86 Kematian yang konstan setelah hari kedua disebabkan karena pada hari
pertama dan kedua, larva uji diberi pakan daun berperlakuan sedangkan pada hari ketiga daun perlakuan diganti dengan daun tanpa perlakuan. Akibatnya larva uji
yang tidak mati ketika memakan daun perlakuan akan kembali pulih dan bertahan hidup. Cara kerja ini menunjukkan bahwa sifat ekstrak lebih bersifat toksik
dibandingkan sebagai penghambat pertumbuhan dan perkembangan Lina et al. 2006, Lina et al. 2008.
Kematian larva C. pavonana pada perlakuan formulasi EC dan WP disebabkan oleh senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak penyusun formulasi
yaitu T. vogelii dan P. aduncum. Campuran T. vogelii : P. aduncum 1:5 selain bersifat toksik juga bekerja dengan cara fasilitasi. Fasilitasi itu terjadi dimana
bahan aktif dari P. aduncum menghambat aktivitas enzim yang menguraikan senyawa toksik pada tubuh serangga, akibatnya bahan aktif T. vogelii tidak terurai
dengan baik sehingga bisa masuk menuju sasaran dan bekerja dengan maksimal. Senyawa lignan yang mengandung gugus metilendioksifenil yang terdapat dalam
ekstrak P. aduncum dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450, dan menurunkan daya racun senyawa asing Metcalf 1967; Bernard et al. 1989.
Menurut Bernard et al. 1990 dilapiol yang berasal dari P. aduncum dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom dari sel-sel
saluran pencernaan larva penggerek batang jagung O. nubilalis. Oleh karena itu, ekstrak P. aduncum yang mengandung dilapiol berpotensi sinergis bila
dicampurkan dengan ekstrak tumbuhan lain.
Penghambatan enzim yang berperan dalam detoksifikasi komponen xenobiotic pada C. pavonana memberikan keleluasaan bagi bahan aktif T. vogelii
yaitu rotenon dan senyawa rotenoid lain yang bersifat insektisida seperti deguelin dan tefrosin Delfel et al. 1970; Gaskins et al. 1972; Lambert et al. 1993 untuk
bekerja menuju sasaran. Rotenon memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap berbagai jenis serangga sebagai racun perut dan racun kontak Perry et
al. 1998. Pada tingkat sel, rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q pada kompleks I dari rantai transpor elektron di
dalam mitokondria Hollingworth 2001. Hambatan terhadap proses respirasi sel tersebut menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi
yang selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya pada akhirnya menyebabkan kematian larva uji.
P. aduncum selain berperan sebagai sinergis juga mematikan serangga uji dengan kerja sebagai racun syaraf. Senyawa piperamida dari famili Piperaceae
guininsin dan piperisida bekerja sebagai racun syaraf yang menghambat aliran impuls syaraf pada akson sehingga menyebabkan kelumpuhan Miyakado et al.
1989; Morgan dan Wilson 1999.
Selain menyebabkan kematian, formulasi EC dan WP juga menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva C. pavonana, terutama pada konsentrasi
tinggi. Perubahan larva dari instar 2 menjadi instar 3 membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada kontrol, sedangkan pada formulasi EC dan WP berturut-turut 2-4 hari
dan 3-4 hari. Perubahan larva dari instar 2 menjadi instar 4, pada kontrol memerlukan waktu 3 hari sedangkan pada perlakuan formulasi EC dan WP
berturut-turut 4-5 hari dan 5-6 hari Tabel 5.4. Penghambatan perkembangan ini disebabkan karena residu bahan aktif yang masih tertinggal di dalam tubuh
serangga mengganggu fungsi fisiologi serangga uji.
