tersebut dilindungi oleh hukum misalnya :Larangan seseorang melakukan perampasan hak sehingga mengakibatkan kematian perdata burgelijke dood bagi orang lain walaupun termasuk mendukung
hak, maka hal ini dilarang. Contoh, Perbudakan adalah dilarang karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Larangan kematian perdata tercantum juga tercantum secara tegas dalam beberapa ketentuan walau sebagian sudah tidak berlaku antara lain:
a. Pasal 3 KUHPerdata yang berbunyi : Generlei straf heft de burgelijke dood of het verlies van alle bergelijke reghten
tengevolge HUkuman tidak dapat merampas semua hak dari yang dikenai hukuman itu c. Pasal 15 UUDS 1950 ayat 2 berbunyi :
Tidak ada suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan semua hak-hak kewarganegaraan
d. Pasal 10 UUDS berbunyi : Tidak seorangpun boleh diperbudak, diberlakukan atau diperhamba. Perbudakan,
perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan apapun yang tujuannya sama dilarang
Dalam UUD 1945 tidak memuat secara tegas tentang hal tersebut di atas.
38
Seyogyanya hal tersebut dicantumkan oleh pembuat undang-undang supaya jaminan terhadap subyek hukum lebih
pasti.
2. Orang dalam bentuk Manusia Pribadi
Pada dasarnya seseorang dinyatakan sebagai subyek hukum ketika dilahirkan, dan berakhir ketika meninggal dunia. Namun hal in tidak mutlak, sebab ada kekecualian seperti yang diatur dan
ditetapkan dalam Pasal 2 KUHPerdata:
39
Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah
ia tak pernah telah ada.
Sebagai subyek hukum, manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan kewajiban dan menerima haknya, yang disebut dengan kewenangan hukum. Dengan dengan adanya kewenangan
tersebut manusia dapat bertindak sendiri untuk memfungsikan hak dan kewajibannya yang disebut dengan kecakapan hukum, seperti melakukan perbuatan hukum handelingsbekwaanheid,
misalnya membuat perjanjian-perjanjian dalam lapangan harta benda maupun lainnya seperti jual beli, sewa-menyewa, penghibahan dan lain sebagainya.
38 R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum Jakarta : Sinar Grafika, 2002, h.228-229.
39
E. Utrceht, Pengantar dalam Hukum Indonesia Jakarta : Universitas, 1966, h. 234.
18
Akan tetapi tidak semua manusia dapat memfungsikan sendiri hak dan kewajibannya tersebut, karena kewenangannya itu dibatasi oleh beberapa faktor dan keadaan tertentu. Manusia
yang tidak dapat memfungsikan haknya tersebut disebut dengan istilah personae miserabile manusia tidak cakap hukum, yang saat ini tinggal dua 2 golongan, yaitu:
a. Manusia yang belum dewasa dan belum kawinpernah, dan b. Manusia dewasa yang karena sebab-sebab tertentu disimpan di bawah pengampuan
seperti : sakit ingatan, pemboros, pemabuk dan penjudi berat Diadakannya “lembaga personae miserabile“ ini disamping untuk melindungi kepentingan
pribadinya juga untuk keluarga lainnya dari tindakan-tindakan merugikan dari orang-orang yang tergolong dalam status tersebut. Dari uraian di atas dapat mengetahui, bahwa seseorang yang
wenang hukum belum tentu cakap hukum beckwaam. Berkaitan dengan syarat kedewasaan, ternyata pengertian dewasa tersebut bervariasi
menurut berbagai peraturan dan hukum lainnya, berikut di bawah ini :
40
Menurut KUHPerdata, kedewasaan untuk melansungkan perkawinan apabila seorang laki- laki telah berumur 18 tahun, sedangkan untuk perempuan apabila ia telah berumur 15 tahun.
Klausul ini dapat kita temukan dalam pasal 29 KUH Perdata yang menetapkan: Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, sepertipun seorang
gadis yang belum mencapai umur genap lima belas tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan... .
Sedangkan menurut Pasal 7 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai sembilan belas tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur enam belas tahun.
