11 dalam sistem produksi tanaman. Organisme yang ada di alam berkontribusi baik
langsung maupun tidak langsung terhadap produksi pertanian, sehingga dapat menekan selisih hasil potensial dengan hasil aktual. Implementasi di lapangan
antara lain adalah penerapan pengendalian hama terpadu, konservasi penyiapan lahan, diversifikasi rotasi tanaman dan penutup tanah mulsa, penggunaan pupuk
dan insektisida yang ramah lingkungan. Di luar lapangan adalah dengan peningkatan kuantitas habitat seminatural dan peningkatan penelitian di bidang
pertanian. Pertanian yang produktif, stabil, dan kokoh ketika diterpa pengaruh lingkungan merupakan tujuan pertanian di masa mendatang.
Selain perubahan iklim dan kecukupan pangan, pasar global yang saat ini masuk tanpa bisa dicegah turut memberi tekanan yang bersifat tidak langsung di
sektor pertanian. Pasar global membuat batas-batas antar negara semakin menipis dan terintegrasinya pasar domestik dengan pasar internasional. Peluang pasar
internasional semakin terbuka bagi produk dalam negeri begitu juga sebaliknya. Kualitas produk menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi agar dapat bersaing
dengan produk dari negara lain. Organisasi perdagangan internasional world trade organization WTO mengatur hal tersebut dengan membuat persetujuan sanitary
and phytosanitry SPS. SPS berisi perjanjian untuk memperlakukan peraturan sanitasi dan phitosanitasi guna melindungi keselamatan dan kesehatan konsumen,
hewan, tanaman, dan lingkungan hidup yang dilandasi oleh perinsip kajian ilmiah untuk kelancaran perdagangan komoditi pertanian pangan Dirjen Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2004.
Di negara berkembang produktivitas pertanian mendekati level maksimum, tetapi masih tergantung pada input eksternal seperti pupuk dan
pestisida sintetik yang membebani biaya produksi. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangan serangga lebih banyak terjadi pada ekosistem pertanian
dibandingkan dengan di alam. Meskipun insektisida sintetik digunakan secara intensif, kehilangan hasil akibat serangan serangga di Amerika mencapai 13,
sedangkan persentase kehilangan hasil seluruh dunia berkisar 15 atau lebih Schoonhoven 2005. Penggunaan insektisida sintetik tidak dapat mengatasi
kehilangan hasil dalam budidaya pertanian, bahkan menyebabkan dampak negatif yang merugikan seperti resistensi dan resurjensi hama sasaran, terbunuhnya
musuh alami dan organisme bukan sasaran lainnya, pencemaran lingkungan serta bahaya residu pada hasil panen Metcalf 1982. Bahkan diketahui insektisida
tertentu seperti DDT dan BHC dapat merangsang perkembangan sel kanker, misalnya kanker kulit, kanker hati, kanker paru, dan kanker limfa Matsumura
1985; Kuroki 1998.
Uraian mengenai perlindungan kesehatan konsumen dalam SPS, dapat diterjemahkan sebagai perlindungan dari resiko produk pertanian atau makanan
yang terkontaminasi residu pestisida. Negara maju membatasi penggunaan pestisida sintetik, terutama untuk produk pertanian pangan. Di Kanada, Badan
yang berwenang terhadap kesehatan manusia dan lingkungan melarang penggunaan beberapa insektisida sintetik di beberapa kota tertentu. Pemerintah
federal mengeluarkan aturan untuk membuat pestisida yang beresiko rendah atau pestisida non konvensional. Di Amerika juga terjadi perubahan peraturan terkait
proses pendaftaran pestisida yang lebih mendukung produk dengan resiko rendah, yang mensyaratkan produk generally regarded as safe GRAS dan mengizinkan
pendaftaran biopestisida dan pestisida nabati dalam kategori berbeda dari
12 pestisida konvensional. Ke depannya produk pestisida nabati diterima dan
disarankan untuk pertanian organik yang tidak mengizinkan penggunaan pestisida sintetik Scott et al 2007. Pada pertanian organik, organisme pengganggu
tanaman OPT diatasi dengan teknologi ramah lingkungan yang sesuai dengan prinsip kesehatan dan ekologi Mayrowani 2012. Dalam Undang-Undang nomor
12 tahun 1992 disebutkan, penggunaan insektisida nabati adalah salah satu alternatif pengendalian yang memenuhi kriteria ramah lingkungan.