87 Tabel 5.4 Lama perkembangan larva C. pavonana pada perlakuan Formulasi 20
EC dan 20 WP T. vogelii dan P. aduncum 1:5 pada beberapa konsentrasi
Konsentrasi Formulasi
Lama perkembangan larva X ± SD Formulasi WP
Formulasi EC Instar 2-3
Instar 2-4 Instar 2-3
Instar 2-4 0 kontrol
2.19 ± 0.39 3.79 ± 0.55
2.09 ± 0.29 3.31 ± 0.46
0.075 3.34 ± 0.51
5.03 ± 0.64 2.85 ± 0.72
4.54 ± 0.61 0.10
3.69 ± 0.63 5.41 ± 0.75
2.98 ± 0.62 4.65 ± 0.59
0.15 4.29 ± 0.74
5.42 ± 0.56 3.45 ± 0.66
4.95 ± 0.81 0.20
4.73 ± 0.77 5.50 ± 0.59
3.48 ± 0.51 5.52 ± 0.51
0.25 4.50 ± 0.55
6.17 ± 0.41 4.25 ± 0.46
5.63 ± 0.52
X= rata-rata; SD= standar deviasi
Hasil analisis probit formulasi 20 EC dan 20 WP menunjukkan aktivitas yang relatif sama jika dilihat dari nilai LC
50
EC dan WP sebesar 0.15 dan 0.13 . Nilai LC
95
juga tidak berbeda nyata antara formulasi 20 EC dan 20 WP yaitu sebesar 0.35 dan 0.31. Kemiringan regresi nilai b formulasi 20 WP lebih
tinggi yaitu 4.59 jika dibandingkan formulasi 20 EC yaitu sebesar 3.81 artinya penambahan konsentrasi pada kelipatan tertentu, akan mematikan larva yang
diberi perlakuan 20 WP lebih banyak dibandingkan yang diberi perlakuan 20 EC Tabel 5.5. Menurut Rossalia 2003 jika formulasi WP bahan aktifnya
ditingkakan dua kali lipat maka aktivitasnya juga akan meningkat dua kali lipat. Pada formulasi EC jika bahan aktif ditingkatkan menjadi dua kali lipat maka
toksisitasnya menurun satu setengah kali lipat. Hal ini terjadi karena formulasi EC mengalami dekantasi yang dapat menyebabkan adanya bahan aktif yang tertinggal
dalam endapan.
Tabel 5.5 Analisis probit formulasi 20 EC dan 20 WP T. vogelii dan P. aduncum 1:5
Perlakuan Nilai b±SE
LC
50
SK 95 LC
95
SK 95 Formulasi 20 EC
3.81±4.76 0.15 0.131-0.195
0.35 0.259-0.718 Formulasi 20 WP
4.59±0.43 0.13 0.107-0.167
0.31 0.227-0.680
b= kemiringan regresi; SE= standar error
5.4 Kesimpulan
Formulasi campuran T. vogelii : P. aduncum 1:5 dibuat dalam bentuk EC dan WP. Penambahan bahan tabir matahari asam p-aminobenzoat PABA atau
optical brightner OB tidak dapat memperpanjang persistensi bahan aktif ekstrak P. aduncum dan T. vogelii dalam campuran. Uji kestabilan formulasi
menunjukkan bahwa formulasi EC dan WP termasuk kategori stabil sesuai standar CIPAC, dan layak untuk digunakan sebagai alternatif pengendalian di lapangan.
Formulasi EC dan WP campuran T. vogelii : P. aduncum 1:5 memiliki aktivitas insektisida terhadap larva C. pavonana, selain menyebabkan mortalitas
juga menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva C. pavonana yang bertahan hidup.
88
5.5. Daftar Pustaka
Asman A, Rusli R, Ma’mun. 1999. Formulasi pestisida nabati produk cengkeh. Dalam: Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida
Nabati; Bogor 9-10 Nopember 1999. Bogor ID: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, hlm 530-537.
Bernard CB, Arnason JT, Philogene BJR, Lam J, Waddell T. 1989. Effect of lignans and other secondary metabolites of the asteraceae on the mono-
oxygenase activity of the European corn borer. Phytochemistry 285 1373-1377.
Bernard CB, Arnason JT, Philogène BJR, Lam J, Waddell T. 1990. In vivo effect of mixtures of allelochemicals on the life cycle of the European corn
borer, Ostrinia nubilalis. Entomol Exp Appl 57:17-22. Bohmont BL. 1997.
The Standard Pesticide User’s Guide. Ed. Ke-4. New Jersey US: Prentice Hall.
[CIPAC ] Collaborative International Pesticides Analytical Council. 1980. CIPAC. Handbook Analysis of Technical and Formulated Pesticides. New
York US: CIPAC. Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff IA. 1970. Distribution of rotenone
and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fractions. J Agric Food Chem 1883: 385-390.
[ESCAP] Economic and Social Commission for Asia and The Pasific. 1991. Agropesticides, Properties and Function in Integrated Crop Protection.
Bangkok TH: ESCAP, United Nations. Gaskins MH, White GA, Martin FW, Delfel NE, Ruppel EG, Barnes DK. 1972.
Tephrosia vogelii: A Source of Rotenoids for Insecticidal and Piscicidal Use. Washington DC US: United States Department of Agriculture.
