Syarat-syarat Sahnya Perjanjian HUKUM PERIKATANPERJANJIAN

2. Perjanjian Pengertian Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah sesuatu perbuatan dimana seseorang atau beberapa orang mengikatkan dirinya kepada seseorang atau beberapa orang lainnya. Menurut ahli hukum terdapat beberapa kelemahan dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, antara lain : 191 1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian; 2. Tidak tampak asas konsensualisme; dan 3. Bersifat dualisme. Sehingga menurut teori baru dalam setiap perjanjian haruslah berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum 192 . Selanjutnya menurut ahli hukum merumuskan, suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perjanjian apabila memenuhi beberapa unsur, antara lain : 193 a. Ada pihak-pihak subyek, minimal dua pihak b. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap c. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan suatu pihak d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan;

d. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan e. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.

194

C. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Berdasarkan Pasal 1350 KUHPerdata ditetapkan syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu, : 1. Sepakat mengikatkan dirinya 2. Cakap hukum untuk melakukan suatu perjanjian 3. Mengenai suatu hal tertentu 4. Suatu sebab causa yang halal. Syarat no.1 atau Sepakat mengikatkan dirinya dan Syarat no.2 atau Cakap hukum untuk melakukan suatu perjanjian di sebut sebagai syarat subjektif, yaitu syarat untuk subjek hukum atau orangnya. Sedangkan Syarat no.3 atau Mengenai suatu hal tertentu dan syarat no.4 Suatu sebab causa yang halal di sebut syarat objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya. Ad.1. Sepakat Yang dimaksud dengan sepakat terjadinya persetujuan bebas antara kedua belah pihak secara ikhlas tentang sesuatu hal . 191Ibid., h. 243. 192Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan.Persetujuan Tertentu Bandung : Sumur, 1981 cet.VII, h.11. 193Titik Triwulan Tutik, op. cit., h.244. 194Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan Bandung : Citra Aditya Bakti,1990, h. 79-80. 118 Kebebasan bersepakat konsensual para subjek hukum atau orang, dapat terjadi dengan : a. Secara tegas, baik dengan mengucapkan kata atau tertulis. b. Secara diam, baik dengan suatu sikap atau dengan isyarat. Persetujuan tidak bebas apabila terdapat unsur-unsur di bawah ini: a. Ada unsur paksaan dwang, ancaman ada dua macam bentuk yaitu ancaman fisik seperti : diancam akan ditembak, dan dipaksa dipegang tangannya untuk menandatangani surat dan ancaman psikis seperti diancam akan dibuka rahasianya. Tetapi ada juga ancaman yang diperkenankan oleh hukum seperti : bila tidak membayar tepat waktu akan dituntut di pengadilan. b. Kekhilapan dwaling , ada macam :1. Khilaf akan orangnya misalnya berjanji menyewa penyanyi tersohor padahal tidak; 2. Khilaf akan barangnya misalnya dikiranya lukisan Basuki Abdullah padahal bukan; dan c. Penipuan bedrog yaitu suatu pihak dengan sengaja menberikan informasi yang tidak benar tentang sesuatu. Bila salah satu pihak melakukan penipuan, maka perjanjian tersebut dapat dituntut pembatalannya sampai batas jangka waktu 5 tahun seperti di maksud oleh Pasal 1454 KUHPerdata. Ad.2 cakap menurut hukum : Kecakapan bertindak dalam hukum merupakan syarat subyektif kedua terbentuknya perjanjian yang sah antara pihak. Kecakapan bertindak berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Ada tiga 3 golongan yang tidak cakap menurut hukum 1330 KUHPerdata yaitu: a. Belum dewasa b. Dibawah Pengampuan c. Isteri yang tunduk pada KUHPerdata tidak berlaku lagi ad. a. Belum Dewasa Usia kedewasaan berbeda dalam berbagai perundang-undangan. Dalam Pasal 330 KUHPerdata belum dewasa bila anak belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin.Apabila perkawinan mereka dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Sedangkan dengan berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam pasal 50, ditentukan bahwa: 1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di kekuasaan wali; 2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Berdasarkan rumusan tersebut kedewasaan seseorang dimulai pada umur 18 tahun, yang menggantikan berlakunya ketentuan serupa dalam Kitab Undang-undang Hukum perdata yang menentukan 21 tahun. Maka setelah berlakunya Undang_undang Nomor 1 Tahun 1974, kecakapan 119 bertindak orang pribadi dan kewenangannya untuk melakukan tindakan hukum ditentukan sebagai berikut : 1. Jika seseorang : a. Telah berumur 18 tahun, atau b. Telah menikah; dan 3. Seseorang yang telah menikah tapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap 21 tahun tetap dianggap telah dewasa. 