Syarat-syarat Perkawinan Tujuan, Asas-asas dan Syarat-syarat Perkawinan 1. Tujuan Perkawinan

d. Undang-undang perkawinan nasional sekarang menganut asas monogami artinya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Hanya dalam keadaan tertentu saja maka suami mendapat kesempatan untuk mengambil istri lagi dengan syarat-syarat tertentu. Dengan adanya pasal yang menyebutkan tersebut, bahwa undang-undang bermaksud untuk melindungi wanita dari poligami sewenang-wenang yang dilakukan laki-laki.

3. Syarat-syarat Perkawinan

Setelah berlakunya UU No. Tahun 1974 UUP maka ketentuan yang terdapat KUHPerdata demikian syarat-syarat perkawinan yang di bahas di bawah ini yang terdapat dalam UU No.1 Tahun1974 UUP. Dalam 7 Pasal UU No. Tahun 1974 UUP ditentukan dua 2 syarat-syarat untuk melansungkan perkawinan, yaitu : Syarat intern dan syarat extern. a. Syarat intern Yang dimaksud dengan syarat intern yaitu syarat-syarat yang menyangkut pihak yang akan melaksanakan perkawinan, meliputi : 1. Harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai 2.Yang masih dibawah umur harus ada izin kedua orang tuanya 3.Laki-laki berumur 19 tahun, wanita 16 tahun 4. Tidak dilarang UU untuk kawin Larangan untuk kawin dituangkan beberapa pasal di bawah ini sebagai berikut : a Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974, larangan perkawinan ditetapkan sebagai berikut: Perkawinan dilarang antara 2 dua orang yang: 1 berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas; 2 berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; 3 berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan bapakibu tiri; 4 berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibipaman susuan; 5 berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang. b Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin, yang di atur di bawah ini : 1 Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1974, menetapkan Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, dengan pengecualian yang tersebut pada Pasal 59 3 ayat 2 dan Pasal 4 UU No. 1 Tahun 1974 peluang poligami dengan persyaratan ketat. 2 Pasal 10 UU No. 1 Tahun 1974, menentukan : Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi 1 satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya , maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi sepanjang hukum masing- masing agama dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain 3 Wanita yang pernah kawin berlaku masa iddah masa tunggu tertentu , yang dituangkan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1979, apabila :1. Perkawinan putus karena kematian = 130 hari, 2. Perkawinan putus karena cerai : a. Bagi Wanita masih haid= 3 x suci, b. Bagi Wanita sudah tidak haid = 90 hari. b. Syarat Extern Yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitas-formalitas dalam pelaksanaan perkawinan, meliputi : 1 Mengajukan laporan ke Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk; 2 Pengumuman, yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk, yang memuat : a nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan orang tua serta nama mantan suamiisteri bila ada; dan b hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan dilangsungkan. Dengan terpenuhinya syarat-syarat intern dan extern di atas, perkawinan telah dapat dilaksanakan. Walaupun persyaratan di atas telah terpenuhi, momentum terpenting sahnya suatu perkawinan menurut hukum apabila: 1 Telah dilakukan sesuai dengan ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974; 2 Dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974. Tujuan diadakannya ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974 tentang ketentuan agama bagi syahnya suatu perkawinan untuk menghindari konflik hukum antara hukum adat, hukum agama dan hukum antar golongan. Sedangkan tujuan pencatatan perkawinan Pasal 2 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974adalah : 104 a Menjadikan peristiwa perkawinan menjadi jelas, baik yang bersangkutan maupun pihak lainnya; b Sebagai alat bukti bagi anak-anaknya kelak dikemudian hari apabila timbul sengketa, baik diantara anak kandung maupun saudara tiri; dan sebagai dasar pembayaran tunjangan isteri atau suami bagi PNSBUMN.

D. Perjanjian Kawin