai ditempati pada tahun 2002, sehingga posisinya pada saat ini adalah T+4. Secara normatif, semestinya lokasi ini sudah mencapai tingkat Pengembangan, dan sudah mempunyai kemampuan mandiri untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan pembangunan. Kondisi terlambatnya pencapaian tingkat perkembangan di UPT ini sungguh memprihatinkan, karena ternyata perkembangan UPT-UPT ini masih jauh di bawah standar. Selanjutnya, bila dilihat lebih jauh, ternyata bahwa selisih antara jumlah pendapatan terendah dan tertinggi relatif jauh. Dari hasil kuesioner, pendapatan tertinggi di UPT ini adalah 5.2 X pendapatan terendah. Pendapatan terendah adalah sebesar 643.14 setara Kg beras, sedangkan pendapatan tertinggi adalah sebesar 3360.00 setara Kg Beras. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kesenjangan pendapatan transmigran di lokasi ini. Hal ini juga bisa berarti, ada perbedaan tingkat tanggung jawab dalam mengelola lahan atau tingkat kerajinan transmigran. UPT Rantau Pandan SP 2. Melalui kuesioner diperoleh data mengenai rata- rata pendapatan transmigran. Adapun rata-rata pendapatan di lokasi ini adalah 135 1633.88 setara Kg Beras. Jumlah pendapatan dengan nilai tersebut mengindikasikan bahwa tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran di UPT Rantau Pandan SP 2 berada pada tingkat Penyesuaian. Dalam hal tingkat perkembangan, UPT ini ternyata juga masih dibawah standar normatif. Kita ketahui bahwa UPT Rantau Pandan SP 2 mulai ditempati pada tahun 2003, sehingga posisinya pada saat ini adalah T+3. Seperti halnya dengan di UPT Rantau Pandan SP 1, ada selisih yang cukup besar antara jumlah pendapatan terendah dan tertinggi. Jumlah pendapatan tertinggi adalah sebesar 5916.25 setara Kg beras, atau 12.6 X jumlah pendapatan terendah. Pendapatan terendah adalah sebesar 471.00 setara Kg beras. Bila dilihat lebih jauh, tingkat pendapatan yang tinggi diperoleh oleh transmigran yang selain mengelola lahannya, juga memiliki usaha sampingan seperti buruh dan usaha home industry pembuatan kerupuk ubi. Pak Kusnidi, Ketua KUD, yang merupakan trasmigran teladan, memiliki pendapatan sebesar 5348.00 setara Kg beras. Beliau memiliki banyak usaha sampingan di samping usaha tani yang dikerjakannya. Uji-t digunakan untuk melakukan pengujian apakah ada perbedaan tingkat pendapatan antara transmigran di SP 1 dan di SP 2. Berdasarkan hasil uji ini diperoleh bahwa: - Pendapatan On-Farm Nilai sig p-value sebesar 0.032 menunjukkan bahwa perbedaannya signifikan. Transmigran di SP 2 memiliki rata-rata pendapatan on-farm yang lebih tinggi dibandingkan transmigran SP 1. - Pendapatan Off-Farm Nilai sig p-value sebesar 0.941 menunjukkan bahwa perbedaannya tidak signifikan. Transmigran di SP 1 dan SP 2 memiliki rata-rata pendapatan off-farm yang sama. - Pendapatan Total Nilai sig p-value sebesar 0.073 menunjukkan bahwa perbedaannya signifikan. Transmigran di SP 2 memiliki rata-rata pendapatan total yang lebih tinggi dibandingkan transmigran SP 1. 