Hukum Perkawinan Menurut KUHPerdata

pergaulan hidup sehari-hari antara suami-isteri dan anak-anaknya serta keluarga lainnya lebih banyak terdapat dalam kaedah agama, kesusilaan dan kebiasaankesopanan. Hukum Perkawinan dibagi dalam dua2 bagian, yaitu sebagai berikut : a. Hukum Perkawinan, yaitu : keseluruhan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan suatu perkawinan, misalnya hak dan kewajiban suami isteri b. Hukum Kekayaan dalam Perkawinan, yaitu keseluruhan peraturan hukum yang berhubungan dengan harta kekayaan suami isteri di dalam perkawinan, misalnya tentang harta bawaan masing- masing sebelum menikah. 75

1. Hukum Perkawinan Menurut KUHPerdata

Dalam KUHPerdata tidak ada satu pasalpun yang memberikan pengertian tentang perkawinan. Oleh karena itu, pengertian perkawinan hanya dikemukakan oleh beberapa sarjana hukum doktrin antara lain oleh : a. Subekti menyatakan bahwa: “Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama”. 76 b. Scholten berpendapat bahwa : “Perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara”. c. Rien G.Kartasapoertra mengartikan bahwa : “Perkawinan adalah hubungan hukum seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat perkawinan untuk jangka waktu yang selama mungkin”. Dalam Pasal 26 KUHPerdata hanya menyatakan bahwa “undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan” artinya, apabila perkawinan telah memenuhi syarat- syarat pokok intern dan external menurut hukum perkawinan yang terdapat dalam KUHPerdata maka sudah dianggap sah, ketentuan agama dari kedua calon suami-isteri boleh dikesampingkan. Dengan demikian walaupun pelaksanaan perkawinan telah sah menurut tatacara menurut ajaran agama dari masing-masing kedua calon suami isteri tetap dianggap tidak sah, karena perkawinan hanya ditinjau sebagai lembaga hukum tidak tergantung pada pandangan-pandangan keagamaan calon suami-isteri. Hukum terpisah dari agama adalah ciri dari hukum perdata barat yang sekuler dan individualis. Syarat-syarat perkawinan dalam KUHPerdata dapat dibedakan dalam : 77 a. Syarat-syarat intern b. Syarat-syarat extern 75Titik Triwulan Tutik, op. cit.,h. 103. 76Subekti,op.cit.,h.23. 77R.Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga Bandung : Alumni,1982,h.32. 43 a.Syarat-syarat intern pasal27-49 KUHPerdata Syarat-syarat intern ini merupakan syarat terhadap para pihak terutama mengenai kehendak, wewenang dan persetujuan orang lain yang diperlukan oleh pihak itu untuk mengadakan perkawinan. Syarat-syarat intern terbagi lagi atas dua 2 macam, yaitu : 1. Syarat intern yang absolutmutlak Artinya apabila salah satu syarat tidak terpenuhi pada diri seorang calon mempelai, maka seseorang tidak dapat melansungkan perkawinan. Ada lima 5 syarat intern yang harus terpenuhi yaitu : a. Kedua calon mempelai dalam keadaan tidak kawin pasal 27 KUHPerdata Berdasarkan syarat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa KUHPerdata menganut asas monogami mutlak, yang berarti dalam keadaan apapun seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang isteri dalam waktu yang sama. Asas monogami dalam KUHPerdata tersebut dipengaruhi oleh ajaran agama Kristen yang tidak membolehkan poligami dan juga sangat mempersukar perceraian. b. Persetujuan sukarela atau kemauan bebas antara bakal suami isteri pasal 28 KUHPerdata Persetujuan sukarela hanya dikhususkan bagi orang yang sehat akalnya. Apabila yang mengadakanya salah satu pihak dari bakal suami isteri mengidap sakit jiwa maka persetujuannya untuk melansungkan perkawinan dianggap tidak sah. c. Memenuhi batas umur minimal tertentu pasal 29 KUHPerdata Batas umur bagi laki-laki calon suami minimal 18 tahun sedangkan bagi perempuan calon isteri minimum 15 