157 Sarana penunjang pembinaan UPT yang ada di lokasi adalah sepeda motor,
meja, kursi dan mesin tik. Sebenarnya pegelola UPT ini memiliki kompetensi yang memadai. Mereka mengerti permasalahan yang dihadapi oleh warganya.
Namun mereka sulit untuk fokus dan aktif di lokasi karena sesuai dengan peraturan dari Depnakertrans, pengelola UPT tidak mendapat tunjangan
operasional. Hal ini lah yang menyebabkan, ketika dilaksanakan kegiatan PRA, pengelola UPT di lokasi ini di “demo” oleh warganya karena dianggap gak peduli
dengan keadaan warganya, dan jarang sekali datang dan berkumpul dengan warga.
e. Analisis Kelembagaan
Status administrasi pemerintahan desa masih bersifat sementara dengan administrasi yang lancar. Untuk menjalankan administrasi desa, telah ditunjuk 1
orang Kepala Desa, yang dibantu oleh 1 orang sekretaris desa, 1 orang ketua LMD, 1 orang staf desa, dan 1 orang Kepala Dusun.
Lembaga ekonomi yang ada di lokasi ini adalah KUD ”Berkah Usaha Bersama” dengan No. Badan Hukum 09BHKopVIII2004 yang berdiri pada
tanggal 16 April 2004. Jenis usaha yang koperasi ini adalah Warung Serba Ada dengan sirkulasi modal berasal dari anggota dan bantuan pemerintah. Pada
kegiatan PRA, warga menyampaikan keinginan mereka agar KUD bisa membantu sampai penjualan hasil panen, yang selama ini tidak dilakukan karena
keterbatasan modal.
5.1.4. Perkembangan Sosial Budaya dan Ekonomi
Dalam penilaian kinerja pemberdayaan aparat organizer sebetulnya
ditentukan oleh kualitas atau otoritas kewenangan yang diberikan oleh pejabat di atasnya dalam hal ini adalah kepala dinas atau Ka. Sudin Pembinaan
Transmigrasi. Di SP 1 penugasan pemberdayaan secara struktural ditunjuk satu orang staf dari Disnakertrans yang dalam kenyataannya tidak berlatar belakang
pengetahuanpengalaman ketransmigrasian. Sepengetahuan penulis petugas tersebut benar adanya, tetapi yang bersangkutan juga menyadari keterbatasan
fasilitas selaku pembina SP1. Hal ini diperoleh bahwa, yang bersangkutan sangat minim memperoleh fasilitas. Kalau ada jatah tetapi proses perolehannya
cenderung mereka mencari langsung di lokalitas SP1. Hingga penelitian ini selesai, diketahui bahwa sang
organizerpendamping jarang sekali tinggal di SP1, hal ini mungkin karena keterbatasan dana. Beliau tidak memiliki sarana dan
158 prasarana, hanya tersedia sepeda motor. Sedangkan sarana perkantoran
memprihatinkan, tidak memiliki organisasi UPT, dan dukungan dana operasional manajemen. Petugas pemberdayaan SP1. lebih lama tinggal di ibukota
Kabupaten Bungo, sehingga aparat desa yang inten mendampingimembina yang terdiri dari kepala dusun sebanyak 3 dusun yang belum definit BD,
Kepala Desa 1 orang belum BD, Sekertaris Desa 1 orang BD, Kepala urusan 3 orang BD. Sedangkan Lembaga Kelompok TaniKUB yang ada atau RDAK ada
sejumlah 7 lembaga di SP1 yang terdiri dari 1 orang PPL yang berstatus PNS, TKP MP-BUT 1 orang berstatus PNS dan petugas keamanan 1 orang juga PNS,
lain halnya dengan SP 2 keberadaan perangkat pemerintahan dan manjemen pelayanan transmigran tidak memiliki data.
