9 Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and
Environment: Retrospects and Prospects. Berlin DE: Springer-Verlag. Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton: CRC
Press. Prijono D. 2002. Pengujian Keefektifan Campuran Insektisida: Pedoman bagi
Pelaksana Pengujian Efikasi untuk Pendaftaran Pestisida. Bogor ID: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Prijono D, Sudiar JI, Irmayetri. 2006. Insecticidal activity of Indonesian plant extracts against the cabbage head caterpillar, Crocidolomia pavonana F.
Lepidoptera: Pyralidae. J ISSAAS 12 1: 25-34. Rauf A, Prijono D, Dadang, Winasa IW, Russell IW. 2005. Survey of pesticide
use by cabbage farmers in West Java, Indonesia [research report]. Bogor ID: Department of Plant Pests and Diseases, Bogor Agricultural
University.
Sastrosiswojo S, Setiawati W. 1993. Hama-hama kubis dan pengendaliannya. Di dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, editor. Bandung ID: Balithor
Lembang. Hlm 39-50. Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2007. A review of Piper spp.
Piperaceae phytochemistry, insecticidal activity and mode of action. Phytochem Rev 7: 65-75.
Schmutterer H, editor. 1995. The Neem Tree, Azadirachta indica A. Juss, and Other Meliaceous Plants: Sources of Unique Natural Products for
Integrated Pest Management, Medicine, Industry and Other Purposes. Weinheim DE: VCH.
Sileshi G, Mafongoya PL, Chintu R, Akinnifesi FK. 2008. Mixed-species legume fallows effect faunal abundance and richness and N cycling compared to
single species in maize-fallow rotations. Soil Biology Biochemistry 40:3065-3075.
Smith AE, Secoy DM. 1975. Forerunners of pesticides in classical Greece and Rome. J Agric Food Chem 23:1050-1055.
Uhan TS. 1993. Kehilangan hasil panen karena ulat krop kubis Crocidolomia binotalis Zell dan cara pengendaliannya. J Hort 3:22-26.
Van der Meijden E. 1996. Plant defence, an evolutionary dilemma: contrasting effect of specialist and generalist herbivores and natural enemies.
Entomologia Experimentalis et Applicata 80: 307-310. Waxman MF. 1998.
The Formulator’s Toolbox-Product Form for Modern Agriculture. In Brooks GT dan Roberts TR, editor. Pesticide Chemistry
and Bioscience. London GB: RSC. Pp. 120-126. Whittaker RH, Feeny PP. 1971. Allelochemics: chemical interaction between
species. Science 171: 757-770.
10
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tantangan dan Peluang Sektor Pertanian
Tantangan yang dihadapi sektor pertanian saat ini adalah kecukupan pangan global dan perubahan iklim. Kebutuhan pangan 9.1 miliar manusia pada
tahun 2050 menuntut peningkatan hasil produksi pertanian secara signifikan. Sementara itu perubahan iklim menjadi kendala dalam budidaya tanaman dan
memberi tekanan langsung pada sektor pertanian dalam upaya peningkatan hasil produksi. FAO 2007 menjelaskan bahwa pemanasan global menyebabkan
perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim. Akibatnya terjadi perubahan sistem fisik dan biologis seperti peningkatan
intensitas badai tropis, perubahan pola presipitasi, salinitas air laut, perubahan pola angin, masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran
populasi, frekuensi serangan hama dan penyakit, serta mempengaruhi berbagai ekosistem yang terdapat di daerah dengan garis lintang yang tinggi, serta
ekosistem-ekosistem pantai.
Kejadian iklim ekstrim berdampak pada kegagalan panen, terutama pada saat musim hujan dan musim kemarau. Gagal panen dapat mengancam kecukupan
dan keamanan pangan dunia jika tidak segera dicari solusi yang tepat. Indonesia sebagai negara agraris, dimana pertanian memainkan peran penting bagi
kedaulatan pangan, berupaya mengatasi kendala akibat perubahan iklim dengan melakukan berbagai program adaptasi untuk memperkuat ketahanan sektor
pertanian. Program adaptasi tersebut antaralain meningkatkan manajemen data dan informasi, manajemen usaha tani, manajemen sarana dan prasaranan irigasi,
manajemen kelembagaan, penelitian, sosialisasi, advokasi dan lain-lain. Dalam manajemen usahatani secara lebih detail dijelaskan beberapa bentuk implementasi
adaptasi, yaitu usaha tani hemat air dengan mengurangi tinggi genangan pada lahan sawah, membenamkan sisa tanaman ke tanah sebagai penambah bahan
organik tanah untuk meningkatkan kesuburan, pengolahan tanah minimum TOTtanpa olah tanah atau tabur benih langsung TABELA, mengembangkan
system rice intensification SRI dan pengelolaan tanaman terpadu PTT, menerapkan good agricultural practices GAP guna revitalisasi sistem usaha tani
yang berorientasi pada konservasi fungsi lingkungan hidup KLH 2007.
