Uji Aktivitas Penghambat Makan antifeedant Pengaruh Ekstrak Campuran T. vogelii : P. aduncum 1:5 terhadap

67 waktu retensi 18.30 menit, sedangkan senyawa-senyawa lain kelimpahannya di bawah 1. Tabel 4.1 Komponen senyawa yang terdeteksi pada ekstrak kasar Piper aduncum Waktu Retensi menit Nama senyawa Kemiripan Kelimpahan 7.24 Terpinena 98 0.13 7.49 3-Metilena 94 0.12 10.30 4-Terpinol 95 0.18 12.04 Piperiton 97 0.75 14.95 α-kopaena 99 0.29 16.09 Kariopilena 99 0.28 16.90 α-humulena 99 0.18 17.29 Naptalena 98 0.10 17.39 Pentadekana 98 0.98 17.68 -selinena 99 0.13 17.84 1H-siklopropana 95 0.13 18.30 1,3-Benzodioksol 97 2.23 18.79 Benzena 97 0.20 20.00 Kariopilena oksida 91 0.34 20.20 Veridiflorol 99 0.13 20.46 Fenol 98 0.12 21.13 Dilapiol 96 75.18 21.33 Metilendioksibenzofuran 93 0.33 21.44 1,6-Siklodekadiena 91 0.14 21.53 3-Heptadekana 99 0.16 21.71 -humulena 91 0.17 30.854 Asam oleat 91 0.12 30.99 Etil ester 99 0.42 31.07 Etil oleat 94 0.34 31.12 α-linolenat 99 0.39 31.40 Asam oktadekanoat 99 0.29 31.78 Neopitadiena 97 0.19 49.78 Heksakosena 97 0.12 51.81 Nonakosana 95 0.16 58.90 9-Heksakosena 99 0.23 Distilasi 500 gr buah P. aduncum memberikan hasil berupa minyak atsiri sebanyak 6.5 mL. Hasil identifikasi terhadap minyak atsiri P. aduncum ditemukan kurang lebih 21 jenis senyawa yang yang memiliki kandungan cukup tinggi Tabel 4.2. Dibandingkan dengan ekstrak kasar, minyak atsiri hasil distilasi cenderung lebih murni dibandingkan ekstrak kasar. Hal ini karena pelarut organik seperti etil asetat mengekstrak lebih banyak senyawa dibandingkan prosedur distilasi. Senyawa penyusun minyak hasil distilasi lebih sedikit jika dibandingkan dengan ekstrak kasar P. aduncum seperti tampak pada Gambar 4.3 dimana jumlah puncak yang muncul tidak sebanyak pada ekstrak kasar. Hal ini disebabkan karena distilasi hanya dapat mengekstrak senyawa-senyawa yang keluar melalui proses pemanasan dan terbawa uap air. 68 Minyak atsiri buah P. aduncum juga menunjukkan hal yang sama saat di analisis dengan GC-MS, yaitu senyawa utamanya adalah dilapiol dengan kelimpahan 79.36 kemudian diikuti oleh 1,3-Benzodioksol dan piperiton dengan kelimpahan berturut-turut 5.37 dan 2.45 Tabel 4.2. Guerrini et al. 2009 telah melakukan identifikasi terhadap minyak atsiri P. aduncum menggunakan GC-MS dan memperoleh 49 senyawa aktif dengan kelimpahan tertinggi adalah dilapiol 45.92 dan E-Ocimen 10.39. Tabel 4.2 Komponen senyawa yang terdeteksi pada minyak Piper aduncum hasil distilasi Waktu retensi menit Nama senyawa Kemiripan Kelimpahan 8.94 α-Pinena 96 0.83 9.57 3-Metilena 95 0.30 9.68 -Pinena 94 0.89 10.04 1-fellandrena 94 0.68 10.24 α-Terpinena 98 0.78 10.38 cis-osimena 95 0.38 10.47 dl-Limonena 96 0.58 10.55 Sabinena 94 0.68 10.61 -osimena 98 0.61 11.01 -Terpinena 96 0.61 11.67 α-Terpinolena 98 0.60 13.81 1-Terpinena 98 1.14 15.74 Piperiton 97 2.45 18.89 α-Kopaena 99 0.38 20.13 trans-kariofillena 99 1.01 20.99 α-Humulena 98 0.60 21.62 Metilena 98 0.82 22.35 1,3-Benzodioksol 98 5.37 25.12 Dilapiol 97 79.36 25.42 Metilendioksibenzofuran 87 0.27 26.08 1,3-Benzodioksol 96 0.81 Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa senyawa utama P. aduncum adalah dilapiol. Rali 2007 mengidentifikasi minyak atsiri P. aduncum menggunakan GC-MS dan mengidentifikasi 46 komponen dengan komposisi terbesar adalah dilapiol 4γ.γ0 kemudian diikuti -Cariopillena 8.3, Piperition 6.7, dan α-Humulen 5.1. Jantan et al. 1994 memperoleh hasil bahwa komponen utama yang ada pada minyak P. aduncum adalah dilapiol 64. Kandungan dilapiol pada minyak atsiri hasil distilasi P. aduncum yang berasal dari wilayah Dramaga, Bogor-Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan dilapiol P. aduncum asal Equador, Malaysia, dan Papua Nugini Jantan et al.1994; Guerrini et al.2009; Rali et al.2007. Kualitas dan kuantitas senyawa aktif tanaman di pengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah genetik tanaman dan kondisi lingkungan tumbuhnya Chiu 1985; Schoonhoven et al 2005 69 5 . 0 0 1 0 . 0 0 1 5 . 0 0 2 0 . 0 0 2 5 . 0 0 3 0 . 0 0 3 5 . 0 0 5 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 5 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 3 5 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 4 5 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 6 5 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 7 5 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 8 5 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 9 5 0 0 0 0 0 T i m e - - A b u n d a n c e T I C : D e s t i l a s i P . a d u n c u m . D Gambar 4.3 Kromatogram minyak Piper aduncum hasil distilasi