Kelembagaan ekonomi di SP 1 terdapat 12 usaha warungtoko yang dimiliki oleh 12 TPA, yaitu pedagang keliling 7 orang transmigrasi penduduk
daerah asal TPA dan 3 orang penduduk setempat, jumlah pelaksana Lembaga Ekonomi masing – masing 19 orang warga transmigrasi WT dan 3 orang
penduduk setempat dan ratio pelaku penduduk lokal dengan transmigrasi 16; sementara data di SP 2 belum ada. Di SP 1 telah ada kelembagaan ekonomi
berupa KUD dengan nama Maju Sakti yang dibentuk tahun 2003 dengan jumlah petugas 5 orang, dengan jumlah simpanan wajib Rp. 1.500.000, simpanan pokok
Rp1.500.000, lantai jemur modal KUD senilai Rp. 4.360.000. Di SP1 ada satu usaha
home industry pembuatan tempe dengan 2 orang, dengan omset rata-ratabulan Rp. 300.000, sedangkan warungkioswaserba
dengan pekerja 4 orang dengan Rp. 250.000. Pedagang keliling ada dengan jumlah pekerja 1 dengan omset rata-ratabulan Rp. 200.000. Sedangkan ada dua
dukun bayi dengan 2 tenaga kerja dengan omset rata-ratabulan Rp. 175.000. Berarti dalam setiap bulan di SP1 terdapat dana berputarbertransaksi sejumlah
Rp. 925.000, jika dibandingkan dengan jumlah 305 KK berarti rata-rata uang berputar setiap KKbulan hanya Rp. 3.032,79.
Lain dengan SP2 terdapat masing-masing 2 pengusaha tempe dan pedagang tahu dengan rata-rata omsetbulan Rp. 200.000. Pengusaha tempe
ada 2 dengan jumlah tenaga kerja 2 orang dan omset bulanan sejumlah Rp. 250.000. Pengusaha warungkioswarung serba ada 5 dengan tenaga kerja 5
orang dan omset bulanan Rp. 500.000. Terdapat 2 pedagang keliling dengan jumlah pekerja 2 orang dan omset bulanan Rp. 300.000. Pengusaha angkutan
ada 2orang dengan jumlah pekerja 2 orang dengan omset bulanan sebesar Rp.
159 500.000, tukang kayu ada 15 orang dengan omset perbulan Rp. 500.000, tukang
pijat ada 2 orang dengan omset bulanan Rp. 250.000, tukang jahit ada 1 orang dengan omset perbulan Rp. 150.000, dan 2 dukun bayi dengan tenaga kerja 2
orang dan omset perbulan sebesar Rp. 250.000, berarti jumlah dana bergulir Rp. 2.900.000, sehingga rata - rata per KK diperkirakan Rp. 10.740,74 berarti lebih
baik dari SP1 yang rata-rata dana berputar Rp. 3.032,79 per KKbulan. Berarti dari perputaran uang di ke-2 UPT tersebut dapat dikategorikan UPT yang tingkat
perkembangannya terlambat. Untuk pelayan sosial berupa pelayanan kesehatan di SP1 terdapat 1
orang dokter yang berkunjung 1xbulan, dan 1 orang mantri dengan 8 kali kunjungan per bulan, dan 3 posyandu yang aktif, sementara di SP2 data tidak
tersedia. Di ke-2 SP tersedia kantor dan rumah petugas, Balai desa, dan pustu, tetapi di SP1 Balai Desa dan pustu rusak. Fasilitas bangunan sekolah taman
kanak-kanak tersedia 2 lokal di SP2 dan 2 lokal SD Swasta di SP1 sedangkan bangunan SMP belum ada di ke-2 UPT tersebut.
Di ke-2 lokasi penelitian tegakan tanaman buah dan tanaman perkebunan sudah lumayan banyak yakni : tanaman buah yang terdiri dari rambutan,
mangga, jeruk, pepaya, pisang, jambu, nangka, masing-masing di SP 1 1168 batang, dan di SP 2 2260 batang, dan tanaman perkebunan yang terdiri dari
kelapa, kelapa sawit, karet, coklat, kopi, dan vanili masing-masing terdiri dari 8,647 di SP 1 dan 5,980 batang di SP 2.
Dalam mewujudkan petugas organiser yang berkompetensi dan kapabel serta transmigran yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan pemberdayaan,
maka ada perlu 2 kebijakan yang perlu diperbaharui yakni: 1 kebijakan pelatihan petugasorganizer UPT; 2 kebijakan pelatihan transmigran.