tahun. Akan tetapi Presiden Baca: Menteri Kehakiman-pada Masa Hindia Belanda adalah Gouverneur GeneralGG=Gubernur Jendral diberikan wewenang untuk memberikan dispensasi bagi seorang perempuan dengan alasan-alasan tertentu yang sifatnya tidak bisa ditunda. Pada umumnya alasan tersebut sang perempuan calon isteri sudah mengandung sebelum perkawinan berlansung in zwangerschap. d. Masa tunggu iddah bagi perempuan sesudah putusnya perkawinan pasal 34 KUHPerdata. Seorang wanita tidak boleh kawin sebelum lewat 300 hari sesudah putusnya perkawinan sebelumnya. Ketentuan dimaksudkan untuk menghindarkan confusio sanguinis kekacauan nasab=onzekerheid van de afstamming. Sedang waktu 300 hari menurut ilmu medis adalah waktu paling lama untuk sebuah kandungan. e. Harus ada persetujuan dari pihak ke-3 bagi anak di bawah umur –minderjarig dari orang tua atau walinyapasal 35-47 KUHPerdata 44 Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan anak yang masih di bawah umur, untuk memberikan pertimbanganmencegah seorang anak terlalu dini melansungkan perkawinan sebelum matang secara biologis dan psikologis 2. Syarat intern yang relatifnisbi. Syarat ini mengandung larangan tertentu sebagai berikut : a. Larangan perkawinan antara orang-orang yang ada hubungan keluarga pasal 30-31, yaitu: 1. antar wangsa : mereka yang berinduk pada nenek pada nenek moyang yang sama; 2. antar ipar : mereka yang menjadi keluarga karena terjadinya perkawinan dari saudaraanakcucunya. b.Larangan perkawinan antara mereka karena adanya putusan hakim terbukti melakukan overspel pasal 32 BW. Pasal 32 BW menentukan bahwa seorang yang dengan putusan hakim telah terbukti melakukan overspel tidak pernah diperbolehkan melangsungkan perkawinan dengan orang yang diajak melakukan overspel itu. Juga sampai setelah meninggalnya orang yang melakukan overspel itu maka perkawinan yang demikian dilarang. Larangan ini dimaksudkan untuk memberantas hubungan-hubungan asusila versi sekuler. Akan tetapi dalam praktek pasal ini sesungguhnya merupakan suatu ketentuan kosong een dode letter sebab praktek hakim dalam menjatuhkan putusannya tidak pernah tidak diwajibkan menyebutkan nama orang yang diajak overspel itu. 78 c.Larangan perkawinan karena perkawinan yang dahulu atau sebelumnya pasal 33 BW. Pasal ini semula menyatakan bahwa sesudah perkawinan yang terdahulu tidak boleh suami istri itu kawin lagi.Akan tetapi larangan itu mempunyai akibat yang buruk maka di Indonesia pada tahun 1923 S. 1923 – 31 maka diadakan perubahan atas isi pasal diatas, sehingga orang yang sudah bercerai masih dapat kawin lagi asal jangka waktu antara pemutusan perkawinan dengan perkawinannya kembali itu sudah melampaui setahun. Tetapi bila perkawinan yang kedua kalinya ini kemudian putus lagi maka untuk seterusnya mereka dilarang mengulangi perkawinannya lagi. 79 c. Syarat Extern Syarat extern merupakan syarat formal dalam pelaksanaan perkawinan. Syarat ini dibagi dalam dua 2 tahapan. Syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan dilaksanakan sebagai berikut : 80 78 Ibid., h. 42 79 Ibid. . 80 Salim HS, op. cit., h.64. 45 1. Pemberitahuan tentang rencana kawin dan pengumuman rencana kawin pada Kantor Catatan Sipil. Pengumuman ditempel selama 10 hari pada register-register catatan sipil diselenggarakan. Tujuan pengumuman tersebut untuk memberi kesempatan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk mencegah terjadinya perkawinan karena alasan-alasan tertentu yang dibenarkan oleh hukum. 2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan dilansungkannya perkawinan. Apabila semua syarat telah terpenuhi, maka perkawinan dapat dilansungkan dan perkawinan telah dianggap sah.

2. Hukum Perkawinan Menurut Agama Islam