Nilai dan Arti Pentingnya Yurisprudensi

b Mengikuti precedent secara konsisten dapat menyumbangkan pendapatnya dalam masalah – masalah di kemudian hari. c Penggunaan kriteria yang menatap untuk menetapkan masalah – masalah yang baru dapat menghemat waktu dan tenaga; d Menghormati kebijaksanaan dan pengalaman dari pengadilan pada generasinya sebelumnya; 2. Asas Bebas Dalam hal tidak ada putusan hakim dari perkara atau putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai – nilai keadilan, kebenaran dan akan sehat cammon sense yang dimilikinya. Dengan demikian pasa asas bebas ini mengandung makna bahwa pengadilan [hakim] tidak terikat pada putusan hakim sebelumnya. 2. Penyebab Hakim Menggunakan Putusan Hakim lain Sebab-sebab seorang hakim mempergunakan putusan hakim lain antara lain : 215 a. Pertimbangan Psikologis Karena keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum terutama keputusan Pengadilan Tinggi dan Mahkama Agung, biasanya hakim bawahan segan untuk tidak mengikuti putusan tersebut. b. Pertimbangan Praktis Karena kasus yang sama, dan sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu- terlebih apabila putusan tersebut sudah dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka dianggap oleh hakim setelahnya bila menyangkut kasus yang sama lebih praktis bila lansung mengikuti putusan hakim sebelumnya. Dengan pertimbangan menciptakan yurisprudensi baru belum tentu dibenarkan dalam tingkat banding dan kasasi, terlebih apabila yurisprudensi baru tersebut di buat oleh hakim yang lebih rendah tingkatan peradilannya. c. Pendapat yang sama Antara hakim yang belakangan dan hakim terdahulu yang menangani kasus yang sama modelnya mempunyai pandangan yang sama. Apalagi bila pandangan tersebut didasarkan pada isi dan tujuan suatu perundang-undangan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan nyata dalam mayarakat.

