20 Tabel 2.1 Potensi tumbuhan Brucea javanica, Piper aduncum, dan Tephrosia
vogelii
Aspek yang diamati
Brucea javanica Piper aduncum
Tephrosia vogelii Golongan
metabolit sekunder
Kuasinoid, turunan triterpenoid Guo et
al. 2005 Fenil propanoid
Harborne et al 1999 Isoflavonoid
Harborne et al 1999
Senyawa aktif utama
Bruseosida Guo et al. 2005
Piperamida Miyakado et al.
1989 Dilapiol Jantan et al.
1994; Bernard et al. 1995; Almeida et al.
2009 Rotenon, deguelin dan
tefrosin Delfel et al. 1970; Gaskins et al.
1972; Lambert et al. 1993
Target sasaran Menghambat aktivitas NADH
oksidase pada membran plasma
Morre et al.1998 Racun syaraf yang
mengganggu menutupnya membran
akson Miyakado et al. 1998
Menghambat aktivitas enzim sitokrom P450
Bernard et al. 1990 Menghambat transfer
elektron antara NADH dehidrogenase dan
koenzim Q pada kompleks I dari rantai
transpor elektron di dalam mitokondria
Hollingworth 2001
Aktivitas insektisida
menyebabkan kematian
pada Crocidolomia
pavonana dan Plutella. xylostella
Lina et al. 2008 Larva nyamuk Aedes
antropalpus Bernard et al. 1995
Larva C. pavonana Hasyim 2011;
Nailufar 2011; Februlita 2013
Kumbang Caryedon serratus Delobel dan
Malonga 1987
Berbagai serangga pemakan daun
Praksh dan Rao 1997 Mematikan P.
xylostella Morallo- Rejesus 1986
C. pavonana Wulan 2008; Abizar dan
Prijono 2010
Aktivitas antifeedant
Larva C. pavonana dan P. xylostella
Lina et al. 2008 Larva C. pavonana
Februlita 2013 Larva C. pavonana
Abizar dan Prijono 2010
Aktivitas lain Antitumor,
antimalaria, antivirus, herbisida
Guo et al. 2005 Menghambat
asimilasi makan Ostrinia nubilalis
Bernard et al. 1995 Menghambat
reproduksi Rhipicephalus
microplus Silva et al. 2009
Antifungi Almeida et al. 2009
Repelen terhadap kumbang
Callosobruchus maculates Boeke et
al. 2004
21
2.4 Potensi Campuran Ekstrak Tanaman
Insektisida nabati dapat digunakan dalam bentuk campuran dua jenis atau lebih ekstrak tumbuhan untuk meningkatkan efektivitasnya dibandingkan dengan
ekstrak tunggal. Selain itu pencampuran dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis tumbuhan sebagai bahan baku Dadang dan Prijono 2008. Penggunaan
insektisida dalam bentuk campuran lebih ekonomis bila campuran bersifat sinergis Stone et al. 1988, dapat meningkatkan spektrum aktivitas insektisida
Dadang dan Prijono 2008, dan dapat menunda timbulnya resistensi hama terhadap insektisida. Diharapkan juga dapat mengurangi pengaruh samping
terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan Prijono 2002.
Berdasarkan cara kerja komponennya, campuran dibagi menjadi dua jenis atau lebih insektisida yang memiliki cara kerja berbeda dan campuran yang
mengandung dua jenis atau lebih insektisida dengan cara kerja yang sama. Campuran insektisida yang mengandung dua jenis atau lebih bahan aktif dengan
cara kerja berbeda lebih sering digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis hama sekaligus selain dapat diterapkan untuk pengelolaan resistensi hama
terhadap insektisida Georghiou 1983.
Yuswanti 2002 menyebutkan bahwa campuran ekstrak Aglaia harmsiana dan Dysoxylum acutangulum menunjukkan efek sinergistik terhadap larva Plutella
xylostella dengan nisbah sinergistik pada LC
50
dan LC
95
masing-masing 3.3 dan1.1. Pada penelitian lain, Yunia 2006 melaporkan bahwa campuran ekstrak
P. retrofractum dan Swietenia mahogani 1:1 pada konsentrasi 0.05 –0.8 serta
campuran ekstrak P. retrofractum dan A. squamosa 3:7, 1:1, dan 7:3 pada konsentrasi 0.05
–0.8 dapat mematikan 100 larva C. pavonana. Saryanah 2008 melaporkan bahwa campuran ekstrak metanol buah Piper retrofractum dan
ekstrak metanol daun T. vogelii pada perbandingan konsentrasi 1:1 bersifat sinergistik lemah baik pada taraf LC
50
maupun LC
95
indeks kombinasi pada 72 JSP masing-masing 0.667 dan 0.507 dan perlakuan dengan campuran ekstrak
tersebut pada konsentrasi 0.1 menghambat perkembangan larva C. pavonana sebesar 97. Campuran ekstrak daun T. vogelii bunga ungu dan ekstrak buah P.
cubeba 5:9 bersifat sinergis terhadap larva C. pavonana, baik pada taraf LC
50
indeks kombinasi 0.245 pada 96 JSP maupun LC
95
indeks kombinasi 0.655 pada 96 JSP. Selain mengakibatkan kematian, perlakuan dengan ekstrak uji juga
bersifat sebagai penghambat makan sehingga menghambat perkembangan larva C. pavonana Abizar dan Prijono 2010.