4.3.2 Aktivitas Penghambat Makan Antifeedant Esktrak Campuran

Selain bersifat toksik, campuran T. vogelii : P. aduncum 1:5 juga memiliki efek antifeedant. Efek antifeedant ini ikut menyumbang terhadap kematian serangga uji C. pavonana. Hasil pengujian ekstrak campuran menunjukkan persentase penghambatan semakin meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang diaplikasikan. Penghambatan pada konsentrasi 0.004 mencapai 16.21. Pada dua konsentrasi tertinggi yaitu 0.03 dan 0.06 , penghambatan makan yang terjadi mencapai 72.07 dan 94.82 Tabel 4.3. Tabel 4.3 Efek antifeedant ekstrak campuran T.vogelii : P. aduncum 1:5 terhadap ulat kubis C. pavonana Perlakuan Daun dikonsumsi 1 Penghambatan 1 Kontrol 0 8.88 a - C5 0.004 7.44 ab 16.21 ab C4 0.008 6.55 ab 26.24 ab C3 0.015 5.91 b 33.45 b C2 0.030 2.48 c 72.07 c C1 0.060 0.46 c 94.82 c 1 Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata uji Duncan, α=0.05 Jika dibandingkan dengan kontrol, persen daun perlakuan dikonsumsi menurun secara signifikan. Serangga tetap mengkonsumsi daun yang diberi perlakuan ekstrak campuran meskipun sangat sedikit, terutama pada konsentrasi tinggi. Perilaku makan daun beperlakuan kemudian berhenti setelah makan beberapa saat menunjukkan efek antifeedant sekunder. Miller dan Stricler 1984 menjelaskan bahwa sifat toksik senyawa tanaman terhadap serangga dapat berupa gangguan terhadap perkembangan serangga secara langsung intrinsik maupun tidak langsung ekstrinsik. Efek antifeedant yang dikandung tanaman dapat 70 dideteksi serangga melalui sistem indera efek antifeedant primer, atau mempengaruhi syaraf pusat serangga yang mengatur proses makan efek antifeedant sekunder. Pada penelitian sebelumnya Scott et al. 2005 menjelaskan bahwa senyawa sekunder yang berasal dari spesies Piperaceae bersifat antifeedant terhadap serangga. Morallo-Rejesus 1986 melaporkan bahwa ekstrak daun T. vogelii bersifat insektisida, antifeedant, dan repellent, terhadap larva P. xylostella. Tiga flavanon yaitu 5-hidroksisoderisin, 3-metilbutadienil-flavanon, 5- metoksisoronkokarpin diisolasi dari tiga spesies Tephrosia yaitu T. villosa, T. purpurea, dan T. vogelii . Komponen tersebut bersifat penolak makan serangga Spodoptera exemta dan S. littoralis Iwashina 2003. Wulan 2008 menyatakan bahwa selain mengakibatkan kematian, fraksi n-heksana daun T. vogelii juga memiliki efek antifeedant terhadap larva C. pavonana instar ke-2 sebesar 32.7- 79.6. Abizar dan Prijono 2010 menjelaskan ekstrak T. vogelii bunga ungu menghambat makan C. pavonana sehingga menghambat perkembangan larva C. pavonana.

