Analisis tingkat kompetensi transmigran dan pengelola UPT

151 informasi yang menunjukkan tingkat tanggung jawab transmigran diperoleh melalui kuesioner, kegiatan PRA serta kondisi faktual di lapangan. Dari data hasil kuesioner, diperoleh informasi bahwa sebagian besar warga telah mengusahakan lahan yang telah diberikan, khususnya lahan perkarangan. Dari kondisi faktual memang terlihat bahwa sebagian besar warga telah mengusahakan lahan perkarangannya dengan berbagai macam tanaman. Sementara untuk Lahan Usaha, masih banyak warga yang belum mengusahakannya. Ketika dieksplorasi lebih jauh tentang alasan belum mengusahakan lahan usaha, menurut mereka, hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki modal usaha yang cukup untuk mengusahakannya, disamping ada juga yang memberikan alasan karena lahan usahanya yang belum siap olah, dan banyak terdapat simpukan-simpukan. Meskipun demikian mereka menyatakan bersedia dan ingin mengelola lahan usahanya bila masalah-masalah yang tidak bisa mereka atasi tersebut dapat diselesaikan. Fakta-fakta ini menunjukkan, bahwa para transmigran ini sebenarnya memiliki rasa tanggung jawab yang cukup besar, ketika kepada mereka diberikan sesuatu kepercayaan.

d. Analisis tingkat kompetensi transmigran dan pengelola UPT

Data dan informasi mengenai tingkat kompetensi transmigran diperoleh melalui kuesioner, kegiatan PRA dan informasi dari petugas dan Dinas Nakertrans Kab. Bungo. Analisis terhadap tingkat kompetensi transmigran diperlukan untuk mengetahui kesiapan transmigran menerima teknologi serta rencana teknis yang diterapkan. Tingkat kompetensi transmigran ini juga dipergunakan untuk penyesuaian bantuan berupa teknologi maupun pelatihan. Tingkat kompetensi transmigran dapat diketahui dari tingkat pendidikan transmigran, pelatihan yang pernah dijalani, kemampuan tranmigran menyerap penjelasan, baik ketika dilaksanakan wawancara maupun ketika kegiatan PRA, cara mereka mengelola lahannya, dan lain-lain. Data mengenai struktur penduduk berdasarkan pendidikan formal transmigran disajikan pada Tabel 38. Dari Tabel 38 dapat dilihat bahwa di UPT Rantau Pandan SP 1, transmigran yang buta huruf berjumlah 6,56 dari total penduduk, warga yang tidak bersekolah berjumlah 19,43 dari total penduduk, sementara warga yang mengecap bangku SD berjumlah 65,29. Dari 756 orang yang pernah mengikuti pendidikan SD, 70,5 tidak menamatkannya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dari segi pendidikan, warga di lokasi ini memiliki kompetensi yang relatif rendah. 152 Tabel 38. Struktur Penduduk Berdasarkan Pendidikan Formal di Rantau Pandan SP 1 No. Pendidikan Formal Jumlah Orang 1. Buta huruf 76 6,56 2. Tidak Sekolah 225 19,43 3. Tidak Tamat SD 533 46,03 4. Tamat SD 223 19,26 5. Tamat SLTP 78 6,74 6. Tamat SMU Umum 18 1,55 7. Tamat SMU Kejuruan - 8. Perguruan Tinggi 5 0,43 Jumlah 1158 Data mengenai pelatihan yang pernah dilaksanakan di lokasi ini diperoleh dari Dinas Nakertrans Prop. Jambi. Di UPT Rantau Pandan SP 1, pada tahun 2004 dan tahun 2005, telah dilaksanakan pelatihan Usaha Tani Tanaman Pangan dan Palawija. Menurut informasi petugas, setelah dilaksanakannya pelatihan, warga menindaklanjuti dengan melakukan usaha tani yang sesuai dengan materi yang diberi ketika pelatihan. Demikian juga ketika wawancara dan kegiatan PRA dilaksanakan, warga terlihat antusias dan cepat paham terhadap penjelasan yang diberikan kepada mereka. Secara sistematis, warga bisa menyampaikan pendapat kepada tim mengenai permasalahan yang mereka hadapi dan keinginan-keinginan mereka dimasa yang datang. Keadaan ini dapat dijadikan indikasi bahwa meskipun pendidikan mereka relatif rendah, mereka memiliki kemauan dan pengalaman yang relatif memadai dalam menerima penjelasan yang diberikan. Data dan informasi mengenai tingkat kompetensi petugas di lokasi UPT Rantau Pandan SP 1 di peroleh melalui kuesioner daftar isian potensi lokasi transmigrasi, yang ditanyakan ke petugas atau diamati langsung di lapangan. Sarana penunjang pembinaan UPT yang ada di lokasi adalah sepeda motor dan mesin tik. Sebenarnya petugas di UPT ini memiliki kompetensi yang memadai. Mereka mengerti permasalahan yang dihadapi oleh warganya. Namun mereka sulit untuk fokus dan aktif di lokasi karena sesuai dengan peraturan dari Depnakertrans, petugas UPT tidak mendapat tunjangan operasional. Dalam hal tingkat kompetensi, pihak Nakertrans tentunya telah memiliki aturan atau prosedur yang standar dalam memutuskan seseorang menjadi pengelola UPT. Jadi mestinya, menentukan pengelola UPT, harus memperhatikan tingkat 153 kompetensi yang sesuai dengan kriteria. Lebih lanjut, sesungguhkan kendala yang muncul bukan dalam hal kompetensi, tapi lebih kepada tingkat tanggung jawab dari petugas tersebut. Berdasarkan informasi warga, tingkat tanggung jawab pengelola UPT ini, sangat kurang. Hal ini dapat juga dibuktikan dengan jarangnya pengelola UPT berada di lokasi.

e. Kelembagaan