2. Seorang anak yang belum mancapai 18 tahun, dan belum menikah, dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili oleh : a. Orang tua, dalam hal ini, anak tersebut masih berada di bawah kekuasaan orang tua ayah dan ibu sacara bersama-sama; atau b. Walinya, jika anak tersebut sudah tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya artinya hanya ada salah satu dari orang tuanya saja. Ad. b. Di bawah pengampuan. Ketentuan tentang pengampuan terdapat dalam pasal 433 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap dalam mempergunakan pikirannya.Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya. Dengan diletakkannya orang-orang tersebut dalam pasal 433 KUHPerdata di bawah pengampuan, maka segala tindakan orang-orang yang berada di bawah pengampuan tersebut harus dilaksanakan dengan wali pengampuhnya atau dikenal juga dengan istilah kurator, yang demi hukum bertindak untuk dan atas nama orang yang diampu oleh wali pengampuh kurator tersebut. c. Isteri yang tunduk pada KUHPerdata sekarang tidak berlaku lagi. Dengan lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1, berbunyi : “Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.” Maka kekuasaan suami pada isteri dalam Pasal 108 KUHPerdata yang menentukan tidak dapatnya seorang isteri melakukan perbuatan hukum sendiri seperti menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan dan memperoleh apapun tanpa bantuan suaminya, berakhir. Dengan demikian, seorang isteri sudah dianggap cakap hukum hukum untuk melakukan perbuatan hukum sendiri. Kelahiran UUP menganut asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami isteri dalam rumah tangga, pergaulan masyarakat dan hukum. Ad.3. Suatu hal tertentu Sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPer ialah “suatu hal tertentu”. Rumusan tentang “suatu hal tertentu” tersebut terdapat dalam Pasal 1333 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut : Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. 120 Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, nampak bahwa yang dimaksud dengan”suatu hal tertentu” ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya harus dipastikan sebelum terjadi perjanjian. Rumusan tentang “suatu hal tertentu” dalam Pasal 1333 KUHPerdata, diperluas cakupannya oleh Kartini Muladi sebagai berikut : 195 Secara sepintas, dengan rumusan “pokok perjanjian berupa barang yang telah ditentukan jenisnya” tampaknya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya menekankan ...pada perikatan untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, rumusan tersebut hendak menegaskan kepada kita semua bahwa apapun jenis perikatannya, baik perikatan memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau berbuat sesuatu. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya hendak menjelaskan bahwa semua jenis perikatan tersebut pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu kebendaan tertentu. Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, kebendaan yang akan diserahkan berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebut haruslah sesuatu yang telah ditentukan secara pasti. Dalam jual beli misalnya, setiap kesepakatan antara penjual dan pembeli mengenai kebendaan yang dijual atau dibeli harus telah ditentukan terlebih dahulu bendanya, contohnya jual beli sebuah sepeda motor, maka harus ditentukan merek sepeda motor tersebut, kapasitasnya secara spesifikasi lain yang melekat pada kebendaan sepeda motor yang dipilih tersebut, sehingga tidak akan menerbitkan keraguan sepeda motor lainnya yang serupa tetapi bukan yang dimaksudkan. 196 Pada perikatan untuk melakukan sesuatu, dalam pandangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak dalam perikatan tersebut debitor pastilah juga berhubungan dengan suatu kebendaan tertentu, baik itu berupa kebendaan berwujud maupun kebendaan yang tak berwujud. Dalam perjanjian penanggungan utang misalnya, seorang penanggung yang menanggung utang seorang debitor, harus mencantumkan secara jelas utang mana yang ditanggung olehnya, berapa besarnya, serta sampai seberapa jauh dapat dan baru diwajibkan untuk memenuhi perikatannya kepada kreditor, atas kelalaian atau wan prestasi dari pihak debitor. 