3. Nilai dan Arti Pentingnya Yurisprudensi

215Soeroso, Pengantar, h.161. 135 Ditinjau dari berbagai segi aliran-aliran hukum, nilai dan arti pentingnya sebagai berikut : 216 a. Aliran Legisme Bertolak dari ajaran “Trias Politika Montesquieu” 217 , aliran legis ini hanya mengakui keberadaan hukum tertulis ius scriptun yaitu undang-undang sebagai sumber hukum tertulis. Di luar perundang-undangan tidak ada hukum, karena pembuat undang-undang menganggap substansi yang diaturnya sudah lengkap sempurna. Aliran legisme berpandangan bahwa undang –undang sudah sempurna mengatur berbagai hal. Dengan demikian hakim tinggal membuka-buka buku perundang-undangan yang telah disediakan oleh pembuat undang-undang untuk menyelesaikan suatu perkara kasus. Hakim dalam melaksanakan tugasnya hanya sebagai corong atau terompet undang-undang atau dalam bahasa Prancisnya : les judges de la nation ne somt, gue la bouche qui pronounce les paroles de laloi, des etres inanimes qui n’en peuvent moderer ni la force ni la rigueur Dalam model negara ini, hakim hanya merupakan suatu terompet pembuat undang-undang. Berdasarkan uraian di atas, nampak maksud dari aliran legisme tersebut supaya terjadi kepastian hukum dalam menangani berbagai kasus yang sama.Karena hakim hanya sebagai penyambung lidah dari undang-undang, penemuan hukum hakim tidak dibutuhkan dalam peradilan. Ternyata setelah berjalan lebih kurang 40-50 tahun di negara-negara Eropa Barat seperti Prancis terutama, Belgia, Swiss, Jermn, Belanda, menunjukkan kekurangannya. Berbagai permasalahan yang timbul tidak mampu terpecahkan oleh undang-undang. Tepatlah, dengan meminjam istilah von Kirtcmaan, hukum selalu tertatih-tatih mengejar perkembangan dalam masyarakat. b. Aliran Begriffsjurisprudenz Aliran begriffsjurisprudenz ini lebih maju dari dari aliran legis, karena begriffsjurisprudenz telah mengakui undang-undang tidak lengkap. Walaupun demikian tetap beranggapan bahwa hakim tidak membentuk hukum. Tugas hakim hanya membuka tabir-tabir pikiran yang terletak dalam undang-undang, dengan menggunakan “logische gesclossenheit” Brinz. 218 Kekurangan dari aliran begriffsjurisprudenz, menurut Rusli Efendi 219 terlalu mendewa-dewakan logika dan rasio, sedang keadilan dan kemamfaatan kurang diperhatikan. 216Ibid., h.166-168. 217Montesquieu mengadakan pemisahan secara tegas antara kekuasaan eksekutif, legislative dan yudikatif, dengan demikian kekuasaan membentuk hukum hanya terletak pada legislatif semata, diluar produk legislatif tidak diakui sebagai hukum. 218Rusli Effendi,Achmad Ali dan Poppy Andi Lolo, Teori Hukum Ujungpandang: Hasanuddin University Press, 1991,h. 58. 219Ibid., h,58. 136 c. Aliran Freie Rechtslehre Aliran ini lahir sebagai reaksi dari aliran legis dan aliran begriffsjurisprudenz yang timbul pada tahun 1840, karena dianggap undang-undang tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan masyarakat dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta pertumbuhan penduduk yang pesat dengan berbagai permasalahan hukum yang timbul, tidak mampu diakomodir oleh undang-undang. Menurut aliran Freie Rechtslehre ini atau yang disebut dengan hukum bebas tumbuh di dalam masyarakat dan diciptakan oleh masyarakat berupa kebiasaan dalam kehidupan dan hukum alam kodrat yang sudah merupakan tradisi sejak dahulu, baik yang diajarkan oleh agama maupun yang merupakan adat istiadat. Intinya aliran Freie Rechtslehre bertolak pada hukum di luar perundang-undangan. Selanjutnya aliran ini berkembang menjadi dua 2 aliran yaitu : 220 1 Aliran hukum bebas sosiologis, yang berpandangan bahwa hukum bebas adalah kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat dan berkembang secara sosiologis; 2 Aliran hukum bebas natuurrechtelijk, yang berpendapat bahwa hukum bebas ialah hukum alam. d. Aliran Rechtsvinding Pada aliran Rechtsvinding ini, intinya mempergunakan undang-undang dan hukum di luar undang-undang. Dengan kata lain, hakim diberikan kebebasan untuk melakukan penemuan hukum bila mana suatu kasus tidak bisa diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang. Aliran ini mulanya dipelopori oleh Paul Scholten 221 yang melihat hukum sebagai satu sistem, yakni bahwa seluruh peraturan-peraturan saling berhubungan satu sama lain, dan kesemuanya itu dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dibicarakan aturan-aturan umumnya sehingga tiba pada asas-asasnya. Inti dari ajaran tersebut bahwa putusan kakim didasarkan pada 1 pekerjaan intelek ratio dan logica; dan 2 penilaian hakim. Penilaian hakim tersebut berakibat hakim harus melakukan penemuan hukum sendiri melalui konstruksi atau penafsiran, bilamana dalam ketentuan dalam perundang-undangan tidak ada atau kurang jelas mengaturnya. Peluang tersebut diberikan bagi hakim melakukan penemuan hukum dalam rangka mengisi kekosongan hukum tersebut. Aliran yang tersebut terakhir ini, merupakan aliran masa kini yang banyak dianut oleh berbagai negara termasuk Indonesia. Di Indonesia hakim diberikan kesempatan luas untuk mengembangkan bahkan mengadakan pembahasan hukum melalui keputusan – keputusannya, apabila perundang – undangan itu sendiri 220R.Soeroso, Pengantar, h.85. 221Rusli Effendi,Achmad Ali dan Poppy Andi Lolo, op. cit., h.59. 137 kurang up to date lengkap, kehilangan atau tertinggal dalam problema masyarakat yang semakin meluas. Rumusan perundang – undangan yang serba umum dan kurang jelas sehingga hakim dituntut untuk mengetahui isinya secara umum dan luas, serta menggunakan rumusan diperluas dengan menyandarkan diri pada rasio suatu peraturan 222 . Sehingga dibutuhkan yurisprudensi sebagai asas – asas hukum yang tidak tertulis. Dengan menggunakan bermacam – macam metode interprestasi yang lebih luas dari ilmu hukum, maka yurisprudensi bermanfaat antara lain: a Sebagai pengembangan hukum melalui putusan – putusan Mahkamah Agung b Untuk memberikan bahan bagi ilmuan hukum dalam hal mengadakan suatu deskripsi, analisis, sistematika dan sampai interprestasi mengenai hukum posistif; dan c Untuk dipersembahkan kepada perundang – undangan. Menurut putusan Mahkamah Agung No. 838KSIP1997, dalam hal pengetahuan hukum ada tiga kriteria suatu yurisprudensi Mahkamah Agung apakah sudah merupakan yurisprudensi tetap atau belum antara lain: a Perbuatan melanggar hukum oleh penguasa harus diukur dengan UU dan peraturan -peraturan formil yang berlaku b Harus diukur dengan peraturan-peraturan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhi oleh penguasa; dan c Penilaian tentang faktor sosial ekonomi dari penyewa dan pemilik

B. Yurisprudensi Mahkamah Agung