Analisis Besarnya Erosi 1 Kenampakan Visual Erosi di Lokasi Penelitian

95

e. Penggunaan Lahan

Pada penelitian tahap I, dilakukan identifikasi penutupan penggunaan lahan. Secara kuantitatif, hasil identifikasi ini berguna antara lain dalam penghitungan kuantitatif erosi yang pada saat ini sedang dihitung. Secara kualitatif, data ini juga berguna untuk memahami pola budidaya yang pada saat ini dijalankan transmigran. Selanjutnya pemahaman ini, bersama-sama dengan aspirasi masyarakat yang ditangkap dalam penelitian tahap II, digunakan untuk menentukan prioritas-prioritas yang direkomendasikan untuk pengembangan lokasi dalam rangka pengembangan lokasi secara berkelanjutan. Secara keseluruhan, ketika lahan yang diterima oleh warga belum siap olah, pada lahan pekarangan di seluruh lokasi yang disurvei banyak terdapat sisa-sisa batang pohon dengan ukuran yang besar malang melintang di lahan. Sebagian besar lahan pekarangan berada di belakang rumah warga, dengan topografi bergelombang sampai berbukit. Dengan kondisi topografi demikian terjadi dilema, karena bila lahan ini diusahakan maka sangat rentan terhadap terjadinya erosi, namun bila dibiarkan sebagai hutan atau semak belukar, warga tidak memiliki penghasilan, karena lokasi transmigrasi ini diperuntukan sebagai usaha pertanian lahan kering. Secara keseluruhan, LU II di lokasi Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 belum diusahakan oleh warga untuk usaha tani. Secara umum pada saat ini lahan usaha masih berupa hutan sekunder dan semak belukar.

f. Analisis Besarnya Erosi 1 Kenampakan Visual Erosi di Lokasi Penelitian

Pada lokasi penelitian tersebut, hampir semua faktor yang mempengaruhi erosi mendorong terjadinya erosi yang relatif besar. Faktor curah hujan dengan intensitas tinggi pada periode pendek, kemiringan lereng yang tinggi, pembukaan penutup lahan alamihutan menjadi penutupan budidayalokasi transmigrasi, ketiadaan usaha konservasi tanah, semuanya bermuara pada tingginya erosi. Secara lebih kuantitatif, perhitungan besarnya erosi di lokasi disajikan pada paragraf-paragraf di bawah ini. Dalam kaitan ini, perlu dicatat bahwa pada suatu lahan, erosi sudah pasti terjadi. Dalam hal erosi dipercepat, besarnya erosi hendaknya dijaga dalam batas erosi yang diperbolehkan Edp. Dengan mengetahui besaran kuantitatif erosi yang diperbolehkan, diharapkan strategi penggunaan lahan lestari dapat disarankan. 96 Secara keseluruhan, pada lahan-lahan yang gundul, terutama pada lahan-lahan dengan topografi berbukit, banyak terlihat bekas-bekas erosi. Tekstur tanah yang didominasi oleh liat dan pasir memperbesar peluang terjadinya erosi. Di seluruh lokasi banyak terdapat singkapan-singkapan tanah yang juga memperlihatkan bekas-bekas erosi yang telah terjadi. Bekas-bekas erosi ini juga banyak terlihat pada sepanjang jalan-jalan desa dan saluran- saluran air gorong-gorong. Lahan-lahan pekarangan yang berada di belakang permukiman dengan topografi berbukit pada umumnya telah diusahakan oleh warga, tetapi tanpa dibarengi dengan tindakan-tindakan konservasi. 2 Asumsi Komponen Faktor Erosi Besarnya erosi dihitung secara spasial di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metodarumus Wischmeier, yang dimodifikasi. Modifikasi dimaksud menyangkut aspek spasialisasi besaran erosi. Metoda penghitungan erosi dengan menggunakan rumus Wischmeier merupakan metoda penghitungan statis, artinya penghitungan pada suatu tempat atau titik tertentu. Untuk diaplikasikan secara spasial, tentunya diperlukan asumsi-asumsi. Dengan dasar ini, dalam penelitian ini besaran erosi yang dihitung ada 2 dua, yaitu besaran erosi maksimal dan besaran erosi minimal. Asumsi-asumsi yang diberlakukan untuk penghitungan spasial ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor R erosivitas hujan. Data iklim yang tersedia adalah data iklim