136 Group Statistics 59 2010559 1794207.397 233585.9 54 3143000 3404711.020 463322.5 59 3696186 2431983.719 316617.3 54 3745037 4267875.862 580784.3 59 5706746 2403486.050 312907.2 54 6888037 4185220.600 569536.4 SP 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00 Pendapatan On-Farm Pendapatan Off-Farm Pendapatan Total N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Keterangan : N= 59, karena ada satu kuesioner yang tidak dapat digunakan datanya Independent Samples Test 4.324 .040 -2.238 111 .027 -1132441 505936.37 -2134987 -129894 -2.182 78.719 .032 -1132441 518873.88 -2165291 -99590.7 9.056 .003 -.076 111 .940 -48850.60 646590.69 -1330113 1232412 -.074 82.523 .941 -48850.60 661480.89 -1364622 1266921 6.236 .014 -1.859 111 .066 -1181291 635368.68 -2440317 77734.17 -1.818 82.921 .073 -1181291 649832.77 -2473801 111218.2 Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Pendapatan On-Farm Pendapatan Off-Farm Pendapatan Total F Sig. Levenes Test for Equality of Variances t df Sig. 2-tailed Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper 95 Confidence Interval of the Difference t-test for Equality of Means 5.1.2.3. Analisis biaya yang dikeluarkan dalam mengolah LP dan LU dan hasil yang diperoleh dari usaha tani Dalam analisis kondisi ekonomi transmigran, analisis terhadap biaya yang dikeluarkan dalam mengolah lahan, baik LP maupun LU, serta hasil produksinya, sangat perlu dipertimbangkan. Analisis ini berguna untuk mengetahui pendapatan petani dari pendekatan lain, mengetahui produktivitas dan biaya produksi versi transmigran, serta mengetahui modal transmigran untuk kegiatan usaha tani. Tidak ada kondisi spesifik yang membedakan di kedua UPT ini, dalam hal biaya yang dikeluarkan dalam mengelola LP dan LU. Hal ini diduga disebabkan karena lokasi-lokasi ini secara umum, memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif tidak berbeda jauh. Dari hasil kuesioner di seluruh UPT, diperoleh informasi bahwa hanya sebagian kecil warga yang mengeluarkan biaya untuk mengelola lahannya, baik dari uang pribadi ataupun dari meminjam dengan sesama warga. Untuk mengolah lahannya, warga umumnya tidak pernah mengeluarkan uang, karena setiap KK mengolah lahannya sendiri atau hanya dibantu oleh anggota keluarganya. 137 Hal lain yang menjadi permasalahan umum di lokasi penelitian ini adalah kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai rata-rata produksi lahan, seringkali tidak mendapat jawaban yang pasti. Warga selalu mengaku tidak pernah menghitung seluruh hasil panennya, karena menurut mereka hasilnya sangat sedikit dan hanya dikonsumsi sendiri, atau kalaupun hasilnya memadai, mereka tidak terbiasa menghitung hasil panennya. Namun secara umum, hasil kurang memadai ini disebabkan oleh serangan hama babi dan berbagai penyakit. Di samping itu, kondisi lahan yang belum siap olah juga merupakan salah satu alasan kenapa warga tidak mengusahakan lahannya. Kondisi ini menyebabkan sulitnya mengkuantifikasikan hasil yang diperoleh oleh transmigran. Paragraf berikut membahas hasil analisis terhadap biaya yang dikeluarkan dalam mengolah lahannya serta hasil yang diperoleh secara khusus pada masing-masing UPT. UPT Rantau Pandan SP 1. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, warga di lokasi ini telah menerima input sebagai berikut: bibit padi 40 kg, bibit jagung 8 kg, pupuk untuk padi Urea 90 kg, SP-36 27 kg, Pestisida 20 ltr, Dolomit 1000 kg, pupuk untuk jagung Urea 300 kg, SP-36 250 kg, KCl 150 kg, Dolomit 1000 kg, Pestisida 20 ltr. Warga juga pernah menerima bantuan bibit kelapa sawit. Semua bantuan inilah yang dipergunakan warga sebagai modal awal bercocok tanam. Transmigran yang produksinya mencukupi, biasanya menjual hasil panennya ke sesama warga, menjual ke pedagang pengumpul yang datang ke lokasi, atau mengolah hasil panennya bagi warga yang memiliki usaha home industri seperti pembuatan kerupuk ubi. Transmigran yang tidak berhasil dalam usaha taninya, terpaksa mencari penghasilan di luar lokasi, seperti menjadi penyadap karet di Bangko, menjadi buruh bangunan, dan lain-lain, sehingga lahan semakin tidak terolah. UPT Rantau Pandan SP 2. Kondisi ekonomi di lokasi ini sangat beragam. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dari hasil kuesioner diketahui bahwa selisih pendapatan dari yang terendah dengan yang tertinggi sangat jauh berbeda. Warga yang berhasil dalam usaha taninya biasanya adalah warga yang berasal dari Jateng. Salah satu warga yang cukup berhasil adalah Pak Kusnidi, saat ini menjabat sebagai Ketua KUD, dan merupakan transmigran teladan tingkat Propinsi. Warga di lokasi ini telah menerima bantuan berupa Paket B, dimana masing-masing KK mendapat pupuk urea 42 kg, pupuk KCl 20 kg, pupuk SP-36 20 kg, padi gogo 20 kg, dan pestisida 0.5 ltr, disamping mendapat bantuan dalam rangka 138 pemberdayaan masyarakat, sama seperti pada UPT Rantau Pandan SP 1. Semua bantuan inilah yang dipergunakan warga sebagai modal awal bercocok tanam. Meskipun ada sebagian warga yang sudah mampu menjual hasil panennya, namun masih banyak warga yang produksinya tidak memadai untuk dijual. Rendahnya produksi warga dijelaskan lebih rinci pada bagian Pemetaan masalah, namun secara umum, hasil kurang memadai ini disebabkan oleh serangan hama babi dan berbagai penyakit, di samping kondisi lahan yang belum siap olah, dan faktor fisik lahan. Sementara itu, untuk transmigran yang produksinya mencukupi, biasanya mereka menjual hasil panennya ke sesama warga, menjual ke pedagang pengumpul yang datang ke lokasi, atau mengolah hasil panennya bagi warga yang memiliki usaha home industri seperti pembuatan kerupuk ubi. Biaya transportasi ke pasar terdekat sangat mahal. Mekipun demikian, beberapa warga yang memiliki sepeda motor menjual hasil panennya ke Pasar Muara Buat, bahkan ada juga yang menjual sampai ke Muara Bungo. Transmigran yang tidak berhasil dalam usaha taninya, terpaksa mencari penghasilan di luar lokasi, sebagai buruh pada illegal logging, ataupun tukang sadap karet. Dalam hal hasil produksi, jawaban warga sangat beragam. Untuk transmigran yang produksinya mencukupi, ada yang menjual hasilnya ke Pasar Muara Buat yang hanya berjarak 4 km dari lokasi, dan ada yang menjual dengan pedagang pengumpul yang datang ke lokasi. Namun sebagian besar warga mengaku bahwa hasil pertanian yang mereka peroleh tidak mencukupi untuk dijual karena selalu diserang hama babi. Lahan yang mereka usahakan juga sangat terbatas, mereka hanya baru menerima lahan tapak rumah seluas 20 x 25 m. Bahkan untuk akhir-akhir ini, warga selalu mengalami gagal panen karena serangan hama babi. Ketika ditanya mengenai hasil produksinya, rata-rata transmigran tidak mengetahui dengan pasti jumlahnya, dengan alasan mereka tidak pernah menghitungnya.

