43 campuran diadaptasi dari Kosman dan Cohen 1996 dan Gisi 1996 berdasarkan
kebalikan nilai nisbah ko-toksisitas: 1 bila IK 0.5, komponen campuran bersifat sinergistik kuat;
2 bila IK 0.5
–0.77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah; 3 bila IK 0.77
–1.43, komponen campuran bersifat aditif; 4 bila IK 1.43, komponen campuran bersifat antagonistik.
3.2.9 Uji Fitotoksisitas Ekstrak Campuran
Uji fitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui respons tanaman terhadap beberapa kombinasi ekstrak campuran terhadap daun brokoli yang diaplikasi.
Beberapa kombinasi tersebut adalah perbandingan T. vogelii, B.javanica, dan P.aduncum yaitu: A 1:3:2.5; B 1:2:2.5; C 1:1:2.5; D 1:0.5:2.5; E 2:1:2.5; F
2:1:3; G 2:1:4; H 3:1:2.5; I 2:1:4. Pada perlakuan I digunakan fraksi heksana B. javanica dalam campuran. Selain itu, uji ini juga untuk memastikan bahwa
bahan pengemulsi, bahan tambahan, dan proses dalam pembuatan ektrak tidak menyebabkan fitotoksik pada daun tanaman.
Pengujian mengikuti metode yang dikemukakan oleh Dono 2006. Seluruh kombinasi campuran dan formulasi campuran terbaik diuji pada
konsentrasi 2 kali LC
95
diketahui dari uji lanjut hubungan konsentrasi dengan mortalitas. Percobaan ini menggunakan brokoli yang ditanam pada plastik
polibag. Aplikasi ekstrak dilakukan pada saat tanaman berumur satu setengah bulan menggunakan hand sprayer. Setelah penyemprotan, tanaman brokoli
ditempatkan pada tempat terbuka yang terpapar sinar matahari tetapi terlindung dari air hujan.
Pengamatan dilakukan lima hari setelah perlakuan ekstrak meliputi pengukuran luasan bercak nekrosis pada permukaan daun menggunakan kertas
kalkir transparan. Selanjutnya luas bercak nekrosis dinyatakan dalam persen .
3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Ekstraksi Tanaman
Ekstraksi tanaman dilakukan dengan pelarut yang dapat mengekstrak bahan aktif dengan hasil optimal tanpa menurunkan aktivitas senyawa yang
diinginkan. Pemilihan pelarut sangat penting dalam proses ekstraksi, hal ini terkait dengan jenis senyawa yang ingin diperoleh. Houghton dan Raman 1998
menyatakan bahwa dasar pemilihan pelarut adalah sifat kepolaran suatu molekul. Senyawa yang bersifat polar, akan dengan mudah diekstraksi dengan pelarut yang
bersifat polar sebaliknya senyawa yang bersifat non polar akan mudah diekstraksi dengan pelarut non polar juga, dikenal dengan prinsip likes disolve likes.
Jenis pelarut yang digunakan telah ditentukan melalui penelitian sebelumnya dan studi literatur. Penggunaan etil asetat untuk ekstraksi P.
aduncum, dan T. vogelii dan campuran etil asetat:metanol 9:1 untuk B. javanica memberikan hasil ekstrak optimal dengan aktivitas insektisida baik terhadap hama
sasaran. Lina et al. 2010 melaporkan bahwa ekstrak etil asetat lebih baik aktivitas biologinya dibandingkan ekstrak metanol langsung dan metanol
bertingkat. Ekstrak etil asetat B. javanica mematikan 100 larva uji C. pavonana instar 2 pada konsentrasi 0.5, sedangkan ekstrak metanol langsung mematikan
serangga uji sebesar 97.77 dan ekstrak metanol bertingkat mematikan 31.11.
44 Campuran etil asetat-methanol 9:1 memberikan hasil ekstrak dengan aktivitas
paling tinggi pada B. javanica. Wulan 2008 menjelaskan bahwa ekstraksi bertahap T. vogelii
menggunakan heksana, etil asetat dan metanol memberikan aktivitas insektisida yang baik pada ekstrak heksana dan etil asetat. Nailufar 2011 juga menggunakan
etil asetat untuk mengekstrak P. aduncum dan T. vogelii. Lebih lanjut Nailufar menunjukkan bahwa 3 kali perendaman memberikan hasil ekstrak maksimal dan
tingkat mortalitas yang baik pada P. aduncum dan T. vogelii. Abizar dan Prijono 2010 mengekstrak daun dan biji T. vogelii serta buah P. cubeba dengan etil
asetat, seluruh ekstrak memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap C. pavonana. Flores et al. 2009 juga mengekstrak daun kering P. aduncum dan P.
heterophyllum dengan etil asetat.
Dilihat dari pelarut yang digunakan saat ekstraksi, ekstrak P. aduncum dan T. vogelii termasuk ke dalam senyawa yang bersifat semi polar, sedangkan ekstrak
B. javanica sedikit lebih polar dibandingkan ekstrak T. vogelii dan P. aduncum. Hasil ekstraksi pada penelitian ini yaitu buah P. aduncum 12.42, kemudian
diikuti daun T. vogelii 9.46, dan buah B. javanica 8.07 Tabel 3.1. Hasil ekstraksi bahan tumbuhan yang sama sering memberikan hasil berbeda-beda
dipengaruhi oleh faktor geografi, musim, perbedaan bagian tanaman dan morfologi, dan kondisi iklim serta ekologi. Selain itu juga dipengaruhi oleh
sinergisme, antagonisme, dan efek lain yang sulit diduga sebelumnya Chiu 1985; Dadang dan Prijono 2008.
Tabel 3.1 Hasil ekstraksi tiga jenis bahan tanaman Bahan tanaman
Jenis pelarut Bobot
serbuk g
Bobot ekstrak
g Rendemen
T. vogelii daun Etil asetat
300 28.38
9.46 B. javanica buah
Etil asetat:Metanol 9:1 300 24.23
8.07 P. aduncum buah Etil asetat
250 31.06
12.42 Uji pendahuluan ekstrak B. javanica, P. aduncum, dan T. vogelii terhadap
C. pavonana diperoleh hasil seperti tampak pada Tabel 3.2. Pada uji pendahuluan, daun T. vogelii menunjukkan aktivitas tertinggi. Pada konsentrasi 0.1 dapat
mematikan 100 serangga uji. Aktivitas ekstrak buah B. javanica juga menunjukkan aktivitas yang tinggi meskipun masih di bawah aktivitas daun T.
vogelii. Pada konsentrasi 0.1 dan 0.5 ekstrak buah B. javanica berturut-turut mematikan 55.5 dan 100 serangga uji. Selanjutnya adalah buah P. aduncum,
pada konsentrasi 0.1 dan 0.5 berturut-turut mematikan 26.6 dan 100 serangga uji C. pavonana.
Dari hasil uji pendahuluan, ketiga jenis ekstrak layak dikembangkan lebih lanjut karena pada konsentrasi 0.5 mematikan 100 serangga uji. Prijono
1999 menyebutkan ekstrak dengan pelarut organik layak dikembangkan lebih lanjut jika pada konsentrasi 5 mampu menyebabkan kematian larva uji.