harian dari Stasiun Iklim Palmerah Jambi. Dari pengecekan data di BMG Pusat, di Jakarta, stasiun iklim ini merupakan stasiun iklim terdekat dengan kedua UPT. Karena itu, data dari stasiun iklim inilah yang digunakan untuk kedua UPT tersebut, untuk penghitungan faktor R erosivitas hujan dalam rumus Wischmeier. Asumsi penting lain yang perlu disampaikan adalah aspek intervensi dinamika besaran faktor R. Dalam penelitian ini, faktor R dihitung secara tahunan. Penghitungan R dilakukan untuk tahun-tahun: 2000, 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2005. Dengan demikian, penghitungan besaran erosi dapat dilakukan dalam kurun 6 tahun. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan dinamika perubahan besaran erosi secara riil berdasarkan curah hujan yang terjadi pada tahun yang bersangkutan.

2. Faktor K erodibilitas tanah. Faktor ini dihitung dari data tanah, yang

dalam studi terdahulu RTSP, sudah dikelompokkan kedalam Satuan Peta 97 Lahan SPL. Karena itu, batas-batas besaran K-maksimal secara spasial sama dengan batas SPL.

3. Faktor LS panjang dan kemiringan lereng. LS dihitung dari peta

topografi UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. Berdasarkan peta topografi tersebut, telah dilakukan pengkelasan lereng. Dalam perhitungan spasial ini, poligon yang digunakan adalah poligon kelas lereng dimaksud. Untuk perhitungan erosi maksimal, besaran faktor LS dihitung dari besarnya lereng pada batas atas kelas lereng, sedangkan untuk besaran erosi minimal, besaran faktor LS dihitung dari besarnya lereng pada batas bawah kelas.

4. Faktor C tanamanpenggunaan lahan. Penggunaan lahan di UPT Rantau

Pandan SP 1 dan SP 2 ini dikelompokkan berdasarkan penggunaan umum aktualnya. Survei lapang yang telah dilakukan memungkinkan untuk menilai faktor penggunaan lahan ini, yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar: i penggunaan lahan pada Lahan Pekarangan LP, ii penggunaan lahan pada Lahan Usaha 1 LU 1, dan iii penggunaan lahan pada sisa lahan yang belum digunakan sebagai LP maupun LU 1. Dalam tahap ini, LU 2 tidak dimasukkan sebagai kelompok, tetapi menjadi bagian dari kelompok ketiga ini, yaitu lahan di UPT yang belum digunakan sebagai LP dan LU 1. Dari kedua UPT tersebut, belum satupun UPT yang telah melaksanakan pembagian LU 2, bahkan di sebagian UPT, masyarakat belum tahu dimana letak calon LU 2 mereka. Untuk LP, sebagian besar sudah diusahakan, meskipun ada juga yang belum. Untuk perhitungan erosi maksimal, lahan pekarangan dianggap sebagai tanah gundul, sehingga besarnya faktor C adalah 1.0. Untuk perhitungan erosi minimal, lahan pekarangan dianggap telah ditanami tanaman-tanaman hortikultura seperti tomat, cabe dan beberapa tanaman lain. Besarnya faktor C diasumsikan merupakan rata-rata dari tanaman hortikultura dan sayur-sayuran, sehingga nilainya adalah 0.6. Untuk LU 1, besarnya faktor C maksimal adalah LU 1 yang telah dibuka, tetapi masih terdapat simpukan dan alang-alang, yaitu sebesar 0.7, sedangkan besarnya faktor C minimal adalah LU 1 yang masih berupa belukar atau belum dibuka, yaitu sebesar 0.001. Untuk penggunaan lahan lain termasuk calon LU 2, di lokasi ini dianggap sebagai masih hutan, sebagaimana dijumpai pada saat survei lapangan, sehingga besarnya faktor C adalah 0.001. 98

