49 1990 dilapiol yang berasal dari P. aduncum dapat menghambat aktivitas enzim
sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom dari sel-sel saluran pencernaan larva penggerek batang jagung O. nubilalis. Oleh karena itu, ekstrak P. aduncum yang
mengandung dilapiol berpotensi sinergis bila dicampurkan dengan ekstrak tumbuhan lain.
Efek sinergis ini tampak pada perlakuan E, F, dan G, dimana semakin tinggi proporsi P. aduncum dalam campuran efek sinergisme semakin baik dilihat
dari nilai indek kombinasi campuran pada taraf LC
50
dan LC
95
. Proporsi konsentrasi P. aduncum yang lebih besar kemungkinan menyebabkan
penghambatan yang lebih besar terhadap aktivitas enzim PSMO sehingga senyawa aktif T. vogelii dapat terhindar dari penguraian oleh enzim tersebut dan
dapat tetap bekerja menyerang bagian sasaran.
3.3.5 Hasil Uji Fitotoksisitas Ekstrak Campuran Tiga Tanaman
Gejala fitotoksisitas tampak pada daun brokoli yang diaplikasi dengan ekstrak campuran kombinasi A, B, C, D, E, F, G, H, dan I. Fitotoksik ditandai
dengan adanya klorosis pada jaringan daun tanaman brokoli. Berdasarkan persentase bercak klorosis pada daun brokoli yang diaplikasi, gejala yang paling
parah terjadi pada perlakuan kombinasi A 52.08 dan B 44.04, kemudian diikuti kombinasi C 26.83, E 14.39, F 10.65, H 5.47, D 5.31, G
1.56, I 1.35 Tabel 3.8. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap gejala fitotoksik dan ditemukan korelasi
positif antara persentase bercak klorosis dengan proporsi B. javanica dalam campuran. Semakin tinggi proporsi B. javanica, maka gejala fitotoksik semakin
tinggi Gambar 3.1.
Tabel 3.8 Uji fitotoksisitas ekstrak campuran T. vogelii:B. javanica: P. aduncum Perbandingan T. vogelii:
B. javanica: P. aduncum Proporsi B. javanica
dalam campuran Luas bercak nekrotik
1
A 1:3:2.5 0.46
52.08 a B 1:2:2.5
0.36 44.04 a
C 1:1:2.5 0.22
26.83 b D 1:0.5:2.5
0.13 5.31 c
E 2:1:2.5 0.18
14.39 bc F 2:1:3
0.16 10.65 bc
G 2:1:4 0.14
1.56 c H 3:1:2.5
0.15 5.47 c
I 2:1:4 0.14
1.35 c
1
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata α=0.05 B. javanica fraksi heksan
Fitotoksisitas pada tanaman budidaya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah jenis tanaman berkaitan dengan ketebalan daun,
lekukan daun, posisi daun, bagian tanaman pucuk, daun muda, daun tua, senyawa kimiainsektisida yang diaplikasikan jenis ekstrak, konsentrasi, bahan
tambahan lain termasuk pelarut, kesehatan tanaman, dan lingkungan fisik sinar matahari.
50 Prijono 2003 menyatakan bahwa komponen nonpolar yang berwujud
minyak atau cairan pekat dapat merusak lilin kutikula daun atau membran sel daun tanaman. Brokoli termasuk tanaman sukulen dengan lapisan lilin yang cukup
tebal pada permukaan daun. Lapisan lilin merupakan lapisan pelindung paling luar suatu tanaman, apabila lapisan pelindung rusak maka dengan mudah
komponen aktif yang bersifat fitotoksik masuk dan berinteraksi dengan sel atau ekstraseluler daun tanaman Syahputra 2005.
Interaksi yang terjadi antara daun brokoli dengan bahan aktif yang berasal dari ekstrak B. javanica dijelaskan oleh Dayan et al. 1999, bahwa quasinoid
memiliki ikatan oksimetilen antara atom C8 dan C11 yang menghambat proses mitosis. Penghambatan proses mitosis ditingkat sel ini akan menghambat
pertumbuhan sel tanaman. Selain itu senyawa quasinoid juga merusak jaringan fotosintesis yang berkaitan dengan degradasi membran seluler dan subseluler
C D
E
I G
H F
B Kontrol
A
Gambar 3.1 Gejala fitotoksik pada daun brokoli yang disemprot ekstrak campuran T. vogelii, B. javanica, dan P. aduncum pada berbagai
kombinasi perlakuan A,B, C, D, E, F,G,H,I
51 tanaman. Gejala morfologi yang tampak adalah kematian sel-sel tanaman yang
lebih dikenal dengan gejala fitotoksik pada tanaman. Dapat disimpulkan bahwa gejala fitotoksisitas pada ekstrak campuran disebabkan oleh ekstrak B. javanica
komponen ekstrak yang berbentuk minya merusak kutikula daun tanaman, sehingga senyawa yang bersal dari B. javanica yang memiliki ikatan oksimetilen
akan masuk dan merusak sel tanaman.
Banyak tanaman yang memiliki potensi insektisida pengembangannya terkendala oleh sifat fitotoksik. Salah satu upaya untuk mengurangi gejala
fitotoksik adalah dengan memisahkan komponen yang menyusun ekstrak atau disebut isolasi. Cara yang dapat ditempuh adalah partisi atau fraksinasi seperti
yang dilakukan Syahputra 2004, fraksi diklorometan C. soulattri mereduksi gejala fitotoksik pada caisin dan kedelai. Dono 2004 menguji fraksi etil asetat
dan fraksi metanol hasil VLC terhadap daun brokoli dan kedelai, hasil yang diperoleh tidak menunjukkan gejala fitotoksisitas seperti yang terjadi pada ekstrak
kasar dan fraksi lainnya. Upaya fraksinasi ekstrak B. javanica menggunakan campuran metanol 95: heksan 1:1 telah dilakukan dan diuji terhadap tanaman
brokoli. Pengujian secara terpisah terhadap masing masing fraksi dilakukan dan diperoleh hasil sebagaimana tampak pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Uji fitotoksisitas fraksi B. javanica hasil partisi terhadap daun brokoli dan toksisitasnya terhadap larva C. pavonana pada konsentrasi setara
LC
95
ekstrak kasar Fraksi yang diuji
Mortalitas C. pavonana Luas bercak nekrotik Kontrol
Metanol 16.66
63.24 Heksan
73.33 15.33
Air 10.00
Fraksi heksana memiliki aktivitas insektisida paling tinggi dibandingkan fraksi metanol dan fraksi air. Fraksi heksana dan fraksi metanol masih
menunjukkan bercak nekrosis pada daun brokoli meskipun telah dipartisi. Secara keseluruhan pengujian masing-masing fraksi menunjukkan penurunan aktivitas
insektisida 95 saat diuji pada konsentrasi setara LC
95
ekstrak kasar. Hal ini Gambar 3.2 Gejala fitotoksik pada tanaman brokoli yang disemprot dengan
ekstrak tunggal B. javanica A, T. vogelii B, dan P. aduncum C A
B C