4 sifat fisik dan kimia tanahnya kurang menguntungkan, sangat rentan terdegradasi
jika pengelolaannya dilakukan dengan kurang hati-hati. Belajar dari fakta-fakta tersebut diatas, menunjukkan bahwa pengelolaan
lahan kering di daerah transmigran merupakan kegiatan yang sangat kompleks dan dinamis. Kompleks karena melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan
multi stake holder, seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Wilayah Propinsi Pemerintah kabupaten, masyarakat transmigran, dan masyarakat
sekitarpenduduk asli. Melihat kenyatan tersebut maka dibutuhkan sebuah paradigma baru dalam pembinaan dan pengelolaan lahan kering transmigran.
Pembinaan dan pengelolaan harus dilakukan secara holistik-integratif dengan melibatkan masyarakat transmigran sebagai stake holder utamanya. Hal ini
sangat penting dalam pengelolaan lahan kering, terutama pada lahan-lahan dengan kemiringan 8-30 atau lebih. Pemberdayaan transmigran merupakan
upaya menciptakan suasana yang memungkinkan potensi transmigran dapat berkembang dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki untuk mengelola sumberdaya lahan marginal secara berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan penelitian komprehensif
mengenai permasalahan pembinaan dan pemberdayaan transmigrasi secara tersistem, yang akan dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan
perubahan baik pada tataran kebijakan, strategi maupun implementasi.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian adalah mengembangkan rancang bangun model sistem pengembangan transmigrasi di lahan kering yang selanjutnya dapat
digunakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan sistem pengembangan transmigrasi lahan kering berkelanjutan. Tujuan penelitian secara spesifik adalah:
1. Menganalisis kondisi existing transmigrasi lahan kering secara ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan transmigrasi lahan kering.
2. Menyusun suatu model sistem pengbangan pemberdayaan transmigrasi lahan kering secara terpadu dengan melibatkan masyarakat transmigran.
3. Merumuskan kebijakan dan skenario strategis untuk pengembangan pemberdayaan transmigrasi lahan kering.
5
1.3. Kerangka Pemikiran
Pembangunan transmigrasi, baik yang dilaksanakan sebelum maupun pada pasca era reformasi ini, belum seluruhnya terencana dan terlaksana secara
sistematis dan komprehensif. Hal ini tercermin, antara lain dari pola rekruitmen calon transmigran yang belum berbasis kompetensi yang sepenuhnya dapat
dipertanggungjawabkan. Demikian juga, perencanaan pembangunan pemukiman masih cukup banyak yang belum berbasis pada karakteristik spesifik
sumberdaya alamnya. Perencanaan juga belum sepenuhnya memanfaatkan tingkat ilmu pengetahuan knowledge yang telah dicapai dalam hal teknologi
pemanfaatan sumberdaya, dan diduga masih cukup banyak dilakukan oleh orang-orang yang kurang memperhatikan masalah etika dan moral moral
hazard. Salah satu contoh praktek kurang menguntungkan ditinjau dari sisi
kelestarian sumberdaya adalah fakta bahwa pembukaan lahan di pemukiman baru umumnya dilakukan dengan menggunakan alat berat. Sementara itu,
operasional pembukaan lahan juga belum sepenuhnya memperhatikan rekomendasi Rencana Teknis Satuan Pemukiman RTSP yang disiapkan
sebelum dilakukannya pembukaan lahan. Hal-hal tersebut telah menghasilkan antara lain lahan yang miskin unsur
hara karena lapisan atasnya tergusur dan terkelupas. Wilayah yang semula direncanakan merupakan jalur hijau juga tidak jarang ikut dibuka. Kondisi seperti
ini, terutama pada lahan dengan bentuk wilayah bergelombang sampai berbukit, sangat berpotensi mengakibatkan terjadinya erosi dalam skala yang luas,
sehingga daya tangkap air dan produktivitas lahan menurun dengan cepat. Disamping berbagai kekurangan dari sisi sumberdaya fisik, tinjauan dari
sisi sosial-ekonomi dan budaya di lokalita transmigrasi juga masih belum menunjukkan hal yang belum menggembirakan. Pembinaan ekonomi
economic, sosial budaya social culture dan lingkungan enviroment serta pelatihan yang diberikan sampai saat ini masih belum disusun berdasarkan
Rentekbin untuk setiap lokasi. Selama ini, input pembinaan masih ditetapkan secara top down dengan
satuan dan jenis input rerata. Pelatihan dan input untuk aksi rehabilitasi lahan dan air belum disadari sebagai sesuatu yang strategis. Keadaan ini