Solusi yang tepat sangat diperlukan terkait persoalan perubahan iklim dan adaptasi sektor pertanian, tuntutan kualitas produk di pasar global,
berkembangnya pertanian organik, dan serangan hama C. pavonana. Penggunaan insektisida nabati dapat dijadikan alternatif pengendalian karena kelompok
insektisida ini bersifat lebih spesifik bila dibandingkan dengan insektisida sintetik, tidak mencemari lingkungan fisik karena mudah terurai di alam, dan tidak cepat
menimbulkan resistensi, serta aman terhadap musuh alami Coats 1994; Prakash dan Rao 1997; Isman 2006.
2.2 Potensi Senyawa Sekunder Tanaman
Senyawa primer dan sekunder dihasilkan oleh tanaman melalui lima jalur biosintesis, yaitu metabolisme gula, lintasan asetat malonat, lintasan asetat
mevalonat, lintasan sikimat, dan metabolisme asam amino Vickery dan Vickery 1981; Kaufman et al 1998. Metabolit primer utama pada tanaman adalah protein,
karbohidrat, dan lemak yang secara keseluruhan berperan dalam proses fisiologi tanaman, sedangkan metabolit sekunder dianggap sebagai waste product yang
tidak memiliki arti penting bagi kebutuhan nutrisi Vickery dan Vickery 1981. Saat ini diketahui bahwa metabolit sekunder tanaman juga berperan dalam
metabolisme primer tanaman. Sebagai contoh, Catharanthus roseus mengandung lebih dari 100 monoterpenoid indol alkaloid, dan Vitis vinifera mengakumulasikan
lebih dari 200 aglikon yang berkonjugasi dengan gula. Keberadaan metabolit sekunder banyak berperan dalam sistem pertahanan tanaman terhadap serangga
dan organisme pengganggu tanaman OPT lainnya Schoonhoven 2005.
Berdasarkan jalur pembentukannya, metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi: 1 senyawa mengandung nitrogen, 2 terpenoid, 3 komponen fenolik,
dan 4 komponen asetilen Schoonhoven 2005. Alkaloid merupakan komponen yang mengandung nitrogen yang dibedakan berdasarkan asam amino prekursor
pembentuknya yaitu lisine, tirosin, triptofan, histidin, dan ornitin. Alkaloid ini memiliki ciri yaitu rasa yang pahit dan kebanyakan bersifat deterent bahkan
toksik bagi serangga. Sekitar 20 angiosperma memproduksi alkaloid untuk melindungi biji dari serangan serangga atau musuh alami lainnya. Nikotin dari
Nicotiana rustica dan N. tabacum bersifat toksik terhadap serangga melalui pengikatan reseptor asetilkolin pada sistem syaraf serangga Prakash dan Rao
1997.
Terpenoid merupakan kelompok terbesar dari metabolit sekunder 30.000 jenis. Terpenoid dibentuk melalui lintasan mevalonat menjadi sesquiterpen,
triterpen, sterol, dan politerpen. Terpenoid ditemukan pada tanaman dalam bentuk campuran yang kompleks. Salah satu contoh terpenoid adalah Kuasinoid yaitu
turunan triterpenoid yang mengalami oksidasi dan degradasi pada sejumlah rantai karbonnya sehingga memiliki atom karbon yang jumlahnya kurang dari 30
Harbone 1999. Leskinen et al. 1984 mempublikasikan bahwa kuasin X bersifat
13 antifeedant terhadap larva instar 4 kumbang Epilachna varivestis Coleoptera:
Coccinellidae dan larva instar 5 Spodoptera eridania Lepidoptera: Noctuidae. Jacobson 1990 melaporkan bahwa ekstrak aseton dari seluruh bagian tanaman
Ailanthus altissima menghambat perkembangan larva kumbang Popilia japonica Coleoptera: Scarabaeidae.