5.1.2.4. Analisis Pembiayaan Usahatani

Net Benefit-Cost Ratio BC ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value manfaatkeuntungan terhadap jumlah present value biaya dari suatu investasi pada tingkat bunga yang telah ditentukan. Sementara itu, Revenue-Cost ratio RC ratio adalah perbandingan antara nilai penerimaan 139 yang diperoleh terhadap total biaya yang dikeluarkan tanpa memperhitungkan present value-nya. Berdasarkan pengetian tersebut, maka nilai Benefit-Cost Ratio BC ratio dan Revenue-Cost ratio tidak dapat ditetapkan karena tidak ada data yang valid mengenai hasil transmigran dari usaha taninya. Hal ini disebabkan karena pada kondisi aktual, terlalu sedikit hasil panen yang sudah diperoleh oleh transmigran. Dengan kata lain, pada saat ini, transmigran baru hidup pada tingkat subsisten. Artinya, apa yang mereka peroleh dari hasil usahatani langsung dikonsumsi, dan bahkan hal itupun belum mencukupi. Mereka masih harus menambah kebutuhan hidup dari usaha-usaha diluar usahatani. Tabel 35. Hasil Analisis Biaya-Manfaat BC Ratio dan Penerimaan – Biaya RC Ratio di Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 untuk pengusahaan di Lahan Pekarangan dan Lahan Usaha 1 No. Komoditi Tempat Pengusahaan BC RC 1. Cabai LP 0,23 1,23 2. Sawi LP 0,12 1,12 3. Kacang Panjang LP 0,53 1,53 4. Ubi LP 0,27 1,27 5. Tomat LP 0,45 1,45 7. Bayam LP 0,12 1,12 Sebaliknya, dalam skenario ke depan, nilai-nilai ini dapat ditetapkan, untuk pertanaman yang disarankan. Meskipun demikian, pada Tabel 35 disajikan nilai-nilai BC ratio dan RC ratio untuk beberapa tanaman, apabila tanaman-tanaman ini diusahakan di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. Hasil-hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa untuk pengusahaan di lahan pekarangan, pertanaman kacang panjang memberikan keuntungan terbesar, demikian pula pengusahaan tanaman tomat. Sementara itu, di LU 1 pengusahaan karet memberikan manfaat terbesar. Pertanaman padi gogo di LU 1, nilai manfaatnya relatif kecil bagi para petani transmigran di lokasi ini. Untuk tanaman kelapa, yang dari hasil penelitian ini disarankan sebagai tanaman pinggir di LU 1, memberikan manfaat yang cukup besar. Karena itu, pengusahaan tanaman kelapa sebagai batas LU 1 sebagaimana disarankan dalam rancangan teknis, sangat direkomendasikan untuk dilaksanakan. 140

5.1.2.5. Analisa Kelayakan Investasi Perkebunan Kelapa Sawit a. Biaya Investasi

Berdasarkan hasil perhitungan, yang detil perhitungannya disajikan pada Lampiran 6, pembangunan kebun rakyat di kawasan UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2, Kab. Muara Bungo diperkirakan akan memerlukan dana sebesar Rp. 18.337.814,- per hektar tidak termasuk nilai tanah. Meskipun demikian, jumlah tersebut dapat ditekan dengan melakukan beberapa penghematan. Penghematan yang dapat dilakukan antara lain adalah: 1. Meningkatkan partisipasi petani 2. Meminimalkan pekerjaan pemborongan oleh pihak ketiga 3. Membuat skala prioritas kegiatan pembangunan kebun 4. Dukungan pemerintah pusatdaerah. Biaya Program pembangunan kebun rakyat di kawasan UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 dapat disusun dalam suatu cost management dengan pengalokasian dana sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1 Penyiapan Lahan Pembukaan Lahan. Untuk membuka hutan sekunder dibutuhkan dana total sebesar Rp. 1.792.060,- per hektar yang terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 459.900,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.332.160,- Untuk membuka padang alang-alang, dibutuhkan biaya total sebesar Rp. 1.285.330,- terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 288.000,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 780.160,- Dengan demikian, jika