mengkondisikan rendahnya keberdayaan transmigran secara finansial, karena usaha taninya tidak mampu menghasilkan produksi yang dikonsumsi dan dijual
6 untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Keadaan tersebut telah
menyebabkan banyaknya Unit Pemukiman Transmigrasi UPT bermasalah terus meningkat. Berdasarkan daftar UPT Binaan, saat ini ada 162 UPT lahan kering
yang tersebar di pulau-pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, Propinsi NTB dan NTT. Kurang lebih 60 lahan transmigran
merupakan lahan tidur, artinya lahan yang tidak atau belum dikelola secara maksimal pada setiap musim tanam. Jumlah tenaga kerja yang cukup besar di
lokasi transmigrasi belum sepenuhnya dapat berimplikasi pada produksi yang tinggi, karena daya nalar sense making yang rendah, kesiapan dibidang
pengelolaan lahan yang relatif rendah, keterbatasan penguasaan teknologi tinggi, jiwa wiraswasta yang relatif rendah, permodalan yang sangat terbatas serta
pengetahuan yang terbatas tentang peluang pasar komoditi unggulan. Menghadapi berbagai keterbatasan tersebut, saatnya diperlukan
kebijakan dan kearifan pemerintah dalam pemberdayaan transmigran. Menurut BPS 2000, luas lahan kering di Indonesia mencapai 138.646.215 ha. Sejumlah
± 43.605.194 orang penduduk Indonesia memiliki matapencaharian sebagai petani, dimana ± 30 juta orang merupakan petani lahan kering. Sebagian besar
dari petani lahan kering tersebut hidup dibawah garis kemiskinan. Komunitas transmigran lahan kering digambarkan sebagai masyarakat yang relatif tertinggal
dan kadangkala terpinggirkan. Kentalnya kesan kemiskinan, terjadinya degradasi lahan kering,
keterbelakangan usaha pertanian, dan ketidakberdayaan transmigran diduga akan tetap berlangsung selama usaha tani mereka tidak diarahkan untuk
mencapai kemandirian, misalnya melalui upaya-upaya pengembangan agribisnis dan agroindustri. Tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa diperlukan perbaikan di
segala lini untuk menunjang perkembangan perekonomian usaha tani lahan kering. Diperlukan pula investasi yang cukup besar untuk pemberdayaan
transmigran. Langkah menuju hal tersebut dapat dilakukan, antara lain melalui peningkatan wadah kelembagaan institution masyarakat transmigran yang
didahului dengan Rentekbin yang akurat, penyediaan teknologi, penyediaan input sarana produksi, perbaikan manajemen dan organisasi pembelajaran learning
organization. Keadaan tersebut merupakan resultante akibat yang ditimbulkan oleh
permasalahan terkait dengan a keterbatasan sumberdaya manusia transmigran, b keterbatasan sumberdaya lahan, c kurangnya pembinaan dan pemberdayaan
7 sumberdaya, d lemahnya institusi UPT, e kurang maksimalnya peran
stakeholders dalam pengembangan sistem pengelolaan lahan kering. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang sistematik dan holistik untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Pendekatan masalah yang diuraikan diatas disajikan pada Gambar 1.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang ingin ditelaah dan dicari pemecahannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model sistem pemberdayaan transmigrasi lahan kering secara terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat setempat ?
2. Bagaimana rumusan kebijakan dan skenario strategi untuk pengembangan pemberdayaan transmigrasi lahan kering yang berkelanjutan ?
Pendekatan yang digunakan untuk melakukan penelaahan dan pencarian solusi penanganannya dilakukan dengan pendekatan sistem, dengan didasarkan
pada berbagai hasil analisis terhadap aspek ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan transmigrasi lahan kering dengan menggunakan contoh kasus di
unit permukiman transmigrasi lahan kering, sebagaimana disajikan dalam kerangka pikir pada Gambar 2.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yang berarti suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem
sebagai titik tolak analisis. Melalui pendekatan ini, diharapkan manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar
sistem yang perubahan dan gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan sistem tersebut Marimin, 2004.
8 Gambar 1
Kerangka Pemikiran Pendekatan Masalah
Rekruitmen Catrans • Blm berdasarkan
kompetensi • Rentekrah minim
Komunitas • Petani gurem
• Buruh tani • Nelayan
• Pengangguran • Perambah hutan
• Peladang berpindah • Masy. Terasing
• Masy. kena proyek pem.
Kompetensi rendah • Tenaga kerja
• Pendidikan rendah • Keterampilan rendah
• Motivasi rendah.
Finansial rendah • Pendapatan rendah
• Modal rendah • Kesejahteraan rendah
• Tingkat kemiskinan tinggi
Pelatihan Catrans minim
Catrans Pertumbuhan
Penduduk Migrasi
RTSP RTUPT
S. Fisik S. Kimia
S. Biologi
Lahan Marjinal
L C
•
eks padang alang
2
• eks hutan konversi • lainnya
Alat berat • Buldozer
• Grader • traktor
RTSP RTUPT • Kurang diperhatikan
• Tidak memperhatikan aspek fisikkesuburan
• Jalur hijau ikut di buka Curah hujan tinggi
Lapisan atas tergusur bahan organik hilang
LP LU
Penempatan
I
II
A
9
Sifat Kimia • Kandungan P rendah fiksasi P tinggi
• Reaksi tanah masam • Unsur hara miskin
Sifat Biologi • Bahan organik rendah ……
Degradasi lahan air
III
Pembinaan Marjinal
• waktu • varietas
• jumlah • kualitas
• waktu • kualitas
• jumlah
• waktu • kualitas
• jumlah bibit
benih Obat-obatan
pertanian pupuk
kaptan Musim tanam
Kemampuan mengolah lahan Input rehabilitas lahan
air tidak ada
Tanpa Rentek
Bin Top down
Kompetensi Organizer
CD Worker
Semua Organizer
CD Worker
Keberadaan Organizer
CD Worker
Kompetensi Keterampilan
Trans.
Pembelajaran Pelatihan • Pemerintahan
• Usahatani • Teknologi pedesaan
• Kelembagaan • Manajemen
• Tanpa Ka. UPT • Kades Sekdes
• Kurang arif bijak
• Usahatani • Motivasi
• Teknologi • Manajemen
Sosial budaya
Tanpa Rentek
Bin Top down
Sifat Fisik • Tepografi dominan 8-30
• Erosi 1,4-2,8 cmtahun • Tekstur
• Pemadatan • Daya tangkap serap air rendah
• Kedalaman lapisan olah
B
A
10
Produktivitas LP dan LU rendah
Kompetensi transmigran rendah • Pengetahuan keterampilan pengelolaan LK
• Penguasaan teknologi • Jiwa wirausaha rendah
• Pengetahuan peluang pasar • Relatif tertinggal kadang tersingkirkan
• Tak berdaya
Finansial • Modal terbatas
• Pendapatan Rp. 1.851.953 sd Rp. 3.635.413 kkthn 1988
• Pengeluaran Rp. 3.757.000 kkthn 1988
• Pendapatan Rp. 5.115.000thn 2 046 k b
Produktivitas tanaman pangan rendah KwHa
• Padi gogo 15,03 gabah kering giling
• Jagung 18,53 pipilan • K.kedelai 6,98 biji
kering • K. tanah 8,47 biji
kering • K. hijau 6,53 biji
UPT Bermasalah • 56 UPT 1992
• 230 UPT 162 UPT-LK 60 lahan tidur 2004
• 122.394 ha bergelombang – berbukit kemiringan 15
1999 • 5.093 ha lahan marginal
2003
Pendapatan trans Terus menurun
Degradasi lahan dan air berkelanjutan
Dari Usaha Tani Dari luar Usaha Tani
IV
B
Regulasi Peningkatan
Keterampilan Kehidupan Transmigran
Peningkatan Kualitas Organiser
Perbaikan Penyiapan Lahan
Perbaikan Input Usaha Tani, Sosial,
Budaya
V
11
Gambar 2. Metaforma Sistem Pemberdayaan Transmigransi Berkelanjutan pada Lahan Kering sebagai Sebuah Closed Loop Control System Siller, T. 2001, dimodifikasi oleh Ginting B.D, 2007
Pengelo laan Tanah
Pengelo laan
Tanaman Kebi j akan
Pemberdayaan
Capasity Bui ldi ng
Aparat UPT Desa
Transmigran Kel ompok Organi ser
Kompetensi
Keterampilan
Learni ng Organi zati on Knowledge Creation
Institutional Development
Konservasi LK
Kesesuai an Lahan
Pok Produksi
Lahan Pok
Konserv asi, Pok
Tani Pok
Koper asi
Komoditi Unggulan
VISI KEHIDUPAN TRANSMIGRAN SI
• UU No. 15 Th. 1997 Bab VIII, Pasal 32, 33
tentang Pembi naan Masyarakat Transmi grasi dan Pembi naan Li ngkungan Permuki man
Transmigrasi. •
PP No. 2 Th. 1999 Bab VIII, Pasal 51, tentang Pembi naan Masyarakat Transmigrasi Umum.