5. Faktor P, usaha konservasi tanah. Dalam survei lapangan, telah ditemukan

adanya usaha dari beberapa transmigran untuk melakukan upaya teknik konservasi tanah, meskipun masih sangat sederhana. Teknik yang digunakan pada umumnya adalah pembuatan guludan. Apa yang mereka lakukan merupakan upaya yang baik, yang dilaksanakan atas kesadaran sendiri. Meskipun demikian, dari sisi teknis, bimbingan untuk pelaksanaan konservasi tanah masih sangat diperlukan di kedua UPT ini. Di lain fihak, diketahui pula bahwa transmigran demikian, yaitu transmigran yang telah melakukan upaya konservasi tanah, masih sedikit, dibandingkan dengan mereka yang belum melakukan upaya-upaya konservasi tanah. Dari pengamatan visual, diduga maksimum baru 50 dari transmigran yang melakukan upaya konservasi tanah di lahan pekarangannya. Dengan demikian, untuk penyederhanaan perhitungan, untuk perhitungan besarnya erosi minimal, nilai P sebesar 0.40 yang merupakan nilai bagi teras tradisional digunakan. Untuk perhitungan besarnya erosi maksimal, prakiraan nilai sebesar 0.9 merupakan nilai yang dapat dianggap rasional, sehingga nilai ini yang digunakan. Sedangkan untuk Lahan Usaha I, karena pada umumnya belum diusahakan, nilai ”tanpa usaha konservasi” atau nilai P sebesar 1, digunakan. Dengan asumsi-asumsi tersebut, perhitungan lengkap termasuk nilai-nilai parameternya disajikan pada penyampaian hasil di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. 3 Besaran Komponen Faktor Erosi 1. Faktor Erosivitas Hujan R Nilai R yang paling akurat adalah nilai R yang dihitung dari besarnya Energi Kinetik E dengan intensitas hujan maksimum selama 30 menit I 30 . Namun, penghitungan dengan cara ini memerlukan data curah hujan yang meliputi intensitas hujan pada setiap jam, dari awal sampai akhir hujan. Data tersebut hanya dapat diperoleh bila digunakan alat penakar hujan otomatis. Hal ini tidak tersedia di stasiun klimatologi Palmerah Jambi, dan bahkan sangat sedikit stasiun iklim di Indonesia yang menggunakannya. Karena itu, dalam penelitian ini, perhitungan R menggunakan rumus Lenvain 1975, dalam Bols, 1978. Nilai R erosivitas hujan setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama setahun. Dengan menerapkan rumus ini pada data rata-rata 99 curah hujan bulanan stasiun iklim Palmerah Jambi, maka dapat diperoleh nilai erosivitas hujan bulanan dan erosivitas hujan setahun, sebagaimana disajikan pada Tabel 15. berikut. Tabel 15. Erosivitas Hujan Bulanan dan Erosivitas Hujan Setahun di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des R tahunan Tahun 2000 CH Bln mm 242 208 291 206.6 143.4 258.9 307 59 75 211 231.4 236 2469.3 RM 168.4 137.1 216.4 135.8 82.7 184.6 232.8 24.7 34.2 139.8 158.5 162.8 1677.7 Tahun 2001 CH Bln mm 202 0 243 302 146 113 57 268 109 0 391 406 2237.0 RM 131.73 0.00 169.36 227.62 84.71 59.78 23.57 193.49 56.92 0.00 323.41 340.40 1610.98 Tahun 2002 CH Bln mm 183 82 205 142 251 115 0 31.7 0 0 198.3 263.3 1471.3 RM 115.17 38.65 134.39 81.57 176.99 61.23 0.00 10.61 0.00 0.00 128.46 188.89 935.95 Tahun 2003 CH Bln mm 231 307 175 220 77 2 79 220 189 284 140 347 2271 RM 158.09 232.76 108.37 147.94 35.48 0.25 36.74 147.94 120.33 209.37 80.01 274.94 1552.22 Tahun 2004 CH Bln mm 223 92 466 207 109 241 159 7 53 137 228 226 2148 RM 150.69 45.20 410.58 136.18 56.92 167.47 95.12 1.36 21.35 77.68 155.30 153.45 1471.32 Tahun 2005 CH Bln mm 52 71 188 96 179 143 90 146 243 177 383 216 1984 RM 20.80 31.78 119.47 47.89 111.76 82.35 43.87 84.71 169.36 110.06 314.44 144.29 1280.78 Keterangan: CB : Curah hujan bulanan mm RM : Erosivitas hujan bulanan Karena hanya ada 1 stasiun iklim, maka nilai R yang diperoleh berlaku, baik untuk UPT Rantau Pandan SP 1 maupun SP 2. 