Upaya lain yang diperkirakan mampu menjawab tantangan kebutuhan pangan dan perubahan iklim adalah intensifikasi ekologi sebagai pendekatan
pertanian. Intensifikasi ekologi bertujuan meningkatkanmenambah hasil panen dengan meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan. Latar belakang
konsep intensifikasi ekosistem adalah kondisi pertanian saat ini dimana hasil produksi menurun akibat terjadi selisih antara hasil potensial dengan hasil aktual
di lapangan. Pertanian modern berusaha menghilangkan selisih tersebut dengan mengganti fungsi biologi yang disediakan oleh ekosistem yang beragam dengan
input eksternal. Input eksternal seperti irigasi, pupuk sintetik, pestisida sintetik, rekayasa genetika, pengolahan tanah dan lain-lain menyebabkan keragaman
hayati terdegradasi secara luas dan ekosistem yang menyokong dan berkontribusi terhadap kehidupan manusia akan terkikis Bommarco et al. 2013.
Intensifikasi ekologi sebagai pendekatan pertanian artinya melakukan manajemen terpadu jasa ekosistem yang diantarkan oleh keragaman hayati ke
11 dalam sistem produksi tanaman. Organisme yang ada di alam berkontribusi baik
langsung maupun tidak langsung terhadap produksi pertanian, sehingga dapat menekan selisih hasil potensial dengan hasil aktual. Implementasi di lapangan
antara lain adalah penerapan pengendalian hama terpadu, konservasi penyiapan lahan, diversifikasi rotasi tanaman dan penutup tanah mulsa, penggunaan pupuk
dan insektisida yang ramah lingkungan. Di luar lapangan adalah dengan peningkatan kuantitas habitat seminatural dan peningkatan penelitian di bidang
pertanian. Pertanian yang produktif, stabil, dan kokoh ketika diterpa pengaruh lingkungan merupakan tujuan pertanian di masa mendatang.
Selain perubahan iklim dan kecukupan pangan, pasar global yang saat ini masuk tanpa bisa dicegah turut memberi tekanan yang bersifat tidak langsung di
sektor pertanian. Pasar global membuat batas-batas antar negara semakin menipis dan terintegrasinya pasar domestik dengan pasar internasional. Peluang pasar
internasional semakin terbuka bagi produk dalam negeri begitu juga sebaliknya. Kualitas produk menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi agar dapat bersaing
dengan produk dari negara lain. Organisasi perdagangan internasional world trade organization WTO mengatur hal tersebut dengan membuat persetujuan sanitary
and phytosanitry SPS. SPS berisi perjanjian untuk memperlakukan peraturan sanitasi dan phitosanitasi guna melindungi keselamatan dan kesehatan konsumen,
hewan, tanaman, dan lingkungan hidup yang dilandasi oleh perinsip kajian ilmiah untuk kelancaran perdagangan komoditi pertanian pangan Dirjen Bina
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2004.
Di negara berkembang produktivitas pertanian mendekati level maksimum, tetapi masih tergantung pada input eksternal seperti pupuk dan
pestisida sintetik yang membebani biaya produksi. Kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangan serangga lebih banyak terjadi pada ekosistem pertanian
dibandingkan dengan di alam. Meskipun insektisida sintetik digunakan secara intensif, kehilangan hasil akibat serangan serangga di Amerika mencapai 13,
sedangkan persentase kehilangan hasil seluruh dunia berkisar 15 atau lebih Schoonhoven 2005. Penggunaan insektisida sintetik tidak dapat mengatasi
kehilangan hasil dalam budidaya pertanian, bahkan menyebabkan dampak negatif yang merugikan seperti resistensi dan resurjensi hama sasaran, terbunuhnya
musuh alami dan organisme bukan sasaran lainnya, pencemaran lingkungan serta bahaya residu pada hasil panen Metcalf 1982. Bahkan diketahui insektisida
tertentu seperti DDT dan BHC dapat merangsang perkembangan sel kanker, misalnya kanker kulit, kanker hati, kanker paru, dan kanker limfa Matsumura
1985; Kuroki 1998.
Uraian mengenai perlindungan kesehatan konsumen dalam SPS, dapat diterjemahkan sebagai perlindungan dari resiko produk pertanian atau makanan
yang terkontaminasi residu pestisida. Negara maju membatasi penggunaan pestisida sintetik, terutama untuk produk pertanian pangan. Di Kanada, Badan
yang berwenang terhadap kesehatan manusia dan lingkungan melarang penggunaan beberapa insektisida sintetik di beberapa kota tertentu. Pemerintah
federal mengeluarkan aturan untuk membuat pestisida yang beresiko rendah atau pestisida non konvensional. Di Amerika juga terjadi perubahan peraturan terkait
proses pendaftaran pestisida yang lebih mendukung produk dengan resiko rendah, yang mensyaratkan produk generally regarded as safe GRAS dan mengizinkan
pendaftaran biopestisida dan pestisida nabati dalam kategori berbeda dari