Senyawa fenol memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih kelompok hidroksil banyak dijumpai pada tanaman. Yang paling banyak ditemukan adalah
flavonoid dan disimpan di vakuola sel. Flavonoid diklasifikasikan menjadi: flavon luteolin, flavanon naringenin, flavonol kaemperol, antosianin, dan kalkon.
Flavonoid biasanya memberi warna pada tanaman dan bersifat toksik dan feeding deterent bagi serangga, contoh yang paling terkenal adalah rotenon. Sebaliknya
ada juga beberapa serangga monofag dan polifag menjadikan flavonoid sebagai sinyal penemuan inang dan merangsang makan. Akar tuba Derris elliptica
merupakan salah satu sumber rotenon yang banyak digunakan untuk pengendalian hama dan sebagai racun ikan Matsumura 1985.
Komponen asetilen banyak ditemukan pada tanaman Asteraceae dan Apiaceae dan bersifat toksik terhadap serangga. Komponen lain yang ditemukan
pada sebagian kecil tanaman adalah Glukosinolat dan Sianogenik. Glukosinolat pada tanaman famili Brassicaceae bersifat toksik bagi serangga generalis dan
spesialis yang hidup ditanaman lain, sebaliknya bersifat perangsang makan dan peletakkan telur bagi serangga spesialis yang hidup pada famili Brassicaceae.
Diperkirakan ada 11 dari seluruh tanaman yang ada mengandung sianogenik, senyawa ini berpotensi sebagai feeding deterrent bagi beberapa serangga.
Pemanfaatan metabolit sekunder tanaman sebagai agen pengendalian serangga hama telah diketahui sejak zaman Yunani dan Romawi, jauh sebelum
era insektisida sintetik. Pada zaman Yunani dan Romawi klasik ampas zaitun, mentimun liar, dan bawang putih digunakan untuk mengendalikan beberapa jenis
hama tanaman, termasuk ulat dan belalang Smith dan Secoy 1975. Piretrin, nikotin, dan rotenon merupakan bahan aktif penting insektisida nabati yang sering
digunakan dalam pengendalian hama di berbagai bagian dunia sebelum tergeser oleh insektisida sintetik pada tahun 1950-an awal masa keemasan insektisida
sintetik. Saat ini perkembangan insektisida nabati semakin pesat seiring dengan kesadaran akan bahaya residu pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan.
Perkembangan itu ditandai dengan insektisida nabati berbahan aktif azadirahtin dari mimba yang telah diproduksi secara komersial Schmutterer 1995.
2.3 Bioaktivitas Insektisida Nabati terhadap Serangga
Metabolit sekunder tanaman memiliki fungsi allelokemik, yaitu senyawa kimia yang menghubungkan dua organisme dari jenis yang berbeda. Kogan
1982 membagi allelokimia menjadi dua bagian besar yaitu allomon dan kairomon. Allomon memberikan keuntungan bagi organisme yang menghasilkan
dalam hal ini tumbuhan karena dapat mengganggu perilaku pemilihan tanaman oleh serangga atau disebut antisenotik dan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan serangga atau disebut antibiotik. Kairomon memberikan keuntungan bagi organisme yang menerimanya berupa orientasi ke tanaman,
memperlambat dan menghentikan gerakan, merangsang makan, dan merangsang peletakan telur.
