NASKAH HUKUM PERDATA.docx
BAB I PENDAHULUAN
A. Istilah Hukum Perdata
Hukum di Indonesia pada dasarnya dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : hukum publik dan hukum privat tetapi di Indonesia lebih dikenal dengan “Hukum Perdata”.
Istilah Hukum Perdata berasal dari dua kata yaitu : “Hukum” dan “Perdata”. Kata Hukum diambil dari Bahasa Arab dari kata Hukm (tunggal), Ahkam (jamak) yang artinya : norma atau kaedah yakni ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.
Hubungan antara perkataan hukum dalam bahasa Indonesia tersebut di atas dengan hukm
dalam pengertian norma dalam bahasa Arab itu erat sekali, sebab setiap peraturan apapun macam dan sumbernya mengandung norma atau kaedah sebagai intinya.1
Sedangkan istilah perdata sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yaitu Pradoto/Pradata.
Istilah Hukum Perdata di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh Djojodiguno sebagai terjemahan dari Burgelijk Recht di masa penjajahan Jepang.2
Istilah hukum Perdata diterjemahkan dari berbagai bahasa, antara lain : a. Bahasa Belanda : Privaat Recht, Burgelijk Recht atau Civil Recht
b. Bahasa Inggris : Private Law
c. Bahasa Jerman : Privat Recht
d. Bahasa Perancis : Droit Prive
e. Bahasa Indonesia : Hukum Privat
Istilah Hukum Perdata dalam berbagai istilah tersebut di atas lazimnya dilawankan dengan istilah dalam :
a. Bahasa Belanda : Publiek Recht
b. Bahasa Inggis : Public Law
c. Bahasa Jerman : Offenliches
d. Bahasa Perancis : Droit Public
e. Bahasa Indonesia : Hukum Publik
Jika istilah Hukum Perdata tersebut dikaitkan dengan kondisi di Indonesia, maka pemberian istilah “Hukum Perdata” biasanya dikacaukan dengn istilah “Hukum Perdata Adat”. Sejak
1Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits ( Jakarta : Tinta Mas, 1982), h.68
2 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia ( Surabaya : Prestasi Pustaka Publisher, 2006 ), h.2
(2)
berdirinya Fakultas hukum di Tanah air Indonesia, istilah Hukum Perdata terdapat berbagai istilah yang diberikan.
a. Hukum Perdata Barat b. Hukum Perdata BW c. Hukum Perdata
Namun, berkat hasil usaha Konsorsium Ilmu Hukum yang merupakan salah satu dari Konsorsium Ilmu Pengetahuan yang bernaung dibawah Koordinasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada Maret 19733, maka ragam istilah tersebut mengarah kesatu istilah yaitu “Hukum
Perdata”
Dilain pihak, istilah “Hukum Perdata” juga dikacaukan dengan istilah “Hukum Adat”, namun hasil usaha Konsorsium Ilmu Hukum juga berhasil memberikan istilah permanen kedua sistem hukum tersebut yaitu:
a. Istilah hukum Perdata diberi istilah “Hukum Perdata”
b. Istilah hukum Perdata Adat diberi istilah “Hukum Adat”
Perbedaan antara Istilah “Hukum Perdata” dengan istilah “Hukum Adat” erat kaitannya dengan sejarah penjajahan Belanda di Indonesia yang menggolong-golongkan penduduk Indonesia dalam tiga (3) golongan ( pasal 163 Indische Staatsregeling (IS)) dalam kaitannya dengan berlakunya Hukum Perdata atas mereka. Pedoman politik Pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditegaskan dalam pasal 131 Indische Staatsregeling (IS), sebelumnya diatur dalam pasal 75 Regeringsreglement (RR).
Kemudian, pemisahan lain yaitu istilah “Hukum Perdata” dengan istilah “Hukum Dagang”, dimana kedua bidang hukum ini sama-sama merupakan hukum materil, namun dipisahkan karena berdasarkan sejarah penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgelijk Wetboek yang disingkat BW ) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( Wetboek Van Koophandel yang disingkat WvK) pada zaman Romawi.
B. Pengertian Hukum Perdata
Pengertian Hukum Perdata menurut berbagai pakar hukum antara lain : 1. HFA Vollmar
Hukum Perdata adalah aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain
(3)
dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.4
2. Sudikno Mertokusumo
Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain dari dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak.5
3. R. Soeroso
Hukum Perdata adalah hukum yang memuat semua peraturan-peraturan yang mengatur hubungan hukum dan kepentingan-kepentingan antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lain, kadang-kadang antara anggota masyarakat dengan pemerintah dengan menitikberatkan kepada kepentingan masyarakat.6
4. Van Dunne
Mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke-19 adalah: “Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”.7
5. Ilhami Bisri
Memberi arti hukum perdata adalah hukum atau sistem aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban orang dan badan hukum sebagai perluasan dari konsep subyek hukum yang satu terhadap yang lain baik dalam hubungan keluarga maupun dalam hubungan masyarakat.
6. Secara umum
Pengertian/batasan atau defenisi hukum Perdata dapat diartikan bahwa:
Hukum tentang Pribadi atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, walaupun terdapat beberapa perbedaan tetapi kesemuanya berangkat pada pemahaman yang sama bahwa dalam Hukum Perdata yang diatur dan dilindungi adalah kepentingan perorangan/pribadi/individu dengan demikian yang mempertahankannya juga adalah perorangan.
4 Titik Triwulan Tutik, op. cit., h.2.
5Ibid. .
6R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata ( Jakarta : Sinar Grafika, 2007), h.48.
(4)
C. Sistematika Hukum Perdata
1. Sistematika Menurut KUHPerdata : Buku I : Hukum Orang dan Kekeluargaan Buku II : Hukum Benda
Buku III: Hukum Perikatan dan Perjanjian Buku IV: Hukum Pembuktian dan Daluarsa
Sistematika dalam KUHPerdata tersebut di atas, menurut Marilang sudah tidak tepat karena Buku IV KUHPerdata dari segi :8
1).Hukum Pembuktian :
Hukum pembuktian yang terdapat dalam Buku IV KUHPerdata seharusnya dicabut oleh karena hukum pembuktian tarmasuk hukum acara perdata, sedangkan Hukum Acara Perdata Indonesia adalah Het Herziene Indonesisch Reglement (selanjutnya disingkat HIR), Rechtsreglement Buitengewesten (selanjutnya disingkat Rbg) dan UU No.14 Tahun 1970 junto UU No.4 Tahun 2004 tentang Pokok –Pokok Kekuasaan Kehakiman serta UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Peradilan Agama dll.
2). Hukum Tentang Daluarsa, terbagi dua :
a). Daluarsa untuk dibebaskan dari suatu kewajiban yang sebaiknya dimasukkan dalam buku III (Tentang Hukum Perikatan dan Perjanjian)
b). Daluarsa untuk memperoleh sesuatu benda yang sebaiknya dimasukkan dalam buku II KUHPerdata (Tentang Hukum Benda).
Sementara ilmuan hukum berpendapat dengan merujuk pada penegasan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 5 September 1963 Nr 1115/P/3292/M/1963, bahwa KUHPerdata, “tidak sebagai undang-undang, melainkan sebagai suatu dokumen yang hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tak tertulis”9 dengan demikian hanya sebagai buku hukum karena substansi yang diaturnya sebagian besar sudah tidak berlaku. Dengan demikian di kalangan ilmuan hukum melakukan pembagian yang berbeda dalam sistematika hukum perdata.
2. Sistematika menurut Ilmu pengetahuan hukum Lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :10
a. Hukum tentang Diri Seseorang (Personenrecht)
8“Marilang”,”Hukum Perdata” (Bahan Ajar yang disajikan pada Perkuliahan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin, Makassar 6 Pebruari 2011.
9CST Kansil dan Christine ST Kansil, Modul Hukum Perdata-Termasuk Asas Hukum Perdata ( Jakarta : Pradnya Paramita, 2004), H.58.
(5)
Memuat antara lain tentang manusia sebagai subyek hukum, kewenangan hukum, kecakapan hukum, domisili dan sebagainya.
b. Hukum Keluarga (Familierecht)
Memuat antara lain tentang hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan anak (kekuasaan orang
tua-ouderlijkemacht), perwalian (voodgdij) dan kuratel (curatele). c. Hukum Harta Kekayaan/Hukum Benda (Vermogensrecht)
Memuat antara lain tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, meliputi : Hak –hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan ( di atas benda milik sendiri maupun benda milik orang lain ) dan yang memberi jaminan ( hak tanggungan, gadai, hipotik dan fidusia ).
d. Hukum Waris (Erfrecht)
Memuat antara lain tentang benda dan kekayaan seseorang apabila telah meninggal dunia, dengan kata lain mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta benda peninggalan seseorang meliputi.
D. Perubahan dalam Hukum Perdata
Hukum Perdata yang berlaku saat ini di Indonesia, merupakan produk hukum peninggalan Belanda yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disingkat KUHPerdata), dalam Bahasa Belanda disebut Burgelijk Wetboek ( untuk selanjutnya disingkat BW) yang diundangkan pada 1 Mei Tahun 1848 (Stb.1848).
Legalitas berlakunya Hukum Perdata Belanda tertera dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 junto Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 (Amandemen) bahwa : “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih lansung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.11 Penegasan tersebut dimaksudkan dalam rangka mengisi kekosongan hukum (rechtvacuum) dalam lapangan Hukum Perdata dengan ketentuan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta masih dibutuhkan . Pemberlakuan tersebut sifatnya hanya sebagai pengisi masa transisi dan diakui hingga saat ini telah telah terjadi beberapa perubahan dan pembaharuan untuk mengakomodir nilai-nilai yang tidak sesuai dengan perasaan hukum, kepribadian seluruh bangsa Indonesia dan perkembangan ilmu pengetahuan serta kemajuan zaman.
Dalam Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda yaitu Pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling (IS), Belanda menggolongkan penduduk atas tiga (3) golongan yaitu: Golongan Eropah,Timur Asing dan Bumi Putera dengan konsekewensi penundukan hukum yang juga 11.Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya ( Jakarta : Fokusmedia,2009) h.32
(6)
berbeda-beda. Hal tersebut sangat bertentangan dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang tidak mengenal penggolongan penduduk. Pasal-pasal tersebut dihapuskan berdasarkan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.: 31/U/IN/12/1966 yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1966.12 Sebagai dasar pertimbangan disebutkan bahwa demi tercapainya pembinaan kesatuan bangsa Indonesia yang bulat dan homogen, serta adanya perasaaan persamaan nasib diantara sesama bangsa Indonesia, maka dirasa perlu segera menghapus praktek-praktek berdasarkan pada penggolongan tersebut. Pelaksanaan Instruksi tersebut diperkuat dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman yaitu Surat Edaran Pendes 51/1/3/ dan J.A.2/25 yang mengatur tentang Pelaksanaan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No:31/U/IN/12/1966. Dengan dasar nasionalisme tersebut, maka beberapa substansi/pasal-pasal dalam Hukum Perdata diadakan/mengalami perubahan. Perubahan terjadi karena tergantikan dengan lahirnya beberapa produk hukum nasional atau dicabut oleh Surat Edaran Mahkamah Agung , antara lain seperti :
1. Lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960 dalam Lembaran Negara 1960-104. Sejarah telah mencatat salah satu perkembangan keagrariaan/pertanahan di Indonesia pada umumnya dan pembaharuan Hukum Agraria/Hukum Tanah pada Indonesia pada khususnya. 13 Dalam konsideransnya memutuskan mencabut secara fundamental peraturan yang berkaitan dengan pertanahan seperti :14
a.“Agrarische Wet” (S.1870-55) sebagai yang termuat dalam Pasal 51 “Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie” (S.1925-447) dan ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu;
b. 1)” Domeinverklaring” tersebut dalam pasal 1 Agrarisch Besluit (S.1870-118); 2) “Algemene Domeinverklaring” tersebut dalam S.1875-119a;
3) ” Domeinverklaring untuk Sumatera” tersebut dalam pasal 1 dari S.1874-94f;
4) ” Domeinverklaring untuk Keresidenan Manado” tersebut dalam pasal 1 dari S.1877.55 ;
12.Badu Badu Wahab Pangaribuan, op. cit., h.40, lihat juga CST Kansil dan Christine ST Kansil, op. cit., h.99.
13Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya -Jilid 1- Hukum Tanah Nasional ( Jakarta : Djambatan,1996), h.1.
(7)
5) ” Domeinverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo” tersebut dalam pasal 1 dari S.1888-58;
c. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No.29 (S.1872-117) dan Peraturan Pelaksanaannya.
d. Buku ke-II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sepanjang yang mengenai Bumi, Air, Angkasa serta Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-undang ini.
Tetapi ketentuan tentang hipotik hanya berlaku bagi benda yang bukan tanah, yaitu kapal-kapal dengan isi-bruto sekurang-kurangnya 20 meter kubik, seperti yang diatur dalam pasal 314 KUHDagang, sedangkan hipotek sebagai lembaga jaminan atas tanah sudah tidak berlaku lagi, yang semakin dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang No.4 Tahun 1996 Tentang Undang-Undang Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang baru.15
Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yang dipertegas dengan Surat Departemen Agraria tanggal 26 Pebruari 1964 Nomor Unda 10/3/29 dapat dirinci atas 3 macam, yaitu: 16
a. Pasal-pasal yang masih berlaku penuh karena tidak mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, meliputi :17
1). Pasal-pasal tentang benda bergerak yang diatur dalam Pasal 505, 509-518 KUHPerdata; 2). Pasal-pasal tentang penyerahan benda bergerak yang diatur dalam Pasal 612-613 KUHPerdata;
3). Pasal-pasal tentang bewoning yang diatur dalam Pasal 505, 509-518 KUHPerdata;
4.) Pasal-pasal tentang hukum waris yang diatur dalam Pasal 830-1130 KUHPerdata (khusus bagi masyarakat yang memilih tunduk pada pewarisan menurut KUHPerdata);
5). Pasal-pasal tentang piutang diistimewakan (preveligie) yang diatur dalam Pasal 1130-1149 KUHPerdata;
6). Pasal-pasal tentang gadai yang diatur dalam pasal 1150-1160 KUHPerdata;
7).Pasal-pasal dalam Buku ke II KUHPerdata tentang hipotek yaitu : Pasal 1162-1163, 1165-1170, 1171 ayat 2-4, 1173-1181, 1184-1185, 1189-1194 dan 1197-1232 KUHPerdata;18
15Boedi Harsono, op. cit., h.122.
16Titik Triwulan Tutik, op. cit., h.30.
17Ibid., h.31.
(8)
b. Pasal-pasal yang menjadi tidak berlaku lagi, yaitu pasal-pasal yang mengatur tentang bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah pasal-pasal dalam Buku II KUHPerdata yaitu : 19
1). Titel satu (tentang Benda dan pembedaannya) : pasal 508 dan 520-525 KUHPerdata 2). Titel dua (tentang Bezit) : pasal 545,552-553,562 dan 565 KUHPerdata
3). Titel tiga (tentang Eigendom) : pasal 571,586-587, 589-605 dan 616-624 KUHPerdata 4). Titel empat (tentang Hak/Kewajiban Sesama Tetangga) : pasal 625-672KUHPerdata 5). Titel enam (tentang Servituut) : pasal 674-710 KUHPerdata
6). Titel tujuh (tentang Opstal) : pasal 711-719 KUHPerdata 7). Titel delapan (tentang Erfpacht) : pasal 720-736 KUHPerdata
8). Titel Sembilan (tentang Grondrenten dan Tienden) : pasal 737-755 KUHPerdata
9). Titel sepuluh (tentang Vruchtgebruik) : pasal 760 ayat 1, 762,766-771, 773-777,795-797,799, 802, 811 ayat2-3 dan 812 KUHPerdata
10). Titel sebelas (tentang Gebruik dan Bewoning) : pasal 821,825 dan 829 KUHPerdata c. Pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh, dalam arti bahwa ketentuan-ketentuannya tidak tidak berlaku sepanjang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung lainnya, tetapi masih berlaku sepanjang mengenai benda-benda lainnya, meliputi: 20
1). Pasal-pasal tentang benda pada umumnya;
2). Pasal-pasal tentang cara membedakan benda yang dapat dilihat dalam 503-505 KUHPerdata;
3). Pasal-pasal tentang benda sepanjang tidak mengenai tanah, yang dapat dilihat diantara pasal 529-568 KUHPerdata;
4). Pasal-pasal tentang Hak Milik sepanjang tidak mengenai tanah, yang dapat dilihat diantara pasal 570 KUHPerdata;
5). Pasal-pasal tentang Hak Memungut Hasil ( vruchtgebruik) sepanjang tidak mengenai tanah yang dapat dilihat dalam pasal 756 KUHPerdata;
6). Pasal-pasal tentang Hak Pakai sepanjang tidak mengenai tanah yang dapat dilihat dalam pasal 818 KUHPerdata;
(9)
7). Pasal-pasal tentang hipotek sepanjang tidak mengenai tanah , yang dapat dilihat dalam Pasal 1162-1163, 1165-1170, 1171 ayat 2-4, 1173-1181, 1184-1185, 1189-1194 dan 1197-1232 KUHPerdata;21
2 .Dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 yang mencabut 8 pasal KUHPerdata (BW)
Pasal-pasal yang dicabut, yakni : a. Pasal 108 KUHPerdata (BW)
Isi Pasal 108 bahwa Seorang Istri sekalipun ia kawin diluar harta bersama atau dengan harta terpisah tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh apapun baik secara Cuma-Cuma maupun dengan beban tanpa bantuan suami dengan bentuk akta/tertulis sekalipun memang telah ada kuasa kepada istrinya untuk membuat kata atau perjanjian tertentu, si istri tidak berwenang untuk menerima pembayaran apapun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami.
b. Pasal 110 KUHPerdata (BW)
Pasal 110 berisi tentang istri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah atau meskipun dia secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas.
c. Pasal 284 ayat 3 KUHPerdata (BW)
Pasal 284 ayat 3 menganggap dengan diakuinya seorang anak diluar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu berakhirlah hubungan keturunan alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh ibu dengan ha-hal dia diberi wewenang untuk itu.
d. Pasal 1238 KUHPerdata (BW)
Pasal 1238 menentukan bahwa bila Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
e. Pasal 1460 KUHPerdata (BW)
Pasal 1460 menentuka jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. 21. Boedi Harsono, op. cit., h.122.
(10)
f. Pasal 1579 KUHPerdata (BW)
Pasal 1579 menentukan bahwa dalam suatu hal sewa menyewa barang, si pemilik tidak dapat menghentikan persewaan dengan mengatakan, akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila membentuk persetujuan sewa-menyewa diperjanjikan diperbolehkan
g. Pasal 1603 ayat 1 dan 2 KUHPerdata (BW)
Pasal di atas menunjukkan diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan.
h. Pasal 1682 KUHPerdata (BW)
Pasal ini menentukan bahwa setiap penghibahan harus dilakukan dengan akta notaris. Pasal-pasal tersebut dicabut dengan pertimbangan substansi yang diaturnya bertentangan jiwa Pancasila dan UUD 1945 serta perkembangan mayarakat.
3. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 1974 dan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975. Dengan lahirnya Undang-Undang Perkawinan tersebut maka segala ketentuan yang terdapat dalam Buku I KUHPerdata (BW) tentang perkawinan dinyatakan tidak berlaku lagi.Hal ini ditegaskan dalam Pasal 66 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut :22
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas Undang-Undang ini, maka dengan berlakunya Undang-Undang ini ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesiaers :1933 No.74), Perkawinan Campuran (Regeling 0p de gemeng de Huwelijken S.1898 No.158), dan Peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku.
E. Ruang Lingkup Kajian Hukum Perdata
Luas kajian Hukum Perdata menurut Titik Triwulan Tutik pada dasarnya mengacu pada obyek kajian daripada Hukum Perdata itu sendiri.23 Sedangkan menurut Volmar luas kajian Hukum Perdata dibedakan atas dua macam, yaitu :
1. Hukum Perdata dalam arti luas
Obyek kajiannya merujuk pada bahan hukum sebagaimana yang tertera dalam KUHPerdata(BW),KUHD (WvK) beserta sejumlah Undang tambahan seperti
Undang-22Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1980), 66.
(11)
Undang tentang Perniagaan, Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi, Hukum Kepailitan dan Hukum Acara
2. Hukum Perdata dalam arti sempit
Obyek kajiannya merujuk pada bahan hukum sebagaimana yang tertera dalam KUHPerdata(BW) semata, seperti Hukum Orang, Hukum Keluarga, Hukum Benda, Hukum Waris dan Hukum Perikatan. 24 (dalam pembahasan ini yang dimaksud Hukum Perdata adalah Hukum Perdata dalam arti sempit)25 beserta beberapa perubahannya.
Dilihat dari segi ruang lingkupnya, hukum Perdata terbagi dua: a. Hukum Perdata dalam arti luas yaitu:
Serangkaian peraturan-peraturan hukum yang pada asasnya mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.
b. Hukum Perdata dalam arti sempit, yaitu:
Rangkaian hukum yang mengatur tentang perdagangan, atau lebih jelasnya hukum Perdata dalam arti sempit sama dengan Hukum Dagang KUHD.
Dilihat dari segi isinya, hukum Perdata terbagi dua, yaitu: a. Hukum Perdata Materil, yaitu:
Memuat aturan hukum Perdata dalam keadaan diam, seperti aturan tentang perikatan/perjanjian, perkawinan, pewarisan dsb
b. Hukum Perdata Formal yaitu:
Memuat aturan tentang bagaimana cara seseorang yang haknya dilanggar untuk mengajukan gugatannya kedepan Pengadilan (Hukum Acara Perdata)
24Ibid. .
(12)
BAB II
SEJARAH DAN KEDUDUKAN HUKUM PERDATA
A. Masa Penjajahan Belanda
Pada umumnya hukum yang berlaku di Indonesia berasal dari Hukum Perancis, yaitu pada masa kekuasaan/Rezim Napoleon Bonaparte menjajah Belanda, maka sistem hukumnya diberlakukan juga di Negeri Belanda kemudian Belanda menjajah Indonesia, maka sistem hukum Belanda juga ikut diberlakukan di Indonesia.