Grayson BT, Webb JD, Batten DM, Edwards D. 1996. Effects of adjuvant on the therapeutic activity of dimathamorph in controlling vine downy mildew,
survey of adjuvants types. Pestic Sci 46: 199-206. Hassall KA. 1990. The Chemistry of Pesticides: Their Metabolism, Mode of
Action and Uses in Crop Protection. London GB: Macmillan. Hollingworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative
phosphorylation. In Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D, Hodgson et al., editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2: 1169-
1227. San Diego US: Academic Press.
Hudaya DA. 2003. Pengaruh ekstrak daun Dysoxylum acutangulum Miq. Melaiaceae terhadap mortalitas dan reproduksi Plutella xylostella L.
Lepidoptera: Yponomeutidae [skripsi]. Bogor ID: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB.
Irmayetri. 2001. Aktivitas residu ekstrak ranting Dysoxylum acutangulum Miq. Melaiaceae terhadap larva Crocidolomia binotalis Zeller Lepidoptera:
Pyralidae [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Lambert N, Trouslot MF, Campa CN, Chrestin H. 1993. Production of rotenoids by heterotrophic and photomixotrophic cell cultures of Tephrosia vogelii.
Phytochemistry 34:1515-1520. LeOra Software. 1987. POLO-
PC User’s Guide. Petaluma CA: LeOra Software
89 Lina EC, Prijono D, Dadang. 2006. Pengaruh fraksi aktif Aglaia harmsiana
terhadap fisiologi larva Spodoptera litura F Lepidoptera: Noctuidae. Jurnal Tumbuhan Tropika 61 : 1-8.
Lina EC, Arneti, Prijono D, Dadang. 2009. Kelayakan Delapan Jenis Tensida untuk Mengemulsikan Bahan Nonpolar dalam Air. Dalam: Prosiding
Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; Bogor, 5-6 Agustus 2009. PKPHT-IPB Bogor ID: Departemen Proteksi Tanaman. hlm 246-252.
Lina EC, Arneti, Prijono D, Dadang. 2010. Potensi Insektisida Melur Brucea
javanica L. Merr dalam mengendalikan hama kubis Crocidolomia pavonana Lepidoptera: Crambidae dan Plutella xylostella Lepidoptera:
Yponomeutidae. Jurnal Natur Indonesia 122: 109-116.
Matsumura F. 1985. Toxicology of Insecticides. 2
nd
Edition. New York AS: Plenum Press.
Metcalf RL. 1982. Insecticides in pest management. In Metcalf RL, Luckman WH, editor. Introduction to Insect Pest Management. 2
nd
Edition. New York AS: J Wiley. Pp 217-253.
Miyakado M, Nakayama I, Ohno N. 1989. Insecticidal unsaturated isobutylamides from natural products to agrochemical leads. In Arnason
JT, Philogene BJR, Morand P, editor. Insecticides of Plant Origin. Washington DC AS: ACS. Pp 173-187.
Mollet H, Grubenmann. 2001. Formulation Technology: Emulsion, Suspensions, Solid Forms. Wiley-VCH Verlag.
Morgan DE, Wilson DI. 1999. Insect hormones and insect chemical ecology. Di dalam: Barton SD, Nakanishi K, Meth-Cohn O, Mori K, editor.
Comprehensive Natural Products Chemistry. Vol 8: 264-364. Amsterdam NL: Elsevier.
Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and Environment: Retrospects and Prospects. Berlin DE: Springer-Verlag.
Rossalia D. 2003. Formulasi insektisida botani dari Dysoxylum acutangulum Miq. Meliaceae [tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor, Program
Pascasarjana, Program Studi Teknologi Industri.3-31. Satiti N. 1988. Perubahan sifat fisikokimia formulasi pestisida bentuk emulsifiable
concentrate EC dalam penyimpanan. Buletin Penelitian Balai Besar Industri Kimia Jakarta 38:1-14.
Scott IM, Jensen HR, Nicol R, Lesage L,Bradbury R, Sachez-Vindas P, Poveda L, Arnason JT, Philogene BJR. 2004. Efficacy of piper Piperaceae extracts
for control of common home and garden insect pests. J. Econ.Entomol 974: 1390-1403.
Syahputra E, Manuwoto S, Darusman LK, Dadang, Prijono D. 2004. Aktivitas insektisida bagian tumbuhan Calophyllum soulattri Burm.f. Clusiaceae
terhadap larva lepidoptera. JHPT Trop 41:23-31. Syahputra E, Prijono D, Dadang, Manuwoto S, Kadarusman LK. 2005.
Bioaktivitas insektisida bitani Calophyllum soulattri Burm.F. Clusiaceae sebagai pengendali hama alternatif [disertasi]. Bogor ID: Institut
Pertanian Bogor.
Waxman MF. 1998. The Formulator’s Toolbox-Product Form for Modern
Agriculture. Di dalam: Brooks GT dan Roberts TR, editor. Pesticide Chemistry and Bioscience. London GB: RSC. Pp. 120-126