14 Lebih dari 2400 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 235 famili
dilaporkan mengandung bahan pestisida Grainge dan Ahmed 1988. Bahan pestisida pada tanaman mempengaruhi serangga dengan sifatnya sebagai
antifeedant, pengaruh letal, penghambat peneluran, aktivitas pengaturan pertumbuhan, dan aktivitas penghambat reproduksi. Sifat ini bekerja secara
tunggal atau gabungan dari beberapa sifat.
Pengaruh letal dimiliki oleh sebagian besar senyawa tumbuhan, kematian serangga terjadi ketika senyawa tersebut masuk melalui pencernaan atau masuk
melalui kutikula efek kontak. Kematian yang cepat terjadi pada serangga yang diberi perlakuan piretrin karena fungsi saluran ion Na
+
pada akson syaraf terganggu Matsumura 1985. Banyak senyawa tumbuhan bersifat menghambat
makan bagi serangga, seperti senyawa dari golongan terpenoid, alkaloid, quinon dan flavonoid Harborne 1999. Contoh yang paling terkenal adalah penghambat
makan dari golongan terpenoid yaitu azadirakhtin yang telah di formulasi secara komersial Schmutterer 1995. Penghambatan makan menyebabkan serangga
makan sedikit atau tidak makan sama sekali, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Lina et al. 2006 melaporkan penghambatan
pertumbuhan dan perkembangan Spodoptera litura yang diberi perlakuan fraksi aktif Aglaia harmsiana Meliaceae. Aktivitas lain yang ditemukan pada senyawa
dari tumbuhan adalah penghambat peneluran. Bagi serangga, strategi ini merupakan upaya imago untuk menjaga kelangsungan hidup keturunannya,
sebagai contoh ekstrak daun kenikir Cosmos caudatus Asteraceae pada konsentrasi 0.5 menghambat peneluran seluruh imago betina C. pavonana
dengan persen penghambatan 94.5 Suhaendah 2001. Berbagai efek yang ditimbulkan oleh senyawa tumbuhan dapat menyebabkan penghambatan
reproduksi berupa lama hidup yang menurun dan rendahnya produksi telur oleh imago betina. Penghambatan reproduksi ini bisa juga disebabkan oleh sifat
ekstrak itu sendiri. Syahputra et al. 2002 menyebutkan bahwa senyawa aktif Dysoxylum acutangulum yang masuk ke dalam tubuh larva C. pavonana dapat
menurunkan reproduksi imago betina akibat terganggunya hormon juvenil dan atau hormon ekdison yang mengendalikan proses reproduksi.
Tumbuhan yang diketahui memiliki potensi insektisida diantara banyak tanaman lainnya adalah Brucea javanica [L.] Mer Simaroubaceae, Tephrosia
vogelii J. D. Hooker Leguminosae, dan Piper aduncum L Piperaceae.
2.3.1 Brucea javanica [L.] Mer Simaroubaceae
Famili Simaroubaceae dikenal secara luas sebagai tanaman dengan khasiat obat Padua dan Bunyapraphatsara 1999. Tanaman ini dicirikan dengan rasa
pahit yang bersumber dari senyawa kuasinoid yang umumnya terkandung hampir di seluruh bagian tanaman. Kuasinoid merupakan turunan triterpenoid yang
mengalami oksidasi dan perubahan pada sejumlah rantai karbonnya sehingga memiliki atom karbon yang jumlahnya kurang dari 30 Harbone 1999. Kuasinoid
pertama yang berhasil diisolasi para ahli pada awal tahun 1930-an adalah komponen kuasin dari kayu Quassia amara. Kemudian isolasi kuasinoid terus
berkembang setelah tahun 1960-an sejak ditemukan teknik fisika modern seperti Nuclear Magnetic Resonance NMR. Sebagai contoh, Polonsky 1979 berhasil
mengisolasi kuasinoid C
25
dari daun Samadera tomentosa menggunakan data spektrum dan analisis kristal tunggal sinar-X. Hingga saat ini lebih dari 150