1. Proses kedatangan Belanda di Indonesia Dibagi atas 4 tahap, yaitu:26
a. Berdagang
b. Berdagang dan menduduki sebagian wilayah/daerah tanah air c. Berdagang dan menempati daerah serta memperluas daerahnya. d. Berdagang dan menjajah Indonesia
2. Keadaan pada masa Penjajahan Belanda
Hukum yang berlaku di Indonesia pada dasarnya hukum yang berasal dari Belanda yaitu berdasarkan Pasal 131 (2) IS, pasal ini mengandung asas konkordansi artinya orang-orang Eropa yang berada di Indonesia di berlakukan Burgelijk Wetbook (BW dari Belanda), kecuali :27
1). Ada suatu keadaan istimewa yang terjadi di Indonesia.
2). Ada peraturan bersama yang berlaku untuk orang Eropa dan penduduk lainya. Burgelijk Wetbook (BW) hanya berlaku pada golongan orang-orang :
1). Orang-orang Eropa
2). Orang-orang Indonesia turunan Eropa
3).Orang-orang yang dipersamakan dengan orang Eropa (orang Kristen).
Pada masa penjajahan Belanda, wilayah jajahan Belanda dikenal dengan nama Hindia Belanda (Nederland voor Indie) sedangkan Peraturan Ketatanegaraan Hindia Belanda lebih dikenal dengan sebutan Indische Staatsregeling (IS).Berdasarkan Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS)
Hindia Belanda membagi penduduknya atas 3 golongan, yaitu : a. Golongan Eropa, terdiri dari ;
1). Orang Belanda
2). Orang yang berasal dari Eropah
3). Orang Jepang, BW diberlakukan terhadap orang Jepang berdasarkan adanya :
26I Gede AB Wiranata, Hukum Adat Indonesia-Perkembangannya dari Masa ke Masa (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002),30-39.
(13)
a). Perjanjian perdagangan dan perkapalan antara Nederland dengan Jepang.
b). Belanda memberikan peluang kepada Jepang untuk dipersamakan dengan orang Eropah demi mempermudah perjanjian/transaksi.
4).Orang yang tidak termasuk orang Belanda/Eropah tetapi taat pada hukum keluarga yang sama dengan hukum keluarga yang terdapat dalam BW seperti: orang Amerika, Kanada, Afrika Selatan, Australia, Selandia Baru dsb. Terhadap golongan Eropah ini ditundukkan sepenuhnya BW.
b. Golongan Timur Asing dapat dibedakan atas 2 macam :
1). Golongan Timur Asing berbangsaTionghoa (China),atasnya berlaku sebagian besar ketentuan BW kecuali tentang upacara yang mendahului pernikahan serta penahanan/penangguhan pernikahan, adopsi dan kongsi diatur tersendiri.
2). Golongan Timur Asing berbangsa bukan Tionghoa (China) seperti :Orang Arab, India, Pakistan dsb.Terhadap mereka tersebut diatas yang diberlakukan dari BW hanya dibidang hukum harta kekayaan harta benda , sedangkan hukum keluarga dan hukum waris kecuali testamen (wasiat) berlaku hukum adatnya masing-masing.Yang dimaksud dengan Hukum adat bagi orang-orang Arab adalah Hukum Islam yang dianutnya. Terhadap orang-orang Arab ini sangat tidak memungkinkan untuk ditundukkan pada hukum hukum keluarga dan waris Belanda karena terdapat perbedaan nilai tentang perbuatan tertentu, misalnya Hukum Islam membolekan poligami sedangkan BW tidak membolehkan.
c. Golongan Bumi putera
Yang termasuk didalam golongan Bumi Putera adalah orang Indonesia asli yang tidak beragama Kristen. Terhadap mereka diberlakukan hukum Adatnya masing-masing. Pada masa itu van Vollenhoven dalam bukunya Het Adatrecht van Nederlands Indie membagi hukum adat atas 19 wilayah hukum (rechtskringen).
B. Masa Penjajahan Jepang
Jepang menduduki Indonesia dari Tahun 1942 sampai dengan 1945.Satu-satunya peraturan pokok yang dikeluarkan pemerintahan Jepang pada saat menjajah Indonesia kurang lebih tiga (3) tahun, adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1942 Pasal 3 pada tanggal 8 Maret 1942 yang dikeluarkan oleh pembesar Balatentara Dai Nippon yang berbunyi :28
Semua badan-badan pemerintahan kekuasaannya, hukum dan undang-undang adri pemerintah yang dulu, tetap diakui buat sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.
(14)
Ketentuan di atas merupakan legalitas formal juga berlakunya semua ketentuan yang dtinggalkan oleh Belanda, walaupun dalam kenyataannya yang berlaku adalah hukum militer Jepang.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut di atas maka semua badan-badan, wilayah kekuasaan dan produk hukum peninggalan Belanda pada penjajahan Jepang masih lansung diberlakukan.
C. Masa Kemerdekaan
Keadaan berlakunya hukum pada zaman jepang sama halnya dengan setelah merdeka, yakni bahwa segala badan negara dan hukum yang sudah ada masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru.
Dasar berlakunya hukum belanda setelah Indonesia merdeka adalah : a. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi :
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
b. PP. No. 2 tahun 1945, pasal 1 yang berbunyi :
Segala badan-badan negara dan peraturan-peraturan yang ada sampai berdirinya Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, selama belum diadakan yang baru menurut UUD masih berlaku asal saja tidak bertentangan dengan UUD tersebut.
Pada zaman Hindia Belanda terdapat kecenderungan peraturan perundangan yang menunjukkan hierarki pluralisme hukum, yaitu dengan adanya sejumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum perkawinan, seperti:
a. Burgerlijke Wetboek, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.
b. Regeling op de Gemengde Huwelijken, Staatsblad Tahun 1898 Nomor 158. c. Huwelijke Ordonnantie Christen Inlanders, Staatsblad Tahun 1933 Nomor 74. d. Huwelijksordonnantie, Staatsblad Tahun 1929 Nomor 348 (Peraturan tentang
Perkawinan dan Perceraian bagi Orang-orang Islam di Jawa dan Madura).
e. Vorstenlandse Huwelijksordonnantie, Staatsblad Tahun 1933 Nomor 98 jo.
Staatsblad Tahun 1941 Nomor 320 (Peraturan tentang Perkawinan dan Talak / Perceraian bagi Orang-orang Islam di Gubernemen Surakarta dan Yogyakarta) .
f. Huwelijsordonnantie Buitengewesten, Staatsblad Tahun 1932 Nomor 482.
Hingga awal kemerdekaan peraturan di atas masih tetap berlaku, kecuali Huwelijks ordonnantie,Staatsblad Tahun 1929 Nomor 348 (Peraturan tentang perkawinan dan perceraian bagi orang-orang Islam di Jawa dan Madura ) dan Vorstenlandse Huwelijksordonnantie , Staatsblad
(15)
talak /perceraian bagi orang-orang Islam di Gubernemen Surakarta dan Yogyakarta dan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 (Undang-Undang tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk) dinyatakan tidak berlaku lagi dan dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 1954 Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 98, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Pasal 102 Undang-Undang Dasar Sementara mengamanatkan perlu segera dilakukannya usaha – usaha ke arah kodifikasi dan unifikasi hukum termasuk hukum perkawinan. Namun, hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959 yang menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, usaha-usaha itu tidak terwujud.Setelah melalui perjalanan panjang, usaha yang tidak kenal menyerah ini, pada tanggal 2 januari 1974 berhasil mengundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinann (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019).29
(16)
BAB III
HUKUM TENTANG ORANG A. Konsep Dasar
Istilah hukum (tentang orang) berasal bahasa Belanda dari terjemahan kata “personenrecht”. Dalam KUHPerdata tidak ditemukan pengertian tentang hukum orang, sebab itu hanya berdasarkan doktrin ilmuan hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti bahwa:30
Hukum orang adalah peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk bertindak sendiri, melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan itu.
Menurut berbagai pakar pengertian tersebut kurang lengkap, karena pengertian yang dikemukakan di atas hanya merujuk hukum orang dari aspek ruang lingkupnya, yang meliputi subyek hukum, kecakapan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.31 Pengertian secara lebih lengkap dikemukakan oleh SalimHS sebagai berikut:32
Hukum orang adalah keseluruhan kaedah-kaedah hukum yang mengatur tentang subyek hukum dan wewenangnya, kecakapannya, domisili dan catatan sipil.
Definisi terakhir, mengandung dua (2) cakupan, yaitu : wewenang subyek hukum dan ruang lingkup pengaturan hukum orang. Wewenang pada hakekatnya merupakan hak dan kekuasaan dari seseorang untuk melakukan perbuatan hukum. Wewenang tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu : (1) wewenang untuk mempunyai hak, dan wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.33
Hak menurut Satjipto Raharjo34adalah kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang, dengan maksud untuk melindungi kepentingan seseorang tersebut. Hak tersebut merupakan pengalokasian kekuasaan tertentu kepada sesorang untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
Bila mengikuti pandangan tersebut di atas, nampak bahwa hanya kekuasaan tertentu saja yang diberikan oleh hukum kepada seseorang dan tidak setiap kekuasaan di dalam masyarakat disebut hak.
30Subekti, op. cit., h.9.
31Titik Triwulan Tutik, op. cit., h.35
32Salim HS, , op. cit.h.19.
(17)
Dengan mengacu pada kemungkinan-kemungkinan dimensi kekuasaan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto35sebagai berikut :a) Kekuasaan yang sah dengan kekerasan; b) Kekuasaan yang sah tanpa kekerasan; c) Kekuasaan tidak sah dengan kekerasan; dan d) Kekuasaan tidak sah tanpa kekerasan.
Maka hanya kekuasaan yang sah yang dapat dimasukkan dalam pengertian “hak” untuk subyek hukum tersebut.
B. Subyek Hukum
1. Pengertian
Yang dimaksud dengan subyek hukum ialah suatu pendukung hak, yaitu manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak. Suatu subyek hukum mempunyai kekuasaan untuk mndukung hak (rechtsvoegd-heid).36 Dapat juga dikatakan, subyek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban, atau sebagai pendukung hak dan kewajiban, dalam bahasa lebih praktis yang dapat dikenai hak dan kewajiban.
Adapun yang menjadi subyek hukum adalah orang (persoon). Pengertian orang dikemukakan oleh beberapa pakar sebagai berikut :37
a. Hardjawidjaja, orang adalah merupakan pengertian terhadap manusia b. Eggens, yang dimaksud dengan orang adalah manusia sebagai rechspersoon
c. Ko Tjai Sing berpendapat bahwa yang dimaksud dengan orang tidak hanya manusia biasa tetapi juga badan hukum.Manusia dan Badan Hukum dapat mempunyai hak seperti orang dapat diartikan sebagai subyek hukum.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui menurut macamnya subyek hukum terdiri atas dua. Pertama manusia (natuurlijke persoon), kedua badan hukum (rechts persoon).
Pengakuan manusia sebagai salah satu subyek hukum, terlihat secara tersirat pada Pasal 6
Universal Declaration of Human Right yang berbunyi : “ Everyone has the right to recognition everywhere as a person before the law”. Dengan demikian kedudukan manusia sebagai subyek hukum, juga sekaligus mendudukkan manusia memiliki kesamaan dimuka hukum (Equality before the law dan man is person before the law).
Sebagai pendukung hak dan kewajiban, maka ia memliki kewenangan untuk bertindak. Sudah tentu kewenangan bertindak dimaksud di sini harus menurut hukum. Hak dan kewajiban
35Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta : Rajawali Press,1982), h.269. 36Soerjono Soekanto, op. cit., h. 129.
(18)
tersebut dilindungi oleh hukum misalnya :Larangan seseorang melakukan perampasan hak sehingga mengakibatkan kematian perdata (burgelijke dood) bagi orang lain walaupun termasuk mendukung hak, maka hal ini dilarang. Contoh, Perbudakan adalah dilarang karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Larangan kematian perdata tercantum juga tercantum secara tegas dalam beberapa ketentuan (walau sebagian sudah tidak berlaku) antara lain:
a. Pasal 3 KUHPerdata yang berbunyi :
Generlei straf heft de burgelijke dood of het verlies van alle bergelijke reghten tengevolge (HUkuman tidak dapat merampas semua hak dari yang dikenai hukuman itu) c. Pasal 15 UUDS 1950 ayat (2) berbunyi :
Tidak ada suatu hukumanpun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan semua hak-hak kewarganegaraan
d. Pasal 10 UUDS berbunyi :
Tidak seorangpun boleh diperbudak, diberlakukan atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak dan perhambaan dan segala perbuatan apapun yang tujuannya sama dilarang
Dalam UUD 1945 tidak memuat secara tegas tentang hal tersebut di atas.38Seyogyanya hal tersebut dicantumkan oleh pembuat undang-undang supaya jaminan terhadap subyek hukum lebih pasti.
2. Orang dalam bentuk Manusia Pribadi
Pada dasarnya seseorang dinyatakan sebagai subyek hukum ketika dilahirkan, dan berakhir ketika meninggal dunia. Namun hal in tidak mutlak, sebab ada kekecualian seperti yang diatur dan ditetapkan dalam Pasal 2 KUHPerdata:39
Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu dilahirkan, dianggaplah ia tak pernah telah ada.
Sebagai subyek hukum, manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan kewajiban dan menerima haknya, yang disebut dengan kewenangan hukum. Dengan dengan adanya kewenangan tersebut manusia dapat bertindak sendiri untuk memfungsikan hak dan kewajibannya yang disebut dengan kecakapan hukum, seperti melakukan perbuatan hukum (handelingsbekwaanheid), misalnya membuat perjanjian-perjanjian dalam lapangan harta benda maupun lainnya seperti jual beli, sewa-menyewa, penghibahan dan lain sebagainya.
(19)
Akan tetapi tidak semua manusia dapat memfungsikan sendiri hak dan kewajibannya tersebut, karena kewenangannya itu dibatasi oleh beberapa faktor dan keadaan tertentu. Manusia yang tidak dapat memfungsikan haknya tersebut disebut dengan istilah personae miserabile
(manusia tidak cakap hukum), yang saat ini tinggal dua (2) golongan, yaitu: a. Manusia yang belum dewasa dan belum kawin/pernah, dan
b. Manusia dewasa yang karena sebab-sebab tertentu disimpan di bawah pengampuan seperti : sakit ingatan, pemboros, pemabuk dan penjudi berat
Diadakannya “lembaga personae miserabile“ ini disamping untuk melindungi kepentingan pribadinya juga untuk keluarga lainnya dari tindakan-tindakan merugikan dari orang-orang yang tergolong dalam status tersebut. Dari uraian di atas dapat mengetahui, bahwa seseorang yang wenang hukum belum tentu cakap hukum (beckwaam).
Berkaitan dengan syarat kedewasaan, ternyata pengertian dewasa tersebut bervariasi menurut berbagai peraturan dan hukum lainnya, berikut di bawah ini :40
Menurut KUHPerdata, kedewasaan untuk melansungkan perkawinan apabila seorang laki-laki telah berumur 18 tahun, sedangkan untuk perempuan apabila ia telah berumur 15 tahun. Klausul ini dapat kita temukan dalam pasal 29 KUH Perdata yang menetapkan:
Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, sepertipun seorang gadis yang belum mencapai umur genap lima belas tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan... .
Sedangkan menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ditetapkan: Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur enam belas tahun.
Jadi pengertian dewasa untuk kawin menurut Undang-undang Perkawinan (UU No. 1 tahun 1974), apabila pria sudah berumur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila ia telah berumur 16 tahun.
Sementara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengertian dewasa ditetapkan apabila seseorang baik pria maupun wanita apabila ia telah berumur 16 tahun. Dalam salah satu pasalnya ditetapkan:41
Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim boleh: memerintahkan,supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharaannya, dengan tidak dikenakan hukuman...”.
40Lihat Dudu Duswara Machmuddin, Pengantar Ilmu Hukum-Sebuah Sketsa (Bandung : Refika Aditama, 2010) , h.33-35.
(20)
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan umum Anggota-anggota badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, seseorang baik pria maupun wanita disebut telah dewasa apabila telah berumur 17 tahun. Dalam salah satu pasal undang-undang tersebut ditetapkan:42
Warga Negara Republik Indonesia yang pada waktu pendaftaran pemilih untuk Pemilihan Umum sudah genap berumur tujuh belas tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Menurut Hukum Adat seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah “kuat gawe” atau telah mampu mencari nafkah sendiri. Perhatikan pendapat Soepomo,”Anak Lelaki yang tertua telah dewasa, ia cakap bekerja (kuat gawe)”.43
Pengertian dewasa dalam Hukum Islam, seseorang dinyatakan sebagai subyek hukum atau mukallaf (kewajiban untuk melaksanakan peraturan Allah) yaitu apabila:
a. Ajaran Islam sudah sampai kepadanya;
b. Berakal (sehat, tidak gila atau dalam keadaan tidak sadar, dan sebagainya);
c. Baligh yang ciri-cirinya antara lain sudah berumur 15 tahun, pernah mimpi bersetubuh, sudah menikah, dan menstruasi (haid) bagi wanita.
Sedangkan usia kedewasaan, kaitannya untuk bertindak sendiri (kecakapan hukum) dimulai pada umur 18 tahun (Pasal 47 UUP), yang menggantikan berlakunya ketentuan serupa dalam Kitab Undang-undang Hukum perdata yang menentukan 21 tahun. Maka setelah berlakunya UUP, kecakapan bertindak orang pribadi dan kewenangannya untuk melakukan tindakan hukum ditentukan sebagai berikut :
1) Jika seseorang
a) Telah berumur 18 tahun, atau b) Telah menikah.
c) Seseorang yang telah menikah tapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap 21 tahu tetap dianggap telah dewasa.
2) Seorang anak yang belum mancapai 18 tahun, dan belum menikah, dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili oleh :
a. Orang tua, dalam hal ini, anak tersebut masih berada di bawah kekuasaan orang tua (ayah dan ibu sacara bersama-sama)
42Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1985 tentang pemilihan Umum pasal 1 Ayat(6).
(21)
Walinya, jika anak tersebut sudah tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya (artinya hanya ada salah satu dari orang tuanya saja).
Berikut di bawah ini beberapa peraturan perundangan yang menegaskan standar usia 18 tahun sebagai usia dewasa, yang berkorelasi dengan kecakapan melakukan perbuatan hukum, antara lain:
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Pasal 5 dan 61) juga menetapkan usia dewasa 18 tahun (bandingkan dengan KUHPidana=16 tahun).
Begitu pula yang terdapat dalam Pasal 5-6, 9,21-22 dan 41 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Seseorang dinyatakan dewasa apabila ia telah berumur 18 tahun.
Hal yang sama, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris (Pasal 39 jo 30 ) juga menetapkan usia dewasa 18 tahun
Mencermati argumentasi kedewasaan tersebut di atas, sudah selayaknya usia kedewasaan 21 tahun dalam KUHPerdata yang terdapat dalam Pasal 330 jo 1330-nya ditinggalkan.Pergeseran standar usia 18 tahun sebagai standar usia dewasa (kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum) sudah lazim juga dilakukan diberbagai negara yang menganut sistem civil law maupun common law,44termasuk Belanda sendiri sebagai pemberi rujukan di Indonesia di masa lalu.
3. Orang dalam bentuk Badan Hukum
Pengertian Badan Hukum adalah perkumpulan yang dibentuk oleh manusia untuk tujuan-tujuan tertentu
Badan Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban berdasarkan hukum yang bukan manusia. Sebagai subyek hukum badan hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan hukum, misalnya mengadakan perjanjian dengan pihak lain, mengadakan transaksi jual beli dan lain sebagainya. Sudah tentu pelaksanaan tindakan hukum tadi dilakukan oleh para pengurus badan hukum tersebut.45
Menurut hukum suatu badan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu badan hukum publik dan badan hukum perdata.
Badan hukum publik, yaitu suatu badan hukum yang didirikan dan diatur menurut hukum publik. Contohnya desa, kotamadya, provinsi, dan negara. Sedangkan badan hukum perdata, yaitu badan hukum yang didirikan dan diatur menurut hukum perdata. Contohnya: perseroan terbatas,
44Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian.Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial (Jakarta : Laksbang, 2008),167.
(22)
koperasi, yayasan, gereja (Badan hukum perdata Barat), gereja Indonesia, mesjid, wakaf, koperasi Indonesia (Badan hukum perdata Indonesia).
Suatu badan hukum hampir selalu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya;
b. Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya secara pribadi;
c. Memiliki sifat kesinambungan, sebab hak dan kewajiban badan hukum tetap melekat walaupun anggotanya silih berganti.
Di samping itu, dilihat hari bentuknya badan hukum dapat berbentuk:
a. Korporasi (corporation), yaitu sekumpulan orang, yang untuk hubungan hukum tertentu sepakat untuk bertindak dan bertanggung jawab sebagai satu subyek hukum tersendiri. Misalnya: Perseroan Terbatas (PT), Partai Politik (Parpol), dan lain sebagainya;
b. Yayasan (foundation), yaitu kekayaan yang bukan milik seseorang atau suatu badan hkum, yang diberi tujuan tertentu. Yayasan tidak memiliki anggota, yang ada hanyalah pengurus yayasan.
Sebagai landasan Yuridis dari suatu badan hukum, akan diemukakan beberapa teori (anggapan) dari para pakar hukum terkenal, yaitu:46
a. Teori Fiksi (Fictie Theorie) dari F.C. von Savigny.
Menurut teori ini, badan hukum itu semata-mata buatan negara. Selain negara, badan hukum itu merupakanfiksi semata. Artinya sesuatu yang sesungguhnya tidak pernah ada, akan tetapi dihidupkan dalam bayangan manusia guna menerangkan sesuatu.47
b. Teori Kekayaan Tujuan (Zweckvermorgen Theorie) dari Brinz.
Menurut teori ini, hanya manusialah yang dapat menjadi subyek hukum dan kekayaan yang dianggap milik suatu badan hukum sebenarnya milik suatu tujuan. Teori ini hanya dapat menerangkan landasan yuridis dan yayasan.48
c. Teori Organ (Orgaan Theorie) dari Otto von Gierke.
Menurut teori ini, badan hukum itu diibaratkan seperti manusia sesuatu yang sungguh-sungguh menjelma dalam pergaulan hukum (eine leiblichgeistige Lebenseinheit). Selanjutnya menurut teori ini disebutkan bahwa badan hukum itu menjadi suatu
46Ibid., h.36-37.
47Friedrich Carl von Savigny, Sistem des Heutigen Romishen Rechts, II, 1866, par, 85, dalam E. Utrecht, op. cit., h. 239.
(23)
Verbandpersonlichkeit, yaitu suatu badan yang membentuk kemauannya dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya, seperti manusia.49 Jadi, berfungsinya badan hukum dipersamakan dengan manusia.
d. Teori Milik Bersama (Propiete Collective) dari Planiol dan Molengraaff.
Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota secara bersama-sama. Maka dari itu badan hukum hanyalah merupakan konstruksi yuridis semata. 50
Disamping empat teori yang telah dikemukakan, perlu juga diperhatikan pandangan dari Leon Dugit.51 Ia pada intinya mengtakan bahwa hanya manusialah yang dapat menjadi subyek hukum, selain manusia tidak ada subyek hukum.
C. Tempat Tinggal (Domisili)
1. Pengertian
Tempat tinggal (domisili) diatur terdapat dalam Pasal 17-25 KUHPerdata, tetapi tidak ada satu pasalpun yang memberikan pengertian tentang Tempat Tinggal (domisili) tersebut. Dalam Pasal 17 KUHPerdata hanya menyatakan bahwa setiap orang dianggap bertempat kediaman di tempat tinggalnya yang pokok.
Pengertian pada umumnya dalam hukum Indonesia terkandung arti territorial, sehingga yang dimaksud dengan domisili adalah tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan hukum, tetapi terkadang sulit menentukan tempat seseorang yang mempunyai beberapa tempat kediaman. Oleh karenanya lebih tepat pengertian Tempat Tinggal yang dirumuskan oleh Vollmaar , bahwa Tempat Tinggal adalah tempat seseorang melakukan perbuatan hukum.52 Perbuatan hukum adalah suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Yang termasuk perbuatan hukum adalah segala bentuk perjanjian yang bernama atau tidak bernama seperti jual-beli,sewa-menyewa,tukar-menukar,hibah,beli-sewa,leasing , pinjam meminjam dan lain-lain.Tujuan dari penentuan domisili ini adalah untuk mempermudah para pihak dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak lainya.
Unsur-unsur yang terkandung dalam rumusan domisili,yaitu:53
49Otto von Gierke, Dasdeutsche Genossenchaftsrecht,II, 1873, h. 475, dalam E. Utrecht, ibid. .
50Mercel Planiol dan G. Riert, Traite elementaire de droit civil, 1928, Nomor 3063, dalam E. Utrecht, ibid. .
51Leon Duguit, Traite de droit constitutionnel,1972, I, h. 319, dalam E. Utrecht, ibid. .
52Salim HS, op. cit. ,h. 37
(24)
1). Adanya tempat tertentu (tetap atau sementara); 2). Adanya orang yang selalu hadir pada tempat tersebut. 3). Adanya hak dan kewajiban.
4). Adanya prestasi.
Arti penting penentuan tempat tinggal (domisili) adalah dimana seseorang harus dicari bila ada hubungan hukum antara duapihak, seperti :54 a). Dimana seseorang harus menikah (Pasal 78 KUHPerdata), b). Dimana seseorang harus dipanggil oleh pengadilan (Pasal 1393 KUHPerdata), dan c). Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang (Pasal 207 KUHPerdata) dsb, serta mamfaat lainnya penentuan tempat tinggal (domisili) ini adalah dapat ditentukan tempat pendaftaran akta tertentu misalnya pendaftaran kelahiran pada pada kantor catatan sipil tertentu. Misalnya,seorang anak lahir di Makassar maka pendaftaran kelahirannya pada Kantor Catatan Sipil Kodya Makassar, bukan pada Kantor Catatan Sipil Sungguminasa.
2. Macam Domisili
Dalam ilmu menurut Soeroso55, dalam penentuan domisili seseorang harus memenuhi dua(2) kriterium :
a. Animus (kehendak), ialah kehendak untuk menetapkan atau mengubah tinggal tinggal. b. Corpus (perbuatan) ialah tingkah laku yang menunjukkan dilaksanakannya kehendak
tersebut.
Berdasarkan pada kriterium yang kedua menurut Harjowijaya,56 bahwa sesorang tidak perlu selalu berada di tempat tinggal utama (pokok), karena hal itu bukan merupakan syarat mutlak.
Selain kriterium tersebut, penentuan domisili juga dapat didasarkan atas dua(2) hal:
a. Dimana seseorang harus dianggap selalu berada untuk memenuhi kewajibannya dan melaksanakan hak-haknya.
Contohnya : Seorang Pegawai UIN Alauddin Makassar yang dalam kenyataannya bertempat tinggal di Sungguminasa akan dikatakan bertempat tinggal di Makassar, karena meskipun ia bertempat tinggal di Sungguminasa, Makassar adalah tempat dimana ia melaksanakan hak-hak serta memenuhi kewajibannya.
b. Dimana perbuatan hukum harus atau dapat dilakukan oleh kompetensi suatu instansi yang bersangkutan.
Contohnya :
54Titik Triwulan Tutik, op. cit., h.56
(25)
Dalam Pasal 76 KUHPerdata junto Pasal 2-9 PP No.9 Tahun 1975, ditentukan bahwa perkawinan harus dilakukan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah dari salah satu pihak yang hendak kawin. Bunyi pasal tersebut menunjukkan bahwa untuk melaksanakan perbuatan hukum berupa perkawinan harus ada tempat tinggal yang tertentu dan instansi yang berkompoten mencatat dalam wilayah hukum tersebut.
Domisili juga dapat dibedakan menurut sistem yang mengaturnya,yaitu menurut Common Law (hukum Inggris) dan hukum Eropa Continental.
Didalam Common Law (hukum Inggris), domisili dibagi menjadi tiga macam yaitu:57 a. Domicile of origin,adalah tempat tinggal seseorang ditentukan oleh tempat asal seseorang sebagai tempat kelahiran ayahnya yang sah;
b. Domicile of dependence, adalah tempat tinggal yang ditentukan oleh domisili dari ayah bagi anak yang belum dewasa,domisili ibu bagi anak yang tidak sah, dan bagi seseorang istri ditentukan oleh domisili suaminya.
c. Domicile of choice, adalah temat tinggal yang ditentukan oleh/dari pilihan seseorang yang telah dewasa, disamping tindak tanduknya sehari-hari.
Didalam hukum Eropa Kontitental, khususnya KUHPerdata dan NBW (BW Baru) negeri Belanda,tempat tinggal dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Tempat kediaman yang dipilih.
b. Tempat kediaman yang sesungguhnya.
Tempat kediaman yang sesungguhnya adalah melakukan perbuatan hukum pada umumnya. Tempat kediaman yang sesungguhnya dibedakan menjadi dua macam yaitu;
1) Tempat kediaman sukarela atau yang berdiri sendiri adalah tempat kediaman yang tidak bergantung/ditentukan oleh hubungannya dengan orang lain.
2) Tempat kediaman yang wajib adalah tempat kediaman yang ditentukan oleh hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain,misalnya antara istri dengan suaminya,antara anak dengan walinya,dan antara curatele dengan curator-nya (pengampunya).
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tempat kediaman yangsesungguhnya, terdapat didalam Pasal 20-23 KUHPerdata. Ketentuan tersebut dikemukakan berikut ini.
1) Pasal 20 KUH Perdata; Domisili pengawai adalah tempat kediaman pengawai adalah tempat dimana dia melaksanakan jabatanya.
2) Pasal 21 KUH Perdata: Domisili istri,anak dibawah umur dan kuratel. Seorang istri yang tidak bercerai dan tidak berpisah meja dan tempat tidur,maka tempat kediamanya pada domisili suaminya.Tempat domisili dari anak dibawah umur 57 Salim, op. cit., h.37-40
(26)
adalah ditempat orang tuanya bertempat tinggal atau walinya. Orang dewasa yang berada dibawah pengampunan (Curatele) adalah mengikuti tempat kediaman kuratornya (pengampunya).
3) Pasal 22 KUH Perdata : Domisili Buruh Ada tiga golongan buruh,Yaitu:Buruh dibawah umur,buruh Kuratel,dan buruh yang tinggal dirumah majikan. Buruh dibawah umur mengikuti tempat tinggal orang tuanya.Buruh dibawah pengampuan (Curatele), tempat tinggalnya mengikuti tempat tinggal curator-nya (Pengampunya). Buruh yang bertempat tinggal dirumah majikannya( dalam praktek saat ini seorang buruh bebas memilih tempat tinggal tergantung perjanjian awal sebelum bekerja .
4) Pasal 23 KUH Perdata : Tempat kediaman orang meninggal Dunia seorang yang meninggal dunia,ditentukan tempat kediamannya di tempat ia berdiam terakhir. Domisili yang dipilih (domocili of choice) dapat dibedakan menjadi dua macam dikemukakan berikut ini.
1) Domisili yang ditentukan oleh UU, adalah tempat kediaman yang dipilih berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Biasanya terdapat dalam hukum acara, waktu melakukan eksekusi, dan orang orang yang mengajukan eksepsi (tangkisan). Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 66 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, yang berbunyi :”Seorang suami yang ingin menggungat istrinya maka ia harus mengajukan gugatan di tempat tinggal istrinya,”
2) Domisili secara bebas ,adalah tempat kediaman yang dipilih secara bebas oleh para pihak yang akan mengadakan kontrak atau hubungan hukum. Misalnya, A melakukan pembayaran pada B maka kedua belah pihak memilih kantor Notaris sebagai tempat pembayaran. Dasar Hukumnya adalah Pasal 24 KUH Perdata.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam menentukan domisili yang dipilih, yakni:
a) Pilihan harus terjadi dengan perjanjian. b) Perjanjian harus diadakan secara tertulis.
c) Pilihan hanya dapat terjadi untuk satuatau lebih perbuatan hukum atau hubungan hukum tertentu.
d) Untuk pilihan itu diperlukan adanya kepentingan yang wajar.
Dari keempat syarat itu, syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak adalah syarat kedua,yaitu perjanjian yang dibuat dalam bentuk perjanjian dibawah tangan dan perjanjian autentik.Perjanjian autentik adalah suatu perjanjian yang dibuat
(27)
dimuka dan atau dihadapan pejabat yang berwenag, Seperti Notaris , Camat , dan Juru sita.
D. Catatan Sipil
1. Konsep Dasar Catatan Sipil
Catatan Sipil adalah catatan tentang peristiwa penting mengenai keperdataan seseorang seperti kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian dan sebagainya.
Lembaga Catatan Sipil diberikan pengertian berikut di bawah ini, menurut : a. Nico Ngani.
Lembaga Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang sengaja diadakan oleh pemerintah yang bertugas untuk mencatat/mendaftar setiap peristiwa penting yang dialami warga masyarakat, seperti misalnya kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan, kematian dsb.
b. Departemen Kehakiman (termasuk BPHN)
Lembaga Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertugas untuk mencatat atau mendaftar setiap peristiwa yang dialami oleh warga masyarakat, misalnya kelahiran, perkawinan, kematian dsb.
Dasar hukum catatan sipil diatur di dalam Bab 11 Buku 1 KUH Perdata, terdiri atas tiga bagian dan 13 pasal, dan dimulai dari Pasal 4 KUH Perdata sampai dengan Pasal 16 KUH Perdata. Didalam NBW Baru Negeri Belanda ketentuan tentang catatan sipil diatur didalam Titel 4 Buku 1 NBW, yang dimulai dari Art. 16 sampai dengan Art. 29 . Di luar KUH Perdata terdapat berbagai ketentuan yang mengatur tentang catatan sipil. Ketentuan yang dimaksud dikemukakan berikut ini:
a) Stb . 1849 tentang peraturan catatan sipil untuk golongan eropa Stb .1849 merupakan ketentuan catatan sipil yang dikhususkan bagi penduduk golongan eropa. Ketentuan ini mulai pada tanggal 10 Mei 1849 dan terdiri atas lima bagian dan 89 Pasal.
b) Stb, 1917 No. 130 jo. Stb 1919 No.81 tentang peraturan catatan Sipil untuk Golongan Tionghoa, mulai berlaku tanggal 1 Mei 1919. Ketentuanini terdiri atas delapan bagian dan 102 Pasal.
c) , mulai berlaku tanggal 1 januari 1928 . ketentuan ini terdiri atas enam bagian dan 56 Pasal. Stb. 1920 No. 751 jo. Stb 1927 No. 564 tentang peraturan catatan sipil golongan Indonesia asli di Jawa dan Madura
Yang Diartikan dengan golongan Indonesia Asli adalah:
1) Orang-orang yang berhak untuk memakai salah satu gelar dan predikat kebangsawanan Indonesia yang diakui , kecuali mereka yang memakai ”Mas” Saja.
(28)
2) Pegawai-pegawai Negeri sipil dengan gaji paling sedikit f 100,- per bulan, dan termasuk juga pegawai yang telah pensiun.
3) Perwira-perwira tentara, termasuk yang telah pensiun.
4) Semua orang, yang berdasarkan peraturan Raja tanggal 15 September 1916 No.12 yang untuk sebagian tunduk atau menundukan diri kepada seluruh hukum perdata Eropa.
d) Stb. 1933 No.75 jo. Stb. 1936 No. 607 tentang peraturan catatan sipil untuk Indonesia Kristen yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1937. Ketentuan ini terdiri atas 8 bagian dan 70 Pasal. Peraturan ini berlaku bagi penduduk yang beragama Kristen, dan berlaku bagi golongan Indonesia Asli di Jawa dan Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda, Kecuali Pulau-pulau Teun, Nila, dan Serua.
Ketentuan yang dipaparkan diatas merupakan peraturan catatan sipil yang berasal dari produk pemerintah Hindia Belanda,yang diberlakukan berdasarkan pada Pasal 11 aturan peralihan UUD 1945. Tujuanya untuk mencegah terjadinya kekosongan Hukum dibidang catatan sipil. Ketentuan yang dimaksud dikemukakan berikut ini.
a) Instruksi Presedium Kabinet Ampera No. 31/U/IN/12/1966 yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 1967. Inpres ini memuat pernyataan politis dimana catatan sipil terbuka untuk umum dan hapusnya penulisan golongan penduduk. Dampak positif dari adanya Inpres No. 31/U/IN/12/1966 adalah.
1) Terbukanya kesempatan pendaftaran kelahiran dan kematian bagi orang Indonesia yang beragama islam.
2) Penulisan golongan penduduk di “Kepala” akta diganti dengan Kewarganegaraan. 3) Merupakan dasar hukum bagi kegiatan catatan sipil untuk PRODA, NON STBL,
dan pembaruan akta
b) Keputusan presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang penataan dan peningkatan pembinaan penyelenggaraan catatan sipil.
c) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja catatan sipil.
d) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 477-752 Tahun 1983 tentang penetapan Besarnya biaya catatan sipil.
Catatan sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya serta memberikan kepastian hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa,Kelahiran, Pengakuan, Perkawinan, dan Kematian (Lie Oen Hock, 1961: 1). Didalam Art. 16 NBW Baru Negeri Belanda disebutkan bahwa catatan
(29)
sipil merupakan insitusi untuk meregistrasi kedudukan hukum mengenai pribadi seseorang terhadap Kelahiranya, Perkawinanya, Perceraianya, Orang tuanya dan, Kematiannya.
Apabila dikaji kedua defenisi diatas, tampaklah bahwa ada lima jenis register catatan sipil yaitu : (1) Kelahiran, (2) Perkawinan, (3) Perceraian, (4) orang tua dan(1) Kelahiran, (2) Perkawinan, (3) Perceraian,.Di dalam KUH Perdata terdapat enam jenis register catatan sipil , yaitu (1) Kelahiran, (2) Pemberitahuan kawin, (3) Izin Kawin, (4) Perkawinan, (5) Perceraian, dan (6) Kematian (Pasal 4 KUH Perdata), dengan pengecualian khusus orang Islam khusus pencatatan yang berkaitan pemberitahuan kawin, perkawinan, izin kawin dan perceraian di KUA. Lembaga yang berwenang mengeluarkan keenam jenis register catatan sipil yaitu Kantor Catatan Sipil kabupaten/kotamadya. Yang diberikan kepada yang bersangkutan hanya salinannya, sedangkan aslinya tetap tersimpan di kantor catatan sipil
2. Jenis-jenis Catatan Sipil
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja catatan sipil Kabupaten/ kotamadya.Disebutkan ada lima jenis akta catatan sipil yang harus dikeluarkan oleh kantor catatan sipil kabupaten/kotamadya, yaitu: (1)Akta Kelahiran, (2) Akta Perkawinan, (3) Akta Perceraian, (4) Akta Kematian, dan (5) Pengakuan dan pengesahan, Kelima hal itu akan dijelaskan berikut ini.58
a) Akta kelahiran.
Akta kelahiran adalah suatu akta yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenag,yang berkaitan dengan adanya kelahiran. Manfaat akta kelahiran adalah: (1) Memudahkan pembuktian dalam hal yang berkaitan dengan pengurusan warisan, dan (2) Syarat untuk diterima dilembaga pendidikan,mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Akta kelahiran dapat dibedakan menjadi empat jenis, sebagaimana dikemukakan berikut ini.
1) Akta Kelahiran umum.
Akta kelahiran umum adalah akta kelahiran yang diterbitkan berdasarkan laporan kelahiran yang disampaikan dalam waktu yang ditentukan oleh perundang-undagan, yakni 60 hari kerja sejak peristiwa kelahiran untuk semua golongan, kecuali golongan Eropa selama 10 hari kerja. Inti dari akta kelahiran umum adalah disampaikan dalam 60 hari kerja sejak kelahiran.
2) Akta kelahiran istimewa.
Akta kelahiran istimewa adalah akta kelahiran yang diterbitkan berdasarkan laporan kelahiran yang disampaikan setelah melewati batas waktu pelaporan yang telah
(30)
ditentukan dalam peraturan perundang-undagan . Batas waktu yang dilampau adalah melebihi 60 hari.
3) Akta kelahiran Luar Biasa.
Akta kelahiran luar biasa adalah akta kelahiran yang diterbitkan oleh kantor catatan sipil pada zaman revolusi antara 1 Mei 1940 sampai dengan 31 September 1949 dan kelahiran tersebut tidak diwilayah hukum kantor catatan sipil setempat.
4) Akta kelahiran Tambahan.
Akta kelahiran tambahan adalah merupakan akta yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwewenang terhadap orang yang lahir pada tanggal 1 Januari 1967 s.d. 31 Maret 1983, yang tunduk pada stb. 1920 No. 751 jo. 1927 No. 564 dan stb. 1933 No. 75 jo. 1936 No. 607.
Adapun persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh pemohon dalam pengurusan akta kelahiran dikemukakan berikut ini.
1) Surat keterangan kelahiran dari yang berwewenang,seperti dari dokter , bidan, dukun beranak, nahkoda, dan pilot pesawat terbang.
2) Surat pengantar Lurah/kepala desa.
3) Surat nikah/akta perkawinan orang tuanya.
4) Surat bukti kewarganegaraanya (SBK) bagi WNA yang telah menjadi warga Negara Indonesia dan ganti nama.
5) Kartu Keluarga (KK).
6) Bagi WNA melampirkan dokumen-dokumen asing.
7) Dua orang saksi yang memenuhi persyaratan, seperti: (a) Dewasa (Berumur 21 tahun keatas), (b) sehat jasmani dan rohani, (c) tidak buta huruf, dan (d) berdomisili dikantor catatan sipil yang bersangkutan.
Syarat 1),2),3),5) dan 7) berlaku bagi WNI, sedangkan WNA yang telah menjadi WNI ditambah dengan persyaratan No. 4) dan 6). Akta kelahiran telah dituangkan dalam bentuk formulir yang telah disediakan oleh Kantor Catatan Sipil setempat.
b) Akta Perkawinan.
Akta perkawinan adalah suatu akta yang dikeluarkan /diterbitkan oleh pejabat yang berwenag untuk itu. Pejabat yang berwenag untuk mengeluarkan akta perkawinan dapat diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu : (1) Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) bagi orang yang beragama Islam dan, (2) Kepala kantor catatan sipil bagi yang beragama non Islam (Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha ).
(31)
Syarat untuk mendapatkan akta perkawinan, adalah berikut ini.
(1) Persyaratan Umum, seperti (a) surat pengantar dari lurah (b) KTP (Kartu Tanda Penduduk), (c) KK (Kartu Keluarga): (d) akta kelahiran/ surat kenal lahir, dan (e) pas foto 3x4 lembar.
(2) Persyaratan khusus : (a) WNI keturunan asing,harus dilengkapi dengan SBKRI,KI dan ganti nama; (b) Warga Negara asing (WNA),harus dilengkapi dengan : STMD (Polisi), STA (Imigrasi), surat keterangan Model KR, Pajak bangsa Asing, dan KIM/KIMS.
(3) Bagi WNI keturunan asing yang bukan penduduk wilayah hukum kantor catatan sipil tempat diajukan akta, harus dilengkapi surat keterangan dari kantor catatan sipil dari daerah asalnya. Paspor surat keterangaan kedutaan (Izin) perwakilan diplomatic bagi orang asing.
(4) Khusus bagi anggota ABRI, harus ada izin dari komandan.
(5) Bagi PNS harus memperhatikan PP Nomor 10 tahun 1983 Jo. PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan izin perkawinan dan perceraian bagi pengawai negeri sipil. (6) Akta cerai/ surat talak, akta kematian dari suami/istri terdahulu.
(7) Surat izin orang tua bagi mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun. (8) Apabila orang tua mengizinkan, harus ada izin dari pengadilan Negeri.
(9) Surat dispensasi dari pengadilan negeri bagi calon mempelai yang usianya belum mencapai 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
(10) Surat keputusan dari pengadilan kalau terjadi sanggahan.
(11) Surat izin dari pengadilan negeri bagi calon suami yang hendak poligami
(12) Izin dari BHP (Balai Harta Peninggalan) bagi calon mempelai yang berada dibawah pengampuan (curatele).
(13) Bagi perkawinan yang dilaksanakan kurang dari 10 hari kerja sejak dilaporkan, harus ada dispensasi camat.
(14) Akta kelahiran anak luar kawin yang akan diakui dan disahkan dalam perkawinan
(15) Surat perjanjian perkawinan (Pemisahan harta) dari notaris.
(16) Ada dua orang saksi, syarat menjadi saksi adalah berumur 21 tahun, sehat jasmani dan rohani,tidak buta huruf,dan berdomisili diwilayah kantor catatan sipil.
Ketujuh belas syarat itu bersifat fakulatif. Artinya bahwa berlakunya syarat itu tergantung dari situasi dan kondisi dari orang yang akan melangsungkan perkawinan. Misalnya, calon pasangan suami-istri menginginkan adanya pemisahan harta harta perkawinan maka kedua belah
(32)
pihak harus mendatangani perjanjian akta kawin yang dibuat oleh notaris. Perjanjian akta kawin itu harus dilampirkan sebagai syarat dalam perkawinan, sedangkan bagi yang tidak menginginkan pemisahan harta perkawinan maka syarat itu tidak dperlukan.
Didalam formulir akta perkawinan, telah ditentukan isinya oleh pemerintah. Para petugas tinggal mengisi hal-hal yang kosong dalam akta tersebut. Dalam akta perkawinan tersebut ada beberapa hal yang tercantum didalamnya, antara lain sebagai berikut.
(1) Hari, tanggal, tahun dan jam pelaksanaan perkawinan. (2) Nama calon pasangan suami dan isteri.
(3) Umur.
Ini berkaitan dengan umur batas mimal orang untuk melakukan perkawinan. Menurut Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974 batas minimal untuk dapat melangsungkan perkawinan, yaitu laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Menurut KUH Perdata, umur minimal untuk melangsungkan perkawinan yaitu 18 tahun bagi laki-laki dan 15 tahun bagi wanita (ketentuan dalam KUHPerdata ini sudah tidak berlaku -baca pasal 66 UU Nomor 1 Tahun 1974). Apabila umur calon pasangan suami isteri belum memenuhi ketentuan hukum, maka pembuatan akta perkawinan itu ditangguhkan sampai yang bersangkutan telah memenuhi syarat, sesuai ketentuan perundang-undangan.
(4) Agama , pekerjaan, dan tempat kediaman.
Pencantuman agama sangat penting karena erat kaitan dengan keabsahan perkawinan yang akan dilangsungkan olehn para pihak (baca Pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 ).
c) Akta perceraian.
Akta perceraian adalah akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang setelah adanya putusan pengadilan. Pejabat yang berwenang untuk menerbitkan akta perceraian bagi orang yang beragama Islam adalah Panitera Pengadilan Agama atas nama Ketua Pengadilan Agama, dan bagi yang beragama non Islam, adalah Kantor Catatan Sipil. Ada dua persyaratan untuk dapat terbitnya akta perceraian bagi orang yang beragam non-Islam, yaitu : (1) ada penetapan perceraian dari pengadilan negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti/tetap dan (2) harus ada ada akta perkawinan. Apabila kedua syarat itu terpenuhi,maka Kantor Catatan Sipil segera menerbitkan akta perkawinan tersebut. Akta pengesahan dan pengakuan anak.
d) Akta pengesahan dan pengakuan anak.
Adalah suatu akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang,yang berkaitan dengan pengesahan dan pengakuan terhadap anak luar kawin. Konsekwensi logis dari adanya akta tersebut, akan menimbulkan hubungan hukum antara anak yang diakui dengan ayah yang mengakuinya, beserta ibunya.
(33)
Akta kematian adalah suatu akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang (dalam hal ini kantor catatan sipil), yang berkaitan dengan meninggalnya seseorang. Akta kematian dapat dibagi menjadi 2 dua macam yaitu umum dan khusus.
Akta kematian umum adalah akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang,dimana laporan kematian itu belum melewati 10 hari kerja bagi WNI asli bagi orang Eropa tiga hari kerja. Ada dua syarat untuk mendapatkan akta kematian umum, sebagai berikut.
(1) Surat keterangan kematian dari lurah/kepala desa dan atau dari rumah sakit.
(2) Akta perkawinan dan akta kelahiran anak-anaknya, bila sudah menikah dan mempunyai anak.
Didalam akta kematian memuat hal-hal berikut ini,yaitu: (a) tanggal kematian (b) tempat kematian (c) nama orang yang meninggal dunia.
Akta kematian khusus adalah salah suatu akta yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang,di mana laporan kematian oleh suami atau istri,atau keluarga telah melewati 10 hari.syarat untuk mendapatkan akta kematian khusus ini harus ada penetapan dari pengadilan negeri di wilayah hukum tempat terjadinya kematian.
Untuk mendapatkan penetapan pengadilan negeri maka pemohon harus membawa/melampirkan hal-hal berikut ini.
(a) Surat kematian dari lurah/ kepala desa dan atau dari rumah sakit.
(b) Akta perkawinan dan akta kelahiran anak/anak-anaknya kalau telah kawin dan mempunyai anak.
(c) Dua orang saksi yang betul-betul yang mengetahui peristiwa kematian tersebut. Manfaat akta kematian.
(a) Menetapkan wali bagi anak yang belum berumur 18 tahun. (b) Menetapkan ahli waris
(c) Menetapkan waktu tunggu bagi janda yang akan kawin.
(d) Bukti Surat izin orang tua bagi perkawinan di bawah umur 21 tahun.
(e) Bagi pemerintah, dapat menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pemakaman dan kesehatan.
3. Mamfaat Akta Catatan Sipil
Akta catatan sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan nasional karena dapat memberikan manfaat bagi individu maupun pemerintah. Mamfaat tersebut bagi pribadi maupun pemerintah.
Manfaat akta catatan sipil bagi pribadi, ada tiga(3) yaitu: a. Menentukan status hukum seseorang.
(34)
b. Merupakan alat bukti yang paling kuat dimuka dan dihadapan hakim. c. Memberikan kepastian tentang peristiwa itu sendiri.
Manfaat bagi pemerintah, ada tiga(3) yaitu: a. Meningkatkan tertib administrasi kependudukan.
b. Merupakan penunjang data bagi perencanaan pembagunan.
c. Pengawasan dan pengendalian terhadap orang asing yang datang ke Indonesia
Disamping kedua manfaat itu, akta catatan sipil juga diakui sah dalam pergaulan internasional.
Mengingat pentingnya arti catatan sipil bagi pemerintah dan warga masyarakat, ketentuan pidana yang berhubungan dengan pelaksanaan catatan sipil, antara lain :
a. Pasal 61 ayat (2) dan (3) UU No.1 Tahun 1974 b. Pasal 45 ayat (1) dan (2) PP No.9 Tahun 1975 c. Pasal 436 ayat (1) dan (2) KUHPidana
(35)
BAB IV
HUKUM PERKAWINAN
A. Pluralisme Hukum Perkawinan Di Indonesia
Di Indonesia terdapat tiga (3) sistem hukum yang hidup berdampingan, yaitu : 1.Sistem Hukum Adat
Sistem hukum adat yang paling tua berlaku di Indonesia, walaupun tidak dapat dipastikan awal mulanya karena keterbatasan sumber acuan dan fakta-fakta sejarah merupakan salah satu hal yang menyulitkan. Tetapi penelusan dapat dimulai sebelum masa kerajaan besar nusantara berjaya, sebagai berikut : 59
a. Masa Proto Malalo.
Dengan ditemukannya naskah kuno yang menggambarkan suatu masa pada bangsa Proto Malalo (Melayu Tua) dan Deutoro Malalo (Melayu Muda) telah mengenal suatu ajaran Kong Hu Chu yang mengatur hubungan dalam pergaulan sehari-hari dengan tetap bertumpu pada kepercayaan/kekuatan gaib sebagai “zat kesaktian”yang menganggap bahwa segala yang ada pada alam semesta ini mempunyai jiwa/roh dan mempunyai kekuatan untuk menentukan nasib baik dan buruk sesesorang. Untuk menghindari nasib buruk tersebut pemujaanpun dilakukan pada tempat-tempat tertentu.
b. Masa Kerajaan Besar Nusantara
Perkembangan hukum adat pada masa kejayaan kerajaan besar nusantara dapat disisir mulai dari :
1). Kerajaan Sriwijaya.
Aturan hukum pada masa tersebut masih bercampur secara sederhana dengan ketentuan agama, budaya, pemerintahan, pertanian dsb. Aktifitas hukum tersebut tergambar dalam temuan karya inskripsi (prasasti) di bawah ini, diantara : Palas- Kalianda Lampung Selatan berangka tahun abad ke-7, Prasasti Raja Sanjaya tahun 732 di Kedu Jawa Tengah (aksara Pallawa) memuat aturan tentang keagamaan, perekonomian dan pertambangan, prasasti Raja Dewasimha tahun 760 (aksara Jawa Kuno) memuat aturan tentang keagamaan dan kekaryaan, Prasasti Raja Tulodong tahun 784 di Kediri memuat aturan tentang hukum pertanahan dan pertanian, Prasasti Bulai Rakai Garung tahun 860 memuat aturan tentang peradilan perkara perdata, Prasasti Kurunan tahun 855 memuat aturan tentang transaksi tanah antara desa dan rakyat guna melunasi hutang Desa Parhyanan yang mewilayahi Kurunan, Prasasti Pereng tahun 863 di Prambanan tentang Penganugrahan tanah untuk keperluan keagamaan.
2). Kerajaan Mataram
(1)
merasa sulit untuk menerapkan peraturan itu, maka masyarakat yang akan merasakan ketidakadilan akibat putusan hakim.223
Dengan kebebasan yang dimiliki, hakim tidak boleh berfungsi sebagai corong undang – undang, yang hanya dapat menerapkan begitu saja ketentuan undang - undang. Untuk itu Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1970 yang telah di perbaharui dengan Undang – Undang 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, telah mewajibkan kepada hakim dalam memeriksa dan megadili suatu perkara untuk menggali nilai – nilai yang hidup dan berlaku dalam masyarakat untuk dapat diterapkan. Adapun maksud ketentuan tersebut, agar putusan hakim benar – benar dapat mencerminkan keadilan bagi masyarakat yang sesuai dengan kesadaran hukumnya.224
Dengan demikian fungsi lahirnya putusan – putusan hakim melengkapi ketentuan undang–undang.