komposisi lahan yang akan dibuka menjadi perkebunan adalah 60 hutan sekunder dan 40 padang alang-alang, pembukaan lahan satu hektar memerlukan biaya sebesar Rp. 1.502.500,- . Penanaman Tanaman Penutup Tanah LCC. Tanaman Penutup Tanah yang digunakan adalah tanaman tumpang sari. Hal ini dimaksudkan sebagai penghasilan petani selama kelapa sawit belum berproduksi. Dalam pekerjaan penanaman tanaman penutup tanah ini diperlukan total biaya sebesar Rp. 1.191.940,- per hektar dengan perincian untuk biaya peralatan dan bahan sebesar Rp. 352.900,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 839.040,-. 2 Penanaman dan Pemeliharaan Kelapa Sawit Bibit Kelapa Sawit. Dalam satu hektar lahan ditanam bibit kelapa sawit sebanyak 140 batang. Dengan asumsi harga bibit kelapa sawit adalah Rp. 16.000,- per batang, maka diperlukan biaya sebesar Rp. 2.240.000,- untuk pembelian bibit kelapa sawit per hektar. 141 Penanaman Kelapa Sawit. Dalam penanaman kelapa sawit ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan biaya total sebesar Rp. 2.577.170,- per hektar, yang terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 1.495.250,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.081.920,-. Perawatan Tanaman Kelapa Sawit Tahun Pertama TBM-1. Untuk perawatan Tanaman Kelapa Sawit tahun pertama, ada beberapa pekerjaan yang harus dilakukan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan biaya total sebesar Rp. 2.017.550,- per hektar, yang terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 935.630,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.081.920,-. Perawatan Tanaman Kelapa Sawit Tahun Kedua TBM-2. Untuk perawatan tanaman Kelapa Sawit tahun kedua, pekerjaan yang harus dilakukan membutuhkan biaya total sebesar Rp. 2.430.935,- per hektar. Biaya ini terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 1.260.695,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.170.240,-. Perawatan Tanaman Kelapa Sawit Tahun Ketiga TBM-3. Untuk perawatan tanaman kelapa sawit tahun ketiga, pekerjaan yang harus dilakukan membutuhkan biaya total sebesar Rp. 2.933.435,- per hektar. Biaya ini terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 1.579.195,- dan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.354.240,-. 3 Prasarana Jalan Untuk mendukung lancarnya usaha perkebunan kelapa sawit rakyat ini, prasarana jalan dan jembatan sangat diperlukan. Dalam pengerjaannya, penyediaan prasarana ini terdiri dari dua pekerjaan berikut ini. Pembuatan Jalan dan Jembatan. Dari keseluruhan jalan dan jembatan yang akan dibangun, jika dirata-ratakan sehingga per hektar, perkebunan kelapa sawit membutuhkan jalan dan jembatan yang biaya totalnya adalah sebesar Rp. 508.180,-. Biaya ini terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp. 325.000,-, pembuatan gorong-gorong dan jembatan sebesar Rp. 87.500,- serta biaya tenaga kerja sebesar Rp. 95.680,-. Pengerasan Jalan. Beberapa ruas jalan kemungkinan perlu diperkeras. Jika dirata-ratakan perhektar, pengerasan jalan di lahan perkebunan memerlukan total biaya sebesar Rp. 996.760,-, yang terdiri dari biaya bahan dan alat sebesar Rp 695.000 dan biaya tenaga kerja sebesar Rp 301.760. 142 4 Registrasi, Notaris dan Konsultan Biaya-biaya non teknis dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit yang menyangkut registrasi, notaris dan konsultan adalah sebagai berikut: • Biaya Registrasi sebesar Rp. 30.000,- per hektar. • Biaya Notaris sebesar Rp. 20.000,- per hektar • Biaya Sertifikasi Tanah Rp. 80.000,- per hektar • Biaya Survei Rp. 29.440,- per hektar • Biaya Konsultan dan lain-lain Rp. 120.000,- per hektar Dengan demikian, total biaya registrasi, notaris dan konsultan adalah sebesar Rp. 279.440,- per hektar.

b. Proyeksi Pendapatan Petani