Jadi pengertian dewasa untuk kawin menurut Undang-undang Perkawinan UU No. 1 tahun 1974, apabila pria sudah berumur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila ia telah berumur 16
tahun. Sementara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengertian dewasa ditetapkan apabila
seseorang baik pria maupun wanita apabila ia telah berumur 16 tahun. Dalam salah satu pasalnya ditetapkan:
41
Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh: memerintahkan,supaya si tersalah itu
dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaannya, dengan tidak dikenakan hukuman...”.
40Lihat Dudu Duswara Machmuddin, Pengantar Ilmu Hukum-Sebuah Sketsa Bandung : Refika Aditama, 2010 , h.33-35.
41R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 45 Bogor: Politeria, 1981, h. 5.
19
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan umum Anggota-anggota badan PermusyawaratanPerwakilan Rakyat, seseorang baik pria maupun wanita
disebut telah dewasa apabila telah berumur 17 tahun. Dalam salah satu pasal undang-undang tersebut ditetapkan:
42
Warga Negara Republik Indonesia yang pada waktu pendaftaran pemilih untuk Pemilihan Umum sudah genap berumur tujuh belas tahun atau sudahpernah kawin mempunyai hak
memilih.
Menurut Hukum Adat seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah “kuat gawe” atau telah mampu mencari nafkah sendiri. Perhatikan pendapat Soepomo,”Anak Lelaki yang tertua telah
dewasa, ia cakap bekerja kuat gawe”.
43
Pengertian dewasa dalam Hukum Islam, seseorang dinyatakan sebagai subyek hukum atau mukallaf kewajiban untuk melaksanakan peraturan Allah yaitu apabila:
a. Ajaran Islam sudah sampai kepadanya; b. Berakal sehat, tidak gila atau dalam keadaan tidak sadar, dan sebagainya;
c. Baligh yang ciri-cirinya antara lain sudah berumur 15 tahun, pernah mimpi bersetubuh, sudah menikah, dan menstruasi haid bagi wanita.
Sedangkan usia kedewasaan, kaitannya untuk bertindak sendiri kecakapan hukum dimulai pada umur 18 tahun Pasal 47 UUP, yang menggantikan berlakunya ketentuan serupa
dalam Kitab Undang-undang Hukum perdata yang menentukan 21 tahun. Maka setelah berlakunya UUP, kecakapan bertindak orang pribadi dan kewenangannya untuk melakukan tindakan hukum
ditentukan sebagai berikut : 1 Jika seseorang
a Telah berumur 18 tahun, atau b Telah menikah.
c Seseorang yang telah menikah tapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap 21 tahu tetap dianggap telah dewasa.
2 Seorang anak yang belum mancapai 18 tahun, dan belum menikah, dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili oleh :
a. Orang tua, dalam hal ini, anak tersebut masih berada di bawah kekuasaan orang tua ayah dan ibu sacara bersama-sama
42
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1985 tentang pemilihan Umum pasal 1 Ayat6.
43Soepomo, Bab-bab tentang Hukum Adat Jakarta: Pradnya Paramita, 1980 h. 84.
20
Walinya, jika anak tersebut sudah tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya artinya hanya ada salah satu dari orang tuanya saja.
Berikut di bawah ini beberapa peraturan perundangan yang menegaskan standar usia 18 tahun sebagai usia dewasa, yang berkorelasi dengan kecakapan melakukan perbuatan hukum, antara
lain: Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 5 dan 61 juga
menetapkan usia dewasa 18 tahun bandingkan dengan KUHPidana=16 tahun. Begitu pula yang terdapat dalam Pasal 5-6, 9,21-22 dan 41 Undang-undang Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Seseorang dinyatakan dewasa apabila ia telah berumur 18 tahun.
Hal yang sama, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris Pasal 39 jo 30 juga menetapkan usia dewasa 18 tahun
Mencermati argumentasi kedewasaan tersebut di atas, sudah selayaknya usia kedewasaan 21 tahun dalam KUHPerdata yang terdapat dalam Pasal 330 jo 1330-nya ditinggalkan.Pergeseran
standar usia 18 tahun sebagai standar usia dewasa kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum sudah lazim juga dilakukan diberbagai negara yang menganut sistem civil law maupun common
law,
44
termasuk Belanda sendiri sebagai pemberi rujukan di Indonesia di masa lalu.
3. Orang dalam bentuk Badan Hukum