4.3.3 Asimilasi Makanan C. pavonana

Hasil pengujian efisiensi makanan oleh larva C. pavonana yang diberi perlakuan ekstrak campuran T. vogelii : P. aduncum 1:5 tampak pada tabel 4.4. laju konsumsi LK dan laju konsumsi relative LKR larva C. pavonana yang diberi perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Larva uji memakan daun perlakuan seperti biasa tanpa terganggu oleh adanya komponen aktif yang berasal dari T. vogelii dan P. aduncum. Hal ini konsisten dengan pengujian efek antifeedant yaitu efek penghambatan tidak terjadi pada konsentrasi rendah. Pada konsentrasi 0.007 atau setara LC 25 laju konsumsi sebesar 0.005 mghari, begitu juga pada konsentrasi 0.014 yang setara LC 50 laju konsumsi tidak berkurang tetap sebesar 0.005mghari. Pada konsentrasi rendah jumlah bahan aktif yang masuk ke dalam tubuh serangga tidak cukup untuk mempengaruhi syaraf pusat agar memberi sinyal penghentian proses makan, konsisten dengan sifat antifeedant sekunder. Laju pertumbuhan larva uji tidak berbeda nyata dengan kontrol sedangkan laju pertumbuhan relatif larva yang diberi perlakuan mengalami penurunan yang signifikan tabel 4.4. Penurunan laju pertumbuhan relatif ini menunjukkan adanya toksisitas intrinsik yang masuk ke dalam tubuh larva C. pavonana dan mempengaruhi metabolisme larva C. pavonana sehingga berdampak pada pertumbuhannya. Meskipun pada konsentrasi rendah, bahan aktif yang masuk saat larva tetap memakan daun perlakuan akan mencapai titik akumulasi toksik, sehingga mengganggu pertumbuhan C. pavonana. Bahan aktif yang masuk berasal dari T. vogelii yaitu rotenon dan senyawa rotenoid lain yang bersifat insektisida seperti deguelin dan tefrosin Delfel et al. 1970; Gaskins et al. 1972; Lambert et al. 1993. Selain itu bahan aktif yang terkandung dalam P. aduncum yang bersifat racun syaraf dan bersifat sinergis juga mengganggu aktivitas fisiologi dan biokimia serangga Perry et al. 1998; Scoot et al. 2007. Penghambatan aktivitas enzim yang mendetoksifikasi senyawa racun menyebabkan bahan aktif yang bersifat insektisida dari kedua jenis ekstrak bekerja menuju sasaran dan menyebabkan kematian larva. Pada konsentrasi sub letal menyebabkan gangguan pertumbuhan relatif larva C. pavonana.

Dokumen yang terkait

Formulasi Ekstrak Tanaman Aglaia Odorata Dan Piper Aduncum Untuk Pengendalian Ulat Krop Kubis Crocidolomia Pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

0 2 46

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

0 5 50

Keefektifan ekstrak lima spesies piper (PIPERACEAE) untuk meningkatkan toksisitas ekstrak tephrosia vogelii terhadap hama kubis crocidolomia pavonana

0 3 11

Keefektifan ekstrak tephrosia vogelii, piper aduncum, dan campurannya untuk mengatasi hama plutella xylostella yang resisten terhadap insektisida komersial

0 3 18

Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana

1 11 52

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41

Pengembangan Potensi Insektisida Melur (Brucea javanica) untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae ) dan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae).

0 3 18

Synergistic action of mixed extracts of Brucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana - Repositori Universitas Andalas

1 1 7

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN FORMULASI EC CAMPURAN Piper aduncum dan Tephrosia vogelii TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana Fabricius (LEPIDOPTERA : CRAMBIDAE) SKRIPSI

0 0 44