2. Faktor Erodibilitas Tanah K Faktor erodibilitas tanah K adalah besarnya erosi per unit indeks erosi yang diukur pada petak standar panjang 22 m, lereng 9 dan tanahnya terus menerus bera serta diolah. 100 Tabel 16. Nilai erodibilitas tanah K tanah-tanah di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 No. SPL Jenis Tanah Tekstur Struktur Permeabi- Litas C K SP 1 1. SPL-1 Kambisol Distrik Lempung liat berdebu Granular sedang dan kasar sedang sampai cepat sedang 0,29 2. SPL 2 Kambisol Distrik Liat halus Granular sedang dan kasar sedang sampai lambat rendah 0,25 3. SPL 3 Kambisol Distrik Liat sangat halus Granular sedang dan kasar sedang sampai lambat tinggi 0,09 4. SPL 4 Kambisol Distrik Liat halus Granular sedang dan kasar sedang tinggi 0,08 5. SPL 5 Podsolik Haplik lempung berliat Granular sedang dan kasar sedang sampai lambat sedang 0,07 6. SPL 6 Podsolik Haplik Liat sangat halus Granular sedang dan kasar sedang sampai lambat tinggi 0,07 SP 2 1. SPL-1 Podsolik Haplik Liat halus Granular sedang dan kasar lambat rendah 0,20 2. SPL 2 Podsolik Haplik lempung berliat Granular sedang dan kasar sedang sampai lambat rendah 0,20 3. SPL 3 Podsolik Haplik lempung berliat Granular sedang dan kasar sedang sampai lambat sedang 0,23 4. SPL 4 Podsolik Haplik Lempung Granular sedang dan kasar sedang sangat rendah 0,48 5. SPL 5 Kambisol Eutrik lempung liat berpasir Granular sedang dan kasar sedang sedang 0,24 6. SPL 6 Kambisol Eutrik lempung liat berpasir Granular sedang dan kasar sedang sangat rendah 0,44 7. SPL-7 Kambisol Eutrik lempung liat berpasir Granular sedang dan kasar sedang rendah 0,22 Tidak ada analisis tanah di SPL ini, sehingga nilai K dihitung dari data analisis tanah SPT terdekat 101 Untuk mendapatkan nilai K dengan cara pengukuran di lapangan, diperlukan biaya yang besar dan waktu yang lama. Wischmeier et al. 1971 mengemukakan cara yang cepat, yaitu menggunakan nomograf atau perhitungan menggunakan rumus. Dalam penelitian ini, faktor K dihitung menggunakan rumus Hammer 1978. Dengan demikian, faktor K dihitung untuk tanah-tanah di setiap SPL. Hasil analisis tanah yang digunakan adalah hasil analisis tanah di Laboratorium dari hasil pengambilan sampel di lapang. Untuk beberapa SPL yang kebetulan tidak ada pewakilnya, diambil data dari jenis tanah yang sama. Data analisis tanah dari RTSP sengaja tidak dipakai, karena buruknya kualitas data sebagaimana telah disampaikan pada paragraf terdahulu. 3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng LS Faktor LS merupakan faktor panjang dan kemiringan lereng. Dalam penelitian ini, agak sulit untuk menetapkan secara detil faktor panjang lereng. Karena itu, faktor panjang lereng diabaikan, dan yang diperhitungkan hanya faktor kemiringan lereng. Terhadap erosi, kemiringan lereng berpengaruh 3 tiga kali panjang lereng, sehingga pengabaian faktor panjang lereng telah umum dilakukan Hardjowigeno Widiatmaka, 2005. Nilai LS yang digunakan pada kegiatan ini disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai faktor lereng LS di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 Kelas Kemiringan Lereng Nilai Faktor LS 0 – 3 0.10 3 – 8 0.25 8 – 15 1.20 15 – 25 4.25 25 – 40 9.50 40 12.00 102 4. Faktor TanamanPenggunaan Lahan C Pada dasarnya, penentuan besarnya nilai C mempertimbangan