• UU No. 32 Th… tentang Otonomi Daer ah
Permodelan Sistem Dinamis,
Anal isis Prospektif
Strategi Sistem Pemberdayaan
Transmigran si LK Berkelanj utan
Pemberdyaan Transmigran si
Berkelanj utan pada LK Ekologi
SOSBUD Ekonomi
+
Kual i tas Kehidupan Transmigran si
Meni ngkat Secara Berkelanj utan
Kondisi Nyata Saat ini Anal isis Mendal am Data dan
Informasi Perkembangan Transmigran si
-
Gab
Makna
12
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
Perencanaan Pemberdayaan Transmigrasi Lahan Kering. 2. penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyusunan
rencana detail dan implementasi pemberdayaan transmigrasi lahan kering pada umumnya dan sebagai percontohan desain dan model sistem
pemberdayaan transmigrasi lahan kering. 3. penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengembangan sistem
pengelolaan lahan kering sehingga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian selanjutnya.
1.5. Novelty Kebaharuan Penelitian
Penelitian-penelitian tentang degradasi lahan, pemberdayaan masyarakat, sosial budaya, ekonomi dan sumberdaya manusia secara parsial
telah banyak dilaksanakan. Diantaranya adalah penelitian Pengaruh Lamanya Tahun Pembukaan Hutan terhadap Beberapa Sifat Tanah Podzolik Merah
Kuning Sumatera Selatan dan kaitannya dengan proses degradasi tanah Hasan, 1987, Lahan Kering untuk Pertanian, Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan Hidayat dan Anny, 2002, An Agronomic Analysis of Transmigration Settlement in Siberida, Riau Province,
Sumatera Holden dan Simanjuntak, 1993, Evaluasi Kualitas dan Produktivitas Lahan Kering Terdegradasi di Daerah Transmigrasi WPP VII Rengat, Kabupaten
Indragiri Hulu, Riau Lanya, 1996 dan Studi Beberapa Sifat Lahan untuk Klasifikasi Kesesuaian Lahan pada Tingkat Detail di Daerah Kuamang Kuning
Nugroho, 1988. Namun penelitian secara komprehensif untuk memecahkan berbagai masalah transmigrasi lahan kering melalui pendekatan model
pemberdayaan transmigrasi bedasarkan pada tinjauan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan dengan analisis sistem dimanik belum pernah
dilakukan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan empowerment berasal dari bahasa Inggris dengan kata dasar to empower. Menurut Merriam-Webster Online Dictionary 2006 to
empower diartikan sebagai to promote the self-actualization or influence of meningkatkan aktualisasi diri atau pengaruh terhadap sesuatu. Sedangkan
Narayan 2002 mengartikan pemberdayaan sebagai peningkatan modal dan kemampuan dari rakyat yang lemah untuk berpartisipasi dalam bernegosiasi
dengan mempengaruhi mengawasi dan mengendalikan tanggung jawab kelembagaan yang mempengaruhi hidupnya.
Pemberdayaan merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasaan, dalam hubungannya dengan
pekerjaan mereka Greenberg dan Baron, 1997. Menurut Wibowo 2004, pemberdayaan adalah suatu proses untuk menjadikan orang lebih berdaya atau
lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa
tanggung jawab. Sedangkan pemberdayaan transmigran Depnakertrans, 2004, diartikan sebagai suatu proses untuk menjadikan transmigran lebih berdaya atau
lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa
tanggung jawabnya. Menurut Prijono dan Pranarka 1996, pemberdayaan masyarakat
mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap
kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Menurut Karsidi 2002 pemberdayaan masyarakat community
empowerment adalah upaya untuk memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak
memperbaiki kualitas hidupnya, antara lain melalui pendidikan untuk penyadaran dan pemapanan diri mereka.
Pemberdayaanpengembangan masyarakat petani berarti menciptakan kondisi hingga petani yang lemah dapat menyumbangkan kemampuannya
13