Pemberdayaan Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan empowerment berasal dari bahasa Inggris dengan kata dasar to empower. Menurut Merriam-Webster Online Dictionary 2006 to empower diartikan sebagai to promote the self-actualization or influence of meningkatkan aktualisasi diri atau pengaruh terhadap sesuatu. Sedangkan Narayan 2002 mengartikan pemberdayaan sebagai peningkatan modal dan kemampuan dari rakyat yang lemah untuk berpartisipasi dalam bernegosiasi dengan mempengaruhi mengawasi dan mengendalikan tanggung jawab kelembagaan yang mempengaruhi hidupnya. Pemberdayaan merupakan suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasaan, dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka Greenberg dan Baron, 1997. Menurut Wibowo 2004, pemberdayaan adalah suatu proses untuk menjadikan orang lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawab. Sedangkan pemberdayaan transmigran Depnakertrans, 2004, diartikan sebagai suatu proses untuk menjadikan transmigran lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Menurut Prijono dan Pranarka 1996, pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar-menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Menurut Karsidi 2002 pemberdayaan masyarakat community empowerment adalah upaya untuk memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, antara lain melalui pendidikan untuk penyadaran dan pemapanan diri mereka. Pemberdayaanpengembangan masyarakat petani berarti menciptakan kondisi hingga petani yang lemah dapat menyumbangkan kemampuannya 13 14 secara maksimal untuk tujuannya. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu Wibowo 2002. Djohani 1996 juga mengartikan pemberdayaan masyarakat sebagai pengembangan kemampuan masyarakat agar secara berdiri sendiri memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah- masalah mereka sendiri. Merujuk pada penjelasan tersebut, maka pemberdayaan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada manusia, dengan mengedepankan azas partisipasi paticipacy, musyawarah dan keadilan equity, yang dalam prosesnya memberikan suatu kemudahan akses sehingga pada akhirnya dicapai kemajuan dan kemandirian Setyawati dan Rejeki 2002 dalam Soetrisno 1995 menyatakan bahwa pemberdayaan memiliki pengertian pembenahan kesempatan pada masyarakat untuk merencanakan pembangunan yang dipilih sendiri. Pemberdayaan juga berarti memberi kemampuan untuk mengontrol masa depan sendiri, berarti juga meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menguasai lingkungan yang kemudian disertai dengan meningkatkan tingkat hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan. Sedangkan Marjuki 2002, mengemukakan bahwa memberdayakan masyarakat bukan sekedar “memobilisasi masyarakat untuk mengambil bagian” melainkan untuk “mengejar jaringan kemitraan”. Ia mengemukakan lebih lanjut, fokus pemberdayaan masyarakat berorientasi kepada keluarga, artinya pemberdayaan dimaksud berisikan: 1 membangun kapasitas internal keluarga pengetahuan, keterampilan, informasi; 2 merubah kepercayaan dan perilaku yang menghambat kemajuan seperti perkawinan usia dini, pelanggaran disiplin dan kriminalitas; dan 3 memperkuat nilai-nilai tradisionil yang kondusif untuk pembangunan gotong royong, rasa hormat dan penyaringan nilai-nilai baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Adimihardja 2002 dalam Hikmat, 2001, yang mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi masyarakat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga diri dan terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Selanjutnya, Adimihardja 2002 dalam Hikmat, 2001 juga mengutip pendapat Simon 1990 dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment sebagai berikut “Pemberdayaan adalah suatu aktivitas refleksif”, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri atau self determination, sementara proses lainnya hanya memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat 15 prosedural yang menyebabkan masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Dengan kata lain, pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Pemberdayaan merupakan proses belajar yang produktif dan reproduktif. Produktif artinya mampu mendayagunakan potensi diri dan lingkungannya, sedangkan reproduktif berarti mampu mewariskan nilai-nilai kearifan. Setiap generasi yang berdaya harus mampu mewariskan nilai kearifan kepada generasi berikutnya, utamanya nilai-nilai pembebasan diri dari keterbelakangan dan kemiskinan serta kegiatan-kegiatan yang merusak lingkungan. Menurut Vitalaya dalam Pambudy dan Adhi 2000, pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan pembangunan dan pengembangan sistem Tiga-P Pendampingan, penyuluhan, dan pelayanan. Pendampingan berfungsi untuk menggerakkan partisipasi total masyarakat, penyuluhan berfungsi merespon dan memantau perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat,dan pelayanan berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset sumberdaya fisik dan non-fisik yang diperlukan masyarakat. Cook dan Macaulay 1996, menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan alat yang penting untuk memperbaiki kinerja bisnis melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung jawab, sehingga akan mendorong keterlibatan para karyawan. Keuntungan utama adalah naiknya energi yang dihasilkan dan semakin besarnya tanggung jawab yang dimiliki yang disebabkan oleh rasa ikut memiliki akan keputusan tersebut dan mempengaruhi kinerja. Crescent 2002 menegaskan kembali bahwa pemberdayaan sesungguhnya merupakan upaya mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya melalui usaha-usaha agribisnis yang profitable. Upaya pemberdayaan yang lebih terarah dapat dilaksanakan secara intensif dengan mengikutsertakan langsung masyarakat atau kelompok sasaran dan pemerintah sehingga lebih efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan kelompok sasaran. Carlson 1996, dalam buku Perfect Empowerment, menggambarkan empowerment sebagai: membebaskan seseorang dari kendali kaku, dan memberikan orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide- idenya, keputusan dan tindakannya. Pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu 16 lingkungan dimana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Ini merupakan metoda untuk mendorong terjadinya inisiatif dan respon, sehingga semua permasalahan yang dihadapi dapat dipecahkan secepatnya dan sefleksibel mungkin di titik mana masalah tersebut ditemukan. Empowerment murni memerlukan waktu yang tidak sedikit, tapi dirasakan berdesir di seluruh organisasi dan menyebabkan perubahan di seluruh bagian organisasi. Para pakar menyatakan bahwa diperlukan waktu 2 sampai 5 tahun untuk mencapai perubahan secara fundamental. Lazimnya, 3 bulan pertama digunakan untuk menyusun kelompok- kelompok dan melakukan temu kerja dengan para manajer untuk menciptakan kesadaran akan pemberdayaan. Tiga bulan berikutnya melatih karyawan di garis depan yakni memprakarsai kelompok-kelompok proyek fungsi silang dan menyusun program manajemen kinerja pencatatan. Selanjutnya pada 3 bulan ketiga, membentuk tim–tim menejemen mandiri di beberapa bagian yang ditekuni. Pemberdayaan dimulai dari pimpinan tertinggi, sehingga seorang pemimpin yang berpemberdayaan mengacu kepada visi, realita, orang dan keberanian yang dikenal sebagai berlian kepemimpinan Cook dan Macaulay, 1996. Organisasi yang berpemberdayaan tersebut haruslah didukung oleh suatu learning organization yang berfikir sistematis.

2.2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat