Perjanjian Kawin HUKUM PERKAWINAN

3 ayat 2 dan Pasal 4 UU No. 1 Tahun 1974 peluang poligami dengan persyaratan ketat. 2 Pasal 10 UU No. 1 Tahun 1974, menentukan : Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi 1 satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya , maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi sepanjang hukum masing- masing agama dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain 3 Wanita yang pernah kawin berlaku masa iddah masa tunggu tertentu , yang dituangkan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1979, apabila :1. Perkawinan putus karena kematian = 130 hari, 2. Perkawinan putus karena cerai : a. Bagi Wanita masih haid= 3 x suci, b. Bagi Wanita sudah tidak haid = 90 hari. b. Syarat Extern Yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitas-formalitas dalam pelaksanaan perkawinan, meliputi : 1 Mengajukan laporan ke Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk; 2 Pengumuman, yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk, yang memuat : a nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan orang tua serta nama mantan suamiisteri bila ada; dan b hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan dilangsungkan. Dengan terpenuhinya syarat-syarat intern dan extern di atas, perkawinan telah dapat dilaksanakan. Walaupun persyaratan di atas telah terpenuhi, momentum terpenting sahnya suatu perkawinan menurut hukum apabila: 1 Telah dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974; 2 Dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974. Tujuan diadakannya ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang ketentuan agama bagi syahnya suatu perkawinan untuk menghindari konflik hukum antara hukum adat, hukum agama dan hukum antar golongan. Sedangkan tujuan pencatatan perkawinan Pasal 2 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974adalah : 104 a Menjadikan peristiwa perkawinan menjadi jelas, baik yang bersangkutan maupun pihak lainnya; b Sebagai alat bukti bagi anak-anaknya kelak dikemudian hari apabila timbul sengketa, baik diantara anak kandung maupun saudara tiri; dan sebagai dasar pembayaran tunjangan isteri atau suami bagi PNSBUMN.

D. Perjanjian Kawin

104 Salim HS, op. cit., h.64. 60 Ketentuan tentang Perjanjian perkawinan terdapat Pasal 29 UU No.1 1974 dan Pasal 139- 154 KUHPerdata. Masih berlakunya pasal-pasal dalam KUHPerdata tersebut karena Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1979 sebagai Peraturan Pelaksanaan dari UU No.1 1974 tidak mengatur mengenai perjanjian kawin-untuk itu melalui Petunjuk Mahkamah Agung RI No.: MA080775 membolehkan ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata. Adapun pengertian Perjanjian kawin adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami isteri sebelum atau pada saat perkawinan dilansungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta benda mereka. Perjanjian kawin dapat dilakukan apabila pengaturan harta benda tidak sesuai dengan keinginan calon suami isteri suami isteri sebagaimana yang diatur dalam dalam Pasal 35 UU No.Tahun 1974, yaitu: a. Harta benda yang diperoleh selama dalam perkawinan menjadi bercampur b. Harta bawaan, hadiah atau warisan menjadi harta masing-masing selama tidak diperjanjikan sebelumnya. Dengan demikian apabila calon suami isteri ingin menyimpang dari ketentuan tersebut di atas, maka perjanjian perkawinan dapat dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 29 UU No.1 1974 sebagai berikut: a. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilansungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama, dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut. b. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan. c. Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilansungkan. d. Selama perkawinan berlansung perjanjian perkawinan tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan ini tidak merugikan pihak ketiga. Berdasarkan ketentuan di atas, perjanjian bisa dibuat asalkan tidak melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan serta harus dibuat tertulis akta notaris dengan tujuan: 105 1 Keabsahan perjanjian kawin tentang harta benda; 2 Untuk mencegah perbuatan yang tergesa-gesa, oleh karena akibat dari perkawinan itu seumur hidup; 3 Demi kepastian hukum; 4 Sebagai alat bukti yang sah; 5 Mencegah adanya penyelundupan hukum. 105Ibid., h.72-73 61 Pada umumnya suatu perjanjian kawin dibuat dengan alasan : 106 1 Bilamana terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak daripada pihak yang lain; 2 Kedua belah pihak masing-masing membawa masukan penghasilaan yang cukup besar; 3 Masing- masing mempunyai usaha sendiri-sendiri, sehingga andaikata salah satu jatuh bangkrut pailit, yang lain tidak tersangkut; 4 Masing-masing bertanggungjawab atas utang-utang yang mereka buat sebelum kawin. 107

E. Batalnya Perkawinan