Persistensi Formulasi Hasil dan Pembahasan

101 Hari setelah tanam HST Hari setelah tanam HST lebih rendah jika dibandingan dengan insektisida BT, formulasi EC, dan formulasi WP terutama pada 21, 28, 35, dan 56 HST. Hal ini diduga karena efek resistensi hama C. pavonana yang terjadi terhadap beberapa insektisida komersial yang sering digunakan oleh petani salah satunya insektisida yang berbahan aktif deltametrin. Bersamaan dengan pengamatan populasi larva C. pavonana juga dilakukan pengamatan jumlah populasi hama H. undalis dan P. xylostella pada tanaman contoh Gambar 6.4, Gambar 6.5. Populasi H. undalis muncul lebih P opulasi l arva ekorta n aman Gambar 6.4 Populasi larva H. undalis pada tanaman brokoli yang diberi perlakuan insektisida P opu lasi lar va ekorta n aman Gambar 6.5 Populasi larva P. xylostella pada tanaman brokoli yang di beri perlakuan insektisida 102 awal dibandingkan populasi C. pavonana Gambar 6.3. Populasi H. undalis meningkat pada 21 HST dan turun pada 28 HST, 35 HST, dan 42 HST. Penurunan populasi ini juga terjadi karena curah hujan yang tinggi sehingga banyak hama yang tidak bisa bertahan hidup. Populasi larva kembali meningkat pada 49 HST dan selanjutnya menurun kembali pada pengamata selanjutnya. Analisis statistik terhadap populasi hama H. undalis tidak menunjukkan perbedaan nyata perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol dan antar perlakuan itu sendiri. Secara umum populasi P. xylostella paling rendah jika dibandingkan populasi C. pavonana dan H. undalis pada percobaan lapangan . Populasi P. xylostella mulai meningkat pada 35 HST sampai 56 HST. Populasi larva tertinggi ada pada perlakuan Deltametrin dengan rata-rata jumlah larva 0.6 ekortanaman Gambar 6.5, bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa hama P. xylostella telah resisten terhadap insektisida kimia deltametrin. Hasil analisis statistik terhadap populasi hama tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan perlakuan dibandingkan dengan kontrol dan antar perlakuan itu sendiri. Dalam pengujian lapangan juga dilakukan pengambilan larva C. pavonana untuk melihat kelimpahan parasitoid E. argenteopilosus. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi E. argenteopilosus terhadap larva C. pavonana di lapangan sangat rendah. Tampak dari seluruh sampel larva yang diambil di lapangan dan dipelihara di laboratorium tidak satupun parasitoid yang muncul. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan insektisida yang tinggi sehingga populasi parasitoid tidak berkembang. Selain itu juga disebabkan karena budidaya sayuran di daerah tersebut sangat bervariasi sehingga ketersediaan inang C. pavonana bagi parasitoid tidak kontinyu. Pengamatan secara visual di lapangan terhadap imago parasitoid E. argenteopilosus menunjukkan kelimpahan yang sangat rendah. 103 Tabel 6.2 Populasi larva C. pavonana pada tanaman brokoli yang diberi berbagai perlakuan insektisida HST: hari setelah tanam, x: rataan, SB: simpangan baku, BT: Bacillus thuringiensis Angka- angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata Uji Duncan, α=0.05 Tabel 6.3 Keefektifan beberapa insektisida untuk mengendalikan hama C. pavonana di lapangan Perlakuan Nilai keefektifan insektisida 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST 63 HST Formulasi EC - 65.75 80.16 50.57 - 64.56 88.55 60.37 Formulasi WP - 82 96.73 83.90 81.08 58.04 81.00 67.04 BT - 96.75 91.83 91.95 18.91 98.47 70.25 - Deltametrin - 11.25 79.46 4.59 - 68.48 35.24 72.22 HST: hari setelah tanam, BT: Bacillus thuringiensis Perlakuan Populasi Larva C. pavonana pada n HST x ± SB 14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST 63 HST Kontrol 0 ± 0 a 4.00 ± 12.0a 8.57 ± 24.7 a 0.87 ± 4.19 a 0.37 ± 0.81 a 4.60 ± 15.7 a 4.37 ± 9.66 a 2.70 ± 5.58 a Formulasi EC 0.50 ± 2.74 a 1.37 ± 5.14a 1.70 ± 5.88 b 0.43 ± 0.97 a 1.30 ± 4.56 a 1.63 ± 6.38 a 0.50 ± 0.90 b 1.07 ± 4.02 a Formulasi WP 0.03 ± 0.19 a 0.72 ± 2.81a 0.28 ± 0.65 b 0.14 ± 0.58 a 0.07 ± 0.26 a 1.93 ± 0.26 a 0.83 ± 2.16 b 0.89 ± 3.07 a BT 0.03 ± 0.18 a 0.13 ± 0.43a 0.70 ± 1.70 b 0.07 ± 0.25 a 0.30 ± 0.95 a 0.07 ± 0.25 a 1.30 ± 4.18 b 3.80 ± 8.68 a Deltametrin 0.03 ± 0.19 a 3.55 ± 10.5a 1.76 ± 5.44 b 0.83 ± 4.27 a 0.97 ± 3.91 a 1.45 ± 5.58 a 2.83 ± 5.69 b 0.75 ± 1.29 a

Dokumen yang terkait

Formulasi Ekstrak Tanaman Aglaia Odorata Dan Piper Aduncum Untuk Pengendalian Ulat Krop Kubis Crocidolomia Pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

0 2 46

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

0 5 50

Keefektifan ekstrak lima spesies piper (PIPERACEAE) untuk meningkatkan toksisitas ekstrak tephrosia vogelii terhadap hama kubis crocidolomia pavonana

0 3 11

Keefektifan ekstrak tephrosia vogelii, piper aduncum, dan campurannya untuk mengatasi hama plutella xylostella yang resisten terhadap insektisida komersial

0 3 18

Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana

1 11 52

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41

Pengembangan Potensi Insektisida Melur (Brucea javanica) untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae ) dan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae).

0 3 18

Synergistic action of mixed extracts of Brucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana - Repositori Universitas Andalas

1 1 7

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN FORMULASI EC CAMPURAN Piper aduncum dan Tephrosia vogelii TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana Fabricius (LEPIDOPTERA : CRAMBIDAE) SKRIPSI

0 0 44