197 Pasal 1824 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa : Penanggungan utang tidak dipersangkakan, tetapi harus diadakan dengan pernyataan yang tegas. Tidaklah diperbolehkan untuk memperluas penanggungan hingga melebihi ketentuan- ketentuan yang menjadi syarat sewaktu mengadakannya. 195Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006 , h..155. 196Ibid., h.156. 197 . Ibid., h.157. 121 Lebih jauh lagi misalnya tentang pemberian kuasa, yang diatur dalam Bab XVI Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, meskipun dalam ketentuan pasal 1796 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan bahwa : Pemberian kuasa yang ditentukan secara umum hanya meliputi tindakan –tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindah tangankan barang atau meletakkan hipotek diatasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas. Ketentuan ini, tidaklah berarti tidak ada suatu hak tertentu dari pemberian kuasa yang harus dijalankan, dipenuhi atau dilaksanakan oleh penerima kuasa. Hak pengurusan yang bersifat umum ini adalah suatu kebendaan yang menurut ketentuan Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang telah harus ditentukan. Rumusan pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai suatu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa. Jadi jelaslah, bahwa dalam pandangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksudkan dengan kebendaan yang telah ditentukan jenisnya, meliputi tidak hanya perikatan untuk memberikan sesuatu, melainkan juga dalam perikatan untuk berbuat sesuatu dan juga perikatan untuk tidak berbuat sesuatu. 198 Ketentuan Pasal 1332 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “hanya kebendaan yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.” Pada dasarnya hanya menegaskan kembali bahwa yang masuk dalam rumusan perjanjian ini, yang dapat menjadi obyek dalam perikatan adalah kebendaan yang masuk dalam lapangan harta kekayaan. 199 I Ad.4. Suatu sebab causa yang halal. Sebab causayang halal diatur dalam Pasal 1335- 1337 KUHPerdata. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa : suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidaklah mempunya kekuatan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan pengertian dari “sebab” yang dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata. Hanya saja dalam Pasal 1335 KUHPerdata, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah : 200 198 . Ibid. . 199 . Ibid., h.158. 200Ibid. , h.161. 122 a. Bukan tanpa sebab b. Bukan sebab yang palsu c. Bukan sebab yang terlarang. Pada dasarnya hukum tidak memperhatikan apa yang ada dalam benak, ataupun hati seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum adalah yang tertulis, yang pada pokoknya menjadi perikatan yang harus atau wajib dilaksanakan oleh debitor dalam perjanjian tersebut. 201 Oleh karena itu, maka selanjutnya dalam pasal 1336 KUHPerdata dinyatakan lebih lanjut bahwa : Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang tidak dilarang, atau jika ada sebab lain selain daripada yang dinyatakan itu, perjanjian itu adalah sah. Dengan membatasi sendiri, rumusan mengenai sebab yang halal menjadi hanya sebab yang tidak terlarang, 202 sebaimana tertera dalam pasal 1337 KUHPerdata bahwa : Suatu sebab yang terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan denga kesusilaan baik atau ketertiban umum. Undang-undang hanya melihat pada apa yang tercantum dalam perjanjian, apa yang merupakan prestasi yang harus dilakukan oleh para pihak, yang merupakan prestasi pokok, yang merupakan unsure esensialia atau yang terikat erat dengan unsur esensialia dalam perjanjian tersebut, yang tanpa adanya unsur esensilia tersebut, tidak mungkin perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak. 203 Dengan demikian, berarti apa yang disebut dengan sebab yang halal dalam pasal 1320 jo. Pasal 1337 KUHPerdata tidak lain dan tidak bukan adalah prestasi dalam perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak, yang tanpa ada prestasi yang ditentukan tersebut, maka perjanjian tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada diantara para pihak. 204

D. Macam-macam Perikatan