1. Pelatihan kepada Transmigran. Pada dasarnya, pelatihan – pelatihan bagi SDM transmigran dan masyarakat
di sekitar UPT diberikan agar mereka mampu mendayagunakan potensi sumberdaya yang ada secara optimal, yang mana potensi tersebut sudah
diidentifikasikan dan direncanakan pengembangannya yang dituangkan ke dalam rencana teknis pemaberdayaan. Sehingga diharapkan bahwa
transmigran dan masyarakat sekitar UPT betul-betul menjadi subyek dan pelaku utama dalam pemberdayaan transmigran. Melalui pelatihan
transmigran, setidaknya berbagai masalah seperti pengelolaan lahan kering berbasis konservasi tanah dan air, produktivitas yang rendah,
160 ketidakpahaman dalam penggunaan dan pengelolaan alsintan, kerusakan
jalan desa, gorong – gorong, dan jembatan kayu dalam batas tertentu, seharusnya dapat diatasi dengan kemampuan dan kapasitas transmigran
sendiri. Secara konseptual, program transmigrasi sangat baik dan
komperhensif, namun sayangnya banyak hal-hal pada tatanan operasional yang tidak berjalan seperti diasumsikan, sehingga tidak
link and match antara harapankonsep dengan realitas. Padahal kemampuan pemerintah,
khususnya dalam aspek pembiayaan program ketransmigrasian, sangatlah
terbatas. Dengan melakukan peningkatan ketrampilan SDM transmigran dan
penduduk sekitar melalui pelatihan, dapat diharapkan para transmigran akan mampu mengenali potensi diri dan sumberdaya yang ada termasuk
lingkungannya, akan meningkat ketrampilannya sehingga mampu meningkatkan produktivitas, mempertahankan kelestarian lingkungan,
mampu meningkatkan keterampilan sehingga mampu meningkatkan produktivitas, mampu hidup harmonis antara pendatang dan penduduk
setempat, serta lebih termotivasi termasuk dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di dalam komunitasnya. Melalui pelatihan transmigran, mereka
dapat mendorong untuk betul-betul berperan sebagai subyek pembangunan di pemukimannya. Sehingga, pada gilirannya kondisi tersebut akan
mengarah kepada kemandirian dan mengurangi ketergantungan kepada bantuan pemerintah.
Terkait dengan pelatihan transmigran, diusulkan sebagai berikut : a. Pelatihan transmigran dilakukan sesuai struktur pelatihan
Struktur pelatihan berisikan berbagai jenis pelatihan pada domain aspek teknis konservasi tanah dan air, ekonomi, sosial budaya. Struktur
pelatihan disusun dengan mempertimbangkan tahapan pembinaan UPT yaitu tahap konsolidasi, tahap pemantapan, dan tahap pengembangan.
b. Di dalam pengalokasian program dan anggaran untuk jenis-jenis pelatihan yang ditetapkan, digunakan standar-standar pelatihan dan
struktur biaya yang bervariasi dari satu pelatihan ke pelatihan lainnya. Pelatihan Integrasi Sosial berdurasi 8 hari dan lainnya.
c. Untuk mendorong peningkatan ekonomi dan pendapatan transmigran dan
161 penduduk sekitar UPT Bina, perlu dialokasikan program-program
pelatihan dengan penekanan di bidang ekonomi secara efektif. Beberapa jenis pelatihan, seperti Pelatihan Pengembangan Ekonomi Berbasis
Agribisnis PPEBA dan Pelatihan Peningkatan Produktivitas Masyarakat Transmigran P3MT diberikan kepada transmigran inti 30 orang dengan
imbas 90 orang, karena setiap transmigran inti memiliki 3 orang transmigran lain yang akan diikut sertakan di dalam implementasi di
dalam implementasi di lapangan. Dengan pendekatan pelatihan secara inti imbas tersebut diharapkan efektivitas pelatihan meningkat.
d. Pada beberapa jenis pelatihan, seperti Pelatihan Pengolahan Tanah berbasis Konservasi Tanah dan Air PPTBKTA, Pelatihan Budidaya
Tanaman Hortikultural PBTH, Pelatihan Budidaya Tanaman Perkebunan PBTP, Pelatihan
Farming System PFS, Pelatihan Perkumpulan Organik, pembuatan dan pemupukan anorganik PPOPPA, Pelatihan
Proteksi Tanaman, Pelatihan Pengembangan Masyarakat PPM, PPEBA, P3MT, Pelatihan Adaptasi Sosial PAS, dan Pelatihan Integrasi
Sosial PIS diakhiri dengan penyusunan Rencana Kerja Tindak Lanjut RKTL yang berisikan rencana kegiatan masyarakat selanjutnya. Di
dalam RKTL umumnya diungkapkan beberapa kebutuhan untuk meningkatkan hasil dan produktivitas namun tidak dapat dipenuhi oleh
transmigran sendiri mengingat kemampuannya yang terbatas. Di dalam RKTL dapat diungkapkan kebutuhan pelatihan untuk
meningkatkan hasil dan produktivitas namun tidak dapat dipenuhi oleh transmigran sendiri mengingat kemampuannya terbatas. Dalam hal
demikian, diharapkan Ditjen P2MKT dapat berperan di dalam pemberian bantuan melalui Direktorat – Direktorat Teknisnya, sehingga sinergitas
program antara program pelatihan dengan pemberdayaan transmigran melalui pemberian bantuanstimulasi.
