Ekstraksi, Isolasi, dan Identifikasi Sumber Insektisida Nabati

25 Dono et al. 2006 menghadapi kendala pengembangan insektisida nabati berbahan Aglaia odorata karena sifat ekstrak dan fraksi yang fitotoksik terhadap tanaman brokoli dan kedelai. Fitotoksisitas juga terjadi pada bibit caisin dan kedelai yang diaplikasi dengan ekstrak metanol C. soulattri, tetapi gejala fitotoksisitas berkurang dengan bertambahnya umur tanaman Syahputra et al. 2005.

2.6.3 Keamanan Formulasi terhadap Musuh Alami

Konsep jasa ekosistem didasarkan pada kompleksitas dan atau kekayaan spesies pada ekosistem. Intensifikasi jasa ekosistem mengoptimalkan keberadaan organisme yang ada agar berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam budidaya pertanian sehingga mencapai produksi maksimal dan minim dampak terhadap lingkungan Bommarco 2013. Musuh alami adalah organisme yang berada dalam ekosistem pertanian dan berinteraksi dengan serangga inang. Pengendalian serangga hama yang sekaligus merupakan inang musuh alami sebaiknya minim dampak negatif terhadap musuh alami itu sendiri. Oleh karena itu keamanan formulasi terhadap musuh alami perlu diuji untuk mengetahui bahwa formulasi yang digunakan dalam pengendalian kompatibel dan tidak menyebabkan dampak negatif terhadap musuh alami. Selain itu, keamanan formulasi terhadap musuh alami juga merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk pendaftaran insektisida yang berasal dari tanaman sebelum dikomersilkan Komisi Pestisida 2000. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa ekstrak tanaman relatif aman terhadap musuh alami jika dibandingkan dengan pestisida sintetik Schmutterer 1997; Dono et al. 1999; Sudarmo et al. 2001. Ekstrak ranting A. odorata kompatibel dengan parasitoid Eriborus argenteopilosus dalam pengendalian hama Gambar 2.3 Tipe ikatan pikrasan senyawa 1-3 dan ikatan kaparinon senyawa 4-6 pada quasinoid yang diisolasi dari Castella texana Kuasin 1 Neokuasin 2 Pikrasin 3 Kaparinon 4 Glaukarubolon 5 Holakanton 6 26 C. pavonana di lapangan Dono 2004. Syahputra 2005 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa aplikasi pestisida nabati berbahan C. soulattri kompatibel dengan musuh alami parasitoid E. argenteopilosus. Hal ini terkait dengan respons serangga uji terhadap senyawa aktif insektisida yang dipengaruhi oleh jenis senyawa, dan intensitas pemaparan Matsumura 1985. Dono 2004 menjelaskan bahwa senyawa rokaglamid aman terhadap musuh alami E. argenteopilosus karena kutikula imago parasitoid relatif lebih tebal dan keras akibat kandungan khitin yang tinggi, sehingga bahan aktif sulit masuk ke dalam tubuh imago parasitoid. Selain itu sifat insektisida kebanyakan ekstrak tanaman adalah racun perut dibandingkan racun kontak Prijono 1999. 2.7 Aspek Fisiologi 2.7.1 Asimilasi Makanan Dalam interaksi internal serangga-tanaman ada beberapa tahapan yang dilalui oleh serangga yaitu penemuan habitat inang, penemuan inang, pengenalan inang, penerimaan inang, dan kesesuaian inang Kogan 1982, Scoonhoven 2005. Pada fase penemuan habitat inang dan penemuan inang, serangga memanfaatkan warna tanaman yang terdeteksi oleh mata visual serta senyawa kimia yang bersifat volatile yang terdeteksi oleh organ penciuman antena. Setelah serangga melewati fase penemuan habitat inang dan inang, ada pertimbangan dalam memilih tanaman inang berupa stimulus sebagai nutrisi, racun, atau keberadaan metabolit sekunder Schoonhoven 2005. Pada serangga terdapat sistem kemoreseptor berupa gustatori dan olfaktori. Sistem gustatori terdiri dari 2 sensila stilokonika pada galea masing- masing maksila. Masing-masing sensila tersebut memiliki spesifikasi deteksi air, garam, sukrosa, glukosa, inositol, dan senyawa kimia sekunder. Olfaktori terutama yang terdapat pada organ antena dan palpus maksila. Pada masing- masing antena terdapat 16 sel olfaktori, dan pada masing-masing palpus terdapat 19 sampai 24 sel olfaktori Dethier 1970. Informasi diterima oleh syaraf pusat dalam bentuk pesan dengan pola khusus. Setelah menerima impuls, sistem syaraf pusat akan memproses berbagai impuls tersebut dan memerintahkan organisme untuk menerima atau menolak suatu makanan. Input mungkin akan menyebabkan suatu spesies tanaman diterima dan lainnya ditolak. Atau bisa juga pada konsentrasi zat tertentu pada tanaman tertentu di terima dan pada konsentrasi lainnya di tolak. Formulasi B. javanica menunjukkan efek penghambatan makan mencapai 100 pada konsentrasi tinggi yaitu LC 85 , tetapi pada konsentrasi rendah yaitu LC 5 justru menunjukkan efek perangsang makan Lina et al. 2010. Serangga kemudian memasuki tahap penerimaan inang sampai pada fase kesesuaian inang. Indikator yang menentukan kesesuaian serangga dengan inang tersebut antara lain nutrisi yang terkandung dalam tanaman inang berupa karbohidrat, protein, lemak dan asam amino. Faktor pembatas bagi serangga adalah keberadaan senyawa metabolit sekunder tanaman Fraenkel 1969. Serangga juga membangun pertahanan terhadap metabolit sekunder tanaman berupa adaptasi biokimia terkait sistem pencernaan dan asimilasi makanan. Kategori nutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu makanan merupakan informasi yang berasal dari hasil pencernaan. 27 Schoonhoven 2005 menjelaskan bahwa kesesuaian serangga dengan tanaman inang akan mempengaruhi kebugaran serangga dan keturunannya. Semakin baik kualitas tanaman bagi serangga serta tercukupi kuantitasnya maka serangga akan mencapai kondisi optimal. Sebaliknya jika makanan tersebut tidak sesuai dalam arti bersifat antifeedant dan atau bersifat insektisida. Pada saat tidak ada pilihan maka serangga akan terpaksa memakan makanan yang tidak sesuai untuk bertahan hidup atau memutuskan tidak makan sama sekali. Keputusan yang diambil serangga akan menimbulkan konsekuensi berupa penghambatan pertumbuhan dan perkembangan bahkan kematian. Pengujian asimilasi makanan dengan metode gravimetri Waldbauer 1968 dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak campuran terhadap asimilasi makanan oleh serangga C. pavonana. Parameter yang diamati adalah Laju Konsumsi LK, Laju Konsumsi Relatif LKR, Laju Pertumbuhan LP, Laju Pertumbuhan Relatif LPR, Daya Cerna DC, Efisiensi Konversi Makanan Dikonsumsi EMK, dan Efisiensi Konversi Makanan Dicerna EMC. Fraenkel 1969 telah melakukan beberapa percobaan asimilasi makanan terhadap Prodenia eridania instar 5 pada beberapa spesies tanaman dari 7 famili yang berbeda yaitu Leguminosae, Malvaceae, Compositae, Serophulariaceae, Ulmaceae, Violaceae dan Solanaceae. Selanjutnya dijelaskan bahwa metabolit primer pada setiap tanaman hampir sama, yang membedakannya adalah metabolit sekunder tanaman. Keberadaan senyawa sekunder secara langsung mempengaruhi asimilasi makanan oleh serangga. Wiyantono et al. 2001 melaporkan bahwa fraksi diklorometana biji A. harmsiana mempengaruhi berbagai sifat biologi C. pavonana termasuk menurunkan keperidian dan reproduksi telur imago betina. Perlakuan fraksi tersebut secara kontak pada LD 25 menurunkan laju pertumbuhan, efisiensi konversi makanan dikonsumsi, dan efisiensi konversi makanan dicerna larva instar ke-3 C. pavonana. Lina et al.2006 melaporkan bahwa fraksi aktif A. harmsiana yang dicampur pada pakan buatan pada LC 10 dan LC 25 menurunkan laju pertumbuhan sebesar 33 dan 67 meskipun laju konsumsi tidak terpengaruh pada Spodoptera litura.

2.7.2 Aktivitas Enzim Detoksifikasi pada Serangga

Dethier 1970 menjelaskan adaptasi serangga untuk mengatasi toksin yang masuk ke dalam tubuhnya adalah dengan melakukan modifikasi metabolisme dengan enzim spesifik dan mekanisme detoksifikasi. Senyawa sekunder yang masuk melalui makanan ke dalam tubuh serangga akan didetoksifikasi melalui sistem adaptasi fisiologi dan enzim detoksifikasi Scoonhoven 2005. Enzim detoksifikasi dalam sistem enzim adalah meningkatkan kelarutan suatu komponen asing xenobiotic dalam air sehingga mudah untuk membuangnya melalui sistem ekskresi. Proses detoksifikasi enzim tersebut dibagi oleh toksikolog menjadi dua bagian besar yaitu: fase 1 meliputi reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah senyawa asing menjadi senyawa molekul hidrofilik. Pada fase 2: terjadi konjugasi produk yang dihasilkan pada fase 1 dengan glukosa, gluthation, dan berbagai asam amino sehingga siap untuk dieksresikan. Sebagian besar serangga herbivora menetralisir alelokimia tanaman melalui degradasi secara enzimatik. Enzim yang paling sering dipelajari dan efektif memetabolisme racun adalah sitokrom P450-monooksigenase yang disebut

Dokumen yang terkait

Formulasi Ekstrak Tanaman Aglaia Odorata Dan Piper Aduncum Untuk Pengendalian Ulat Krop Kubis Crocidolomia Pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

0 2 46

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Perbandingan kandungan senyawa rotenoid dan aktivitas insektisida ekstrak Tephrosia vogelii terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana

0 5 50

Keefektifan ekstrak lima spesies piper (PIPERACEAE) untuk meningkatkan toksisitas ekstrak tephrosia vogelii terhadap hama kubis crocidolomia pavonana

0 3 11

Keefektifan ekstrak tephrosia vogelii, piper aduncum, dan campurannya untuk mengatasi hama plutella xylostella yang resisten terhadap insektisida komersial

0 3 18

Kesesuaian Ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk Meningkatkan Toksisitas Ekstrak Tephrosia vogelii terhadap Ulat Krop Kubis, Crocidolomia pavonana

1 11 52

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41

Pengembangan Potensi Insektisida Melur (Brucea javanica) untuk Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae ) dan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae).

0 3 18

Synergistic action of mixed extracts of Brucea javanica (Simaroubaceae), Piper aduncum (Piperaceae), and Tephrosia vogelii (Leguminosae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana - Repositori Universitas Andalas

1 1 7

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN FORMULASI EC CAMPURAN Piper aduncum dan Tephrosia vogelii TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana Fabricius (LEPIDOPTERA : CRAMBIDAE) SKRIPSI

0 0 44