sifat perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan. Sifat perlindungan tanaman dinilai sejak dari pengolahan lahan hingga panen. Nilai C secara cepat dapat ditentukan berdasarkan tabel dari Roose 1977, Hammer 1982, dan Abdulrachman et al. 1981. Besarnya nilai C untuk keadaan pengelolaan di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai C yang digunakan untuk keadaan pengelolaan lahan di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 No. Lokasi Jenis Penggunaan Lahan C-Min C-Max 1. Lahan Pekarangan Tanah gundul - 1.0 2. Lahan Pekarangan Tan. setahun padi, kedelai, jagung, hortikultura 0.6 - 3. Lahan Usaha I Semak, alang-alang sekunder - 0.7 4. Lahan Usaha II Belum dibuka 0.001 0.001 Bila dikaitkan dengan aspek dinamik, tentu terjadi perubahan penggunaan lahan selama 6 enam tahun sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Pada tahun 2000, baik SP 1 maupun SP 2 masih berupa hutan. Penempatan di SP 1 dan SP 2 masing-masing dilakukan pada tahun 2002 dan 2003. Aspek-aspek perubahan penggunaan lahan ini perlu diperhitungkan dalam penghitungan besaran erosi. Bila dikaitkan dengan perubahan penggunaan lahan dan faktor pengelolaannya, nilai-nilai yang digunakan disajikan pada Tabel 19. 103 Tabel 19. Perubahan Nilai Faktor C di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2 SP 1 SP 2 No Tahun Penggunaan Lahan Land Use C Land Use C 1 2000 Lahan Pekarangan Hutan 0.001 Hutan 0.001 Lahan Usaha 1 Hutan 0.001 Hutan 0.001 lain-lain Hutan 0.001 Hutan 0.001 2 2001 Lahan Pekarangan Hutan 0.001 Hutan 0.001 Lahan Usaha 1 Hutan 0.001 Hutan 0.001 lain-lain Hutan 0.001 Hutan 0.001 3 2002 Lahan Pekarangan Penempatan, Sudah dibuka, gundul 1.000 Hutan 0.001 Lahan Usaha 1 Penempatan, Sudah dibuka, gundul 1.000 Hutan 0.001 lain-lain Hutan 0.001 Hutan 0.001 4 2003 Lahan Pekarangan Tanaman Semusim 0.600 Penempatan, Sudah dibuka, gundul 1.000 Lahan Usaha 1 Alang-alang, semak 0.700 Penempatan, Sudah dibuka, gundul 1.000 lain-lain Hutan 0.001 Hutan 0.001 5 2004 Lahan Pekarangan Tanaman Semusim 0.523 Tanaman Semusim 0.716 Lahan Usaha 1 Alang-alang, semak 0.654 Alang-alang, semak 0.777 lain-lain Hutan 0.001 Hutan 0.001 6 2005 Lahan Pekarangan Tanaman Semusim 0.446 Tanaman Semusim 0.431 Lahan Usaha 1 Alang-alang, semak 0.607 Alang-alang, semak 0.553 lain-lain Hutan 0.001 Hutan 0.001 5. Faktor Tindakan Konservasi Tanah P Dalam penghitungan, pengelolaan diimplementasikan dalam tindakan konservasi tanah. Yang dimaksud dengan konservasi tanah adalah tindakan pengawetan tanah, baik secara mekanik, fisik, maupun berbagai macam usaha yang bertujuan untuk mengurangi erosi tanah. Indeks konservasi 104 tanah dapat ditentukan berdasarkan tabel dari Hardjowigeno Sukmana 1995. Tabel 20. Nilai Faktor Teknik Konservasi Tanah P di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. No. Lokasi Jenis Penggunaan Lahan P-Min P-Max 1. Lahan Pekarangan Tanpa usaha konservasi - 1.0 2. Lahan Pekarangan Dengan upaya konservasi, teras tradisional 0.35 - 3. Lahan Usaha-1 Tanpa usaha konservasi - 1.0 4. Lahan Usaha-2 Tanpa usaha konservasi - 1.0 Tabel 20 menyajikan nilai faktor teknik konservasi tanah di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. Nilai dibedakan menurut jenis penggunaan lahan yang ada di UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2. 4 Perkiraan Jumlah Erosi Perkiraan besarnya erosi dihitung berdasarkan komponen tersebut di atas pada kedua UPT Rantau Pandan SP 1 dan SP 2.

g. Analisis Penentuan Tindakan Konservasi Tanah