2. Pelatihan Transmigrasi mendukung Penempatan Calon Transmigran Sebelum diberangkatkan ke lokasi penempatan, kepada transmigran
diberikan Pelatihan Dana Umum PDU. Kemantapan bertransmigrasi dan kemampuan mengolah sumberdaya alam yang ada agar dapat suvive ketika
masa pemberian jadup sudah berakhir, sangat bergantung kepada penguasaan ketrampilan dan kesiapan mental spiritual. Apalagi, tahun –
tahun pertama setelah penempatan merupakan perihal yang sulit bagi
162 transmigran, sehingga PDU mempunyai peran strategis di dalam
mempersiapkan calon transmigran baik untuk mendukun pengembangan spiritual.
Pada dasarnya pemberian PDU dimaksudkan sebagai persiapan bagi calon transmigran yaitu membekali dengan informasipengenalan mengenai potensi
dan kendala di daerah tujuan serta sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan, sikap dan perilaku di dalam memulai kehidupan
sebagai mutu komunitas yang baru. Oleh kerana itu, maka PDU diberikan tidak hanya kepada calon transmigran dari daerah asal TPA, namun juga
kepada calon transmigran penduduk setempat TPS. PDU dilakukan setelah turun SPP dengan durasi satu bulan dan diberikan
kepada seluruh anggota keluarga, tidak seperti saat ini setelah diberlakukan otonomi dalam durasi PDU hanya 7 hari. Pengalaman yang lalu, banyak
transmigran yang setelah PDU kembali ke daerah masing-masing dan tidak jadi berangkat, dan divisi lain terjadi pemberangkatan transmigrasi yang
belum mendapatkan PDU. Menyangkut substansi pendekatan dalam PDU, kelemahan yang terjadi
umunya yaitu : 1 Materi teknis PDU belum mengacu kepada informasi di dalam Paket Informasi Lokasi PILOK hasil RTSP tidak lokal spesifik; 2
PILOK tidak selamanya tersedia sebagai hasil RTSP yang terutama dibuat oleh daerah; 3 Belum adanya keterpaduan di dalam substansi teknis
pelatihan untuk pola usaha pokok tertentu yang dikerjasamakan dengan investorinstansi teknis terkait; 4 pemberian PDU belum mengacu
persyaratan kompetensi transmigran yang dibutuhkan. Ke depan, untuk memperbaiki kondisi dan ketrampilan agar transmigran
betul–betul siap bertransmigrasi dan membangun lokalita sesuai pada usaha yang akan dikembangkan, diusulkan hal-hal sebagai berikut:
a. PDU dilakukan dengan melibatkan istri dan anak di desa. b. Transmigran yang diberangkatkan adalah betul – betul mereka yang
sudah diberikan PDU. c. Persyaratan kompetensi yang diminta di dalam Kerjasama Antar Daerah
KSAD agar diinformasikan ke Balatrans agar dapat menjadi acuan di dalam pelaksanaan PDU.
d. Agar transmigran mendapat gambaran yang lebih baik mengenai lokasi yang dituju, serta agar pembekalan keterampilan teknis di dalam PDU
163 lebih sesuai dengan kebutuhan pengembangan pola usaha, maka perlu
diupayakan agar PILOK dapat tersedia dan didistribusikan kepada Balatrans di daerah.
e. PILOK dijadikan acuan di dalam pelaksanaan PDU baik bagi calon transmigran TPA maupun calon transmigran TPS oleh Balatrans di
daerah.
5.2. Analisis Statistik dan Sistem Dinamis 5.2.1. Uji Statistik