Masalah – masalah yurisprudensi banyak sekali terjadi pada hukum perorangan, hukum keluarga dan lain- lain. Sebagai contoh, di sini dikemukakan Proyeksi Yurisprudensi Mahkamah Agung tentang Penetapan Hukum Waris:225
PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TANGGAL 23 OKTOBER 1957
MENGENAI PENETAPAN AHLI WARIS I. Kasus posisi
Seorang dokter bernama Raden Mas Soertman Erwin meninggal dunia dengan meninggalkan tiga orang anak yang bernama:
1. Dr. R.M.Soeherman Erwin
2. Drs. R.M. Eppie Soeratman Erwin 3. R.M. Guustaaf Husni Erwi
Dan seorang janda yang bernama Ny. Eny Siti Roekasih. II. Pendapat – pendapat Pengadilan
A. Masalahnya: Mahkamah Agung:
Bolehkah Pengadilan Negeri menetapkan bagian dari ahli waris apabila hal itu tak diminta? B. KESIMPULAN
223Ibid. .
(2)
Pengadilan Negeri Bandung:
Mengabulkan permohohnan pemohon dengan putusannya tertanggal 7Agustus 1995 No. 607/1995.
Menetapkan
a. Bahwa Ny Eny Sti Roekasih adalah janda dari Dr. R.M. Soeratman Erwin alhamarhum.
b. Bahwa pemohon Dr. R.M Soehirman Erwin, Drs. R.M. Eppie Soeratman Erwin dan R.M. Guustaf Husni Erwin adalah ahli waris dari Dr. R.M. Soeratman Erwin almarhum.
Menetapkan : Bahwa dari harta peninggalan R.M.Seratman Erwin almarhum, seperempat dari barang campur kaya yang didapatkanoleh R.M. Soeratman Erwin almarhum dengan jandanya Nyi. Eny Siti Roekasih tersebut antara tanggal 15 Oktober 1942 sampai tanggal 23 Desembar 1947 dan seperduanya dari barang campur kaya yang didapatkan oleh R.M. Soeratman Erwin dengan jandanya antara 23 Desember1947 hingga akhir meninggalnya R.M. Soeratman Erwin pada tanggal 14 julo 1956 merupakan haknya Nyi Eny Siti Roekasih.
Menetapkan : bahwa atas sisanya setelah dipotong dengan ongkos- ongkos kematian R.M. Soerataman Erwin, berhak ketiga warisnya ialah:
1. R.M. Soehirman Erwin 2. R.M. Eppie Soeratman Erwin 3. R.M. Guustaf Husni Erwin. Putusan Pengadilan Negeri:
Pengadilan Tinggi Jakarta ini berpendapat bahwa tindakan Pengadilan Negeri Bandung tak dianggap suatu putusan Pengadilan, melainkan suatu pertolongan kepada ahli waris dari almarhum R.M. Soeratman Erwin atas permintaan mereka untuk melaksanakan pembagian warisan, yang dimaksudkan dalam Pasal 236 a HIR dan yang tidak takluk dalam pemeriksaan banding. Maka Pengadilan Tinggi Jakarta yang dalam putusannya tertanggal 28 Desember 1956 menyatakan pemohon tak dapat diterima dengan permohohan banding.
Menghukum pembanding untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkatan biaya yang mana dalam peradilan bandingnya banyaknya Rp63,50 (enam puluh tiga lima puluh sen)
Mahkamah Agung:
Mahkamah Agung berpendapat apabila dinyatakan bahwa tiga anak tersebut adalah ahli waris dan Ny Eny Siti Roekasih selaku janda seperti bunyi bagian pertama dan dictum PN maka mungkin sekali ada salah paham dan dikira bahwa janda itu tak berhak atas harta warisan.
(3)
Maka sebaiknya perkataan”ahli waris” tak dipakai, melainkan ditetapkan saja bahwa para tiga pemohon kasasi dan Nyi Eny Sit Roekasih berhak atas warisan.
Dan biaya perkara semua harus dipikul oleh para pemohon kasasi, oleh karena tak ada pihak yang kalah.
Dengan demikian maka MA membatalkan putusan – putusan dari PT Jakarata Tanggal 19 Januari 1957 No.607/1956.
Menerima permohonan kasasi dari Dr. R.M. Soehirman Erwin, Drs Erwin Eppie Soeratman Erwin dan R.M. Guustaf Husni Erwin.
Cara Mendekati Masalah sampai pada kesimpulan:
MA berpendapat bahwa untuk menghindarkan kesalahfahaman maka sebaiknya janda dan para anak dari peninggal warisan ditetapkan bersama – sama berhak atas harta warisan.
Maka MA menerima permohonan kasasi dan membatalkan putusan PN Bandung oleh karena yang dimohon oleh pemohon kasasi ialah menetapkan siapa saja ahli waris dari almarhum tersebut. Dan juga membatalkan putusan PT Jakarta, berdasarkan putusannya bahwa tindakan PN Bandung itu tidak dianggap suatu putusan pengadilan melainkan suatu pertolongan kepada para ahli waris dari almarhum R.M. Soertaman Erwin atas permintaan mereka untuk melaksanakan pembagian warisan yang dimaksudkan dalam pasal 263a H.I.R dan takluk dalam pemeriksaan banding .
III. Catatan atas Pendapat Pengadilan Kesimpulan
Karena pada pemeriksaan perkara di muka Pengadilan Negeri, terang bahwa para tiga pemohon kasasi adalah janda dari almarhum tersebut, sedang menurut Hukum Adat empat orang itu masing- masing berhak atas bagian dari harta warisan, maka sebaiknya perkara “ahli waris “ tidak dipakai, melainkan ditetapkan saja bahwa para tiga pemohon kasasi Ny Eny Siti Roekasih tepatnya bersama – sama berhak atas harta warisan dari almarhum tersebut.
Maka berdasarkan ini MA menerima permohonan kasasi dari Dr. R.M. Soehirman Erwin, Drs R.M. Eppie Soeratman Erwin dan R.M. Guustaf Husni Erwin serta membatalkan putusan PN Bandung dan putusan PT Jakarta. Lalu MA mengadili sendiri, menetapkan Dr.R.M. Soehirman Erwin, Drs. R.M. Eppie Soeratman Erwin, dan R.M. Guustaf Husni Erwin selaku anak dan Nyi Eny Siti Roekasih selaku janda almarhum R.M. Soeratman Erwin, empat – empatnya berhak atas harta warisan almarhum tersebut.
Menghukum penggugat- penggugat untuk kasasi untuk membayar biaya dalam tingkatan ini ditetapkan banyaknya Rp. 83.75 (delapan puluh tiga rupiah tujuh puluh lima sen).
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Susetyo dan Pudyo Bayu Hartawan, “Pengikatan Jaminan Pesawat Terbang, “Blog Achmad Susetyo dan Pudyo Bayu Hartawan. http/mkn-unsri.blogspot.com/2010/02/ pengikatan-jaminan-pesawat-terbang.html(15 Nopember 2008)
Affandi, Ali. Hukum Waris, Hukum Keluarga,Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-BW . Jakarta : Bina Aksara, 1986
Ali, Mohammad Daud . Hukum Islam. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004
Ali, Mohammad Daud dan Habibah Daud. Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995
Bisri, Ilhami. Sistem Hukum Indonesia-Prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemah Kata Perkata. Bandung :Syaamil Al Qur’an, 2007
Effendi, Rusli , Th.I Achmad Ali dan Poppy Andi Lolo. Teori Hukum. Ujungpandang: Hasanuddin University Press, 1991
Harahap,M Yahya Harahap. Kedudukan Janda, Duda dan Anak Angkat dalam Hukum Adat.
Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya -Jilid 1- Hukum Tanah Nasional. Jakarta : Djambatan,1996
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Qur’an dan Hadits . Jakarta : Tinta Mas, 1982 Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian.Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial.
Jakarta : Laksbang, 2008
HS, Salim. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) Cet.I . Jakarta : Sinar Grafika, 2002
Kansil, CST dan Christine ST Kansil. Modul Hukum Perdata-Termasuk Asas Hukum Perdata. Jakarta : Pradnya Paramita, 2004
Machmuddin,Dudu Duswara . Pengantar Ilmu Hukum-Sebuah Sketsa. Bandung : Refika Aditama, 2010
Mudjion. Politik dan Hukum Agraria. Jogyakarta : Liberty, 1997
Muhammad, Abdul Kadir . Hukum Perikatan. Bandung : Citra Aditya Bakti,1990
Muhammad, Bushar Muhammad. Pokok-Pokok Hukum Adat . Jakarta : Pradnya Paramita
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006
(5)
Nur,H.Djamaan Nur, Fiqih Munakahat. Semarang : Toha Putera, 1993
Pangaribuan, Badu Wahab Pangaribuan. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Jogyakarta : FH UGM Jogyakarta, 1981
Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika. Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta :Bina Aksara,1987
Prawirohamidjojo, R.Soetojo dan Asis Safioedin. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung : Alumni,1982
________, Soetojo. Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia. Surabaya : Airlangga University Press, 2002
Prodjodikoro, Wirjono . Hukum Perdata Tentang Hak-hak atas Benda, (cetakan 3)
________, Wirjono . Hukum Perdata tentang Persetujuan.Persetujuan Tertentu. (Bandung : Sumur, 1981
Raharjo,Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni, 1982
Rasjidi,HM. Keutamaan Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1971
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya. Jakarta : Fokusmedia,2009 Republik Indonesia, Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1985 tentang pemilihan Umum
Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1980
Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta : Prenada Media Group, 2005 _________. Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah. Jakarta : Prenada Media, 2006
Sjarif, Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat.Pewarisan Menurut Undang-Undang. Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2006
Soekanto,Soerjono . Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press,1982
Soemadiningrat,HR Otje Salman. Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontenporer. Bandung : Alumni, 2002
Soepomo. Bab-bab tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita, 1980 Soeroso,R. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2002
(6)
Soesilo,R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor: Politeria, 1981
Tutik,Titik Triwulan. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Surabaya : Prestasi Pustaka Publisher, 2006
Utrceht,E. Pengantar dalam Hukum Indonesia. Jakarta : Universitas, 1966
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Jaminan Fidusia. Jakarta : Pt RajaGrafindo Persada, 2007 Wiranata, I Gede AB . Hukum Adat Indonesia-Perkembangannya dari Masa ke Masa.Bandung : PT
Citra Aditya Bakti, 2002
Sumber lain :
Gautama : Pengaruh Perdagangan dan Penanaman Modal Asing terhadap pembaharuan Hukum Nasional, ceramah pada Seminar Hukum Nasional ke III di Surabaya
“Marilang”,”Hukum Perdata” (Bahan Ajar yang disajikan pada Perkuliahan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin, Makassar 6 Pebruari 2011.
Mohammad Daud Ali, “Hukum Islam Dalam Negara Republik Indonesia -Kedudukan dan Pelaksanaannya”, Jurnal Mimbar Hukum –No.29 Tahun VII 1996Peter Mahmud Marzuki, Tinjauan atas UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia , Mataram, 6-7 Desember 1999
Wirjono Prodjodikoro, Sekitar Kodifikasi Hukum Perjanjian, dalam Majalah Hukum dan Masyarakat (Nopember 158)