2.5 Ekstraksi, Isolasi, dan Identifikasi Sumber Insektisida Nabati
Houghton dan Raman 1998 menjelaskan bahwa dasar pemilihan pelarut untuk ekstraksi bahan tanaman adalah kepolaran suatu molekul. Senyawa yang
bersifat polar akan dengan mudah diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar juga sebaliknya senyawa yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan
pelarut yang bersifat non polar, atau dikenal dengan prinsip likes disolve likes.
Kepolaran pelarut terkait dengan adanya gugus hidroksil alkohol dan karbonil keton yang mengelompokkan pelarut menjadi pelarut polar.
Keberadaan gugus hidrokarbon dalam akan mengelompokkan pelarut sebagai pelarut non polar. Selain sifat pelarut, kemudahan di peroleh, harga pelarut, dan
ketersediaan di pasar menjadi pertimbangan juga dalam pemilihannya. Pelarut seperti heksana, kloroform, etil asetat, dan metanol termasuk pelarut yang mudah
22 ditemui ditoko bahan kimia, baik dalam bentuk murni maupun dalam bentuk hasil
distilasi. Pelarut ini paling sering digunakan dalam ekstraksi karena penanganannya lebih mudah jika dibandingkan pelarut lainnya. Pada Tabel 2.2
dapat dilihat susunan pelarut dari yang bersifat non polar sampai bersifat polar.
Beberapa metode ekstraksi yang sering dilakukan untuk mendapatkan produk dari tumbuhan adalah metode perendamanmaserasi, perkolasi, refluks,
soksletasi, dan distilasi Houghton dan Raman 1998. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan, penggunaannya disesuaikan dengan bahan
tumbuhan yang akan diekstrak, kandungan air bahan tersebut, jenis dan sifat senyawa tersebut polarnonpolar. Metode maserasi atau perendaman T. vogelii
dan P. aduncum yang memberikan hasil ekstrak dengan aktivitas terbaik adalah 3x perendaman. Hasil ekstrak T. vogelii dan P. aduncum berturut-turut 5.65 dan
10.711. T. vogelii 0.14 mampu mematikan 53 larva C. pavonana dan P. aduncum 0.10 mampu mematikan 38.5 larva C. pavonana Nailufar 2011.
Tabel 2.2 Jenis-jenis pelarut berdasarkan penambahan tingkat kepolarannya No
Pelarut 1
Heksana, petrolium 2
Benzena, toluena 3
Dietileter 4
Kloroform, diklorometana 5
Etilasetat 6
Butanon metil etil keton 7
Aseton 8
Butanol 9
Etanol 10
Metanol 11
Air 12
Asam, basa dalam cairan
Sumber: Houghton dan Raman 1998
Pemilihan pelarut mengacu pada penelitian sebelumnya. Ekstraksi bertingkat B. javanica yang dilanjutkan dengan pengujian terhadap C. pavonana
menunjukkan bahwa ekstrak heksana tidak aktif terhadap serangga uji, ekstrak etil asetat mematikan 100 serangga uji, sedangkan ekstrak metanol mematikan
31.11 serangga uji. Kombinasi pelarut etil asetat : metanol 9:1 memberikan hasil ekstrak maksimal dan aktivitas yang baik terhadap serangga uji C. pavonana
Lina et al. 2010. Abizar dan Prijono 2010; Nailufar 2011; Lago et al. 2009; Flores et al.2009 menggunakan etil asetat untuk ekstraksi T. vogelii dan P.
aduncum. Selain ekstraksi dengan pelarut organik, proses distilasi memberikan hasil maksimal untuk memperoleh senyawa dillapiol pada P. aduncum dengan
kemurnian 79.9 Almeida et al. 2009.
Tahapan selanjutnya untuk memperoleh senyawa yang lebih murni adalah proses isolasi. Menurut Houghton dan Raman 1998 ada dua metode sederhana
yang dapat digunakan pada tahap isolasi. Metode pertama adalah partisi yang terdiri dari solvent-solvent extraction dan presipitasi. Metode yang kedua adalah
fraksinasi yang terdiri dari kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Senyawa yang relatif murni dilanjutkan dengan prosedur identifikasi untuk
melihat senyawa penyusun suatu ekstrak. Identifikasi dapat dilakukan