28 juga polisubstrat monooksigenase PSMOs atau mixed-function oksidase
MFOs Dauterman et al. 1978. Genom setiap serangga membawa kurang lebih 100 gene P450. Hal ini menjelaskan keragaman pada struktur enzim P450 yang
membentuk fungsi dasarnya pada banyak jalur metabolik. Sitokrom P450 pada saat berikatan dengan karbon-monoksida di mikrosom akan membetuk komplek
tereduksi yang memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 450 nm. Sitokrom P450 menggunakan perbedaan koefisien ekstensi 91 cm
-1
mM
-1
sedangkan sitokrom b5 pada kondisi direduksi menunjukkan pita pada 424 nm. Spektrum oksidasi versi reduksi dapat digunakan untuk menghitung jumlah
sitokrom b5 menggunakan koefisien ekstinsi 184cm
-1
mM
-1
Kranthi 2005. Ketika serangga terpapar oleh racun, maka enzim detoksifikasi akan
meningkat dalam hitungan menit. Fenomena ini disebut sebagai fenomena induksi, contohnya Peridroma saucia menunjukkan aktivitas P450 yang rendah
saat dipelihara pada pakan buatan. Setelah makan pada daun peppermint aktivitasnya meningkat 45 kali lebih tinggi Schoonhoven et al. 2005. Piperine
yang berasal dari Famili Piperaceae menginduksi fase 1 sitokrom b5, sitokrom P450 dan fase 2 glutathione S-transferase GST, asam sulfohidril,
melondialdehid MDA enzim PSMO Perry et al. 1998; Scoot et al. 2007. Perlakuan Drosophilla. melanogaster dengan ekstrak P. nigrum meningkatkan
regulasi transkripsi sitokrom P450 pada fase I yaitu metabolism gen Cyp 6a8, Cyp 9b2, dan Cyp 12d1. Begitu juga dengan gluthathion-S-transferase pada fase II
yaitu metabolisme gen Gst-S1 Jensen et al.2006a.
Famili Piperaceae diketahui memiliki sifat sinergis jika dicampurkan dengan ekstrak lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa lignan yang
mengandung gugus metilendioksifenil yang dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450, yang dapat menurunkan daya racun senyawa asing termasuk
insektisida Metcalf 1967; Bernard et al. 1989. Menurut Bernard et al. 1990 dilapiol yang berasal dari P. aduncum dapat menghambat aktivitas enzim
sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom sel-sel saluran pencernaan larva penggerek batang jagung O. nubilalis. Oleh karena itu, ekstrak P. aduncum yang
mengandung dilapiol berpotensi sinergis bila dicampurkan dengan ekstrak tumbuhan lain. Sifat sinergis ini sangat menguntungkan untuk pengembangan
insektisida nabati sebagai alternatif pengendalian di masa yang akan datang. Pencampurannya dengan ekstrak lain akan dapat meningkatkan bioaktivitas
senyawa tanaman terhadap serangga target.
2.8 Permasalahan Hama Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella
C. pavonana dan P. xylostella merupakan hama penting pada tanaman Brassicaceae seperti kubis, sawi, petsai, lobak, dan brokoli. Daerah persebaran
hama ini meliputi Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia, dan Kepulauan Pasifik Kalshoven 1981.
C. pavonana cenderung memakan bagian krop dan titik tumbuh, sehingga tanaman tidak dapat membentuk krop yaitu bagian yang dipanen, sedangkan P.
xylostella cenderung menyerang daun. Daun yang terserang akan mengalami kerusakan sehingga mempengaruhi fotosintesis sehingga mempengaruhi kualitas
dan kuantitas hasil. Serangan kedua hama tersebut dapat menimbulkan kerugian hingga 100 apabila tidak dilakukan pengendalian, terutama pada musim
kemarau Sastrosiswojo dan Setiawati 1993.
29 Berbagai upaya pengendalian terhadap hama C. pavonana dan P.
xylostella telah dilakukan, namun pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida sintetik merupakan cara yang paling sering digunakan petani untuk
mengendalikan hama tersebut baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Sastrosiswojo 1995; Rauf et al. 2005. Ketergantungan akan pestisida sintetik ini
menimbulkan kerugian jangka panjang dan jangka pendek di berbagai sisi kehidupan seperti pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, residu insektisida
dan membuat masalah hama menjadi kompleks dengan munculnya resisitensi, resurjensi, dan hama sekunder Metcalf 1986; Perry et al. 1998.
Dalam usaha pengendalian hama utama kubis muncul dilema yang saat ini masih terjadi di lapangan. Hama P. xylostella sejauh ini dapat dengan efektif
dikontrol oleh musuh alaminya Diadegma semiclausum, sedangkan C. pavonana belum ditemukan musuh alami yang efektif karena kemampuan C. pavonana
untuk mengenkapsulasi larva parasitoid E. argenteopilosus. Apabila petani hanya menggunakan musuh alami D. semiclausum untuk mengendalikan P. xylostella
maka akan terjadi ledakan hama C. pavonana. Jika petani menggunakan pestisida sintetik untuk mengendalikan C. pavonana maka musuh alami P. xylostella yaitu
D. semiclausum akan mati akibat residu pestisida.
Metode pengendalian hama C. pavonana yang lebih aman terhadap kesehatan manusia, organisme bukan sasaran dan lingkungan perlu
dikembangkan. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep pengendalian hama terpadu PHT yang telah dicanangkan pemerintah dan diatur dalam
Undang-Undang No 12 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6, Tahun 1995. Insektisida nabati merupakan salah satu komponen teknologi pengendalian
organisme pengganggu tanaman yang dapat diterapkan secara serasi dengan komponen lain dalam PHT.
Di Indonesia, program PHT pada tanaman Brassica telah dilakukan, meliputi pengamatan ambang kerusakan secara ekonomi, pelepasan dan
konservasi parasitoid, dan penggunaan pestisida biologi. Komponen ini masih belum maksimal jika dibandingkan program PHT Brassica di Malaysia yang
terdiri dari pengamatan ambang kerusakan secara ekonomi, pelepasan dan konservasi parasitoid, pengaturan pola tanam, penggunaan pestisida nabati, dan
penggunaan pestisida mikroba Sivapragasam 2001. Saat ini parasitisasi Eriborus argenteopilosus terhadap C. pavonana sangat rendah, disebabkan proses
enkapsulasi telur parasitoid atau larva parasitoid oleh larva inang C. pavonana Dono et al. 1999. Selain penggunaan insektisida mikroba untuk mengatasi
kehilangan hasil panen sayuran kubis-kubisan akibat serangan C. pavonana, penggunaan insektisida nabati merupakan solusi tepat, karena selaras dengan
rencana pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan, dan tuntutan pasar global yaitu penerapan SPS. Dengan demikian pengembangan insektisida nabati
sebagai komponen PHT C. pavonana merupakan fokus penelitian ini.