Sumber : diolah dari Konvensi WCPFC dan www.naturalearth.com
Gambar 9 Peta Wilayah Tumpang Tinding Wilayah Kewenangan antara WCPFC dengan IATTC
Masuknya sebagian besar perairan teritorial Indonesia menimbulkan permasalahan bagi Indonesia, karena status hukum perairan kepulauan adalah
kedaulatan sovereingty. Keberatan Indonesia disampaikan pada Fith Regular Session
pada tanggal 8 -12 Desember 2008 di Busan Korea yang meminta Komisi WCPFC tidak memasukkan perairan Laut Cina Selatan dan perairan Asia
Tenggara, termasuk perairan teritorial Indonesia menjadi bagian wilayah Konvensi WCPFC karena bukan menjadi bagian dari Samudera Hindia Gambar
10. Pernyataan Indonesia dipertegas kembali pada Ninth Regular Session pada
tanggal 2-6 Desember 2012 di Manila Philipina yang berpendapat bahwa berdasarkan UNCLOS 1982 dan UN Fish Stock Agreement serta Pasal 4
Konvensi jelas disebutkan bahwa pelaksanaan kerjasama perikanan regional hanya pada laut lepas dan ZEE tidak termasuk perairan teritorial dan perairan
kepulauan.
Sumber : diolah dari Konvensi WCPFC dan www.naturalearth.com
Gambar 10 Peta Wilayah Konvensi WCPFC di Perairan LCS dan Teritorial Indonesia
Oleh karena itu, dalam pengesahan Konvensi WCPFC, maka Indonesia harus mengesampingkan Pasal 3 ayat 1. Hal ini sebagaimana yang dipaparkan
Ariadno 2012, bahwa Indonesia perlu hati-hati dalam ratifikasi Konvensi WCPFC.
Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia harus mengklarifikasi pelaksanaan Konvensi WCPFC yang memasukkan hanya pada ZEE Indonesia
pada perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Halmahera WPP-RI 716 dan perairan Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik WPP-RI 717.
Pada tingkatan nasional, Indonesia memiliki wilayah pengelolaan perikanan WPP dalam mewujudkan efektivitas pengelolaan perikanan. Menurut
Pasal 5 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana di ubah dengan UU No. 45 Tahun 2009, Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP Republik Indonesia untuk
penangkapan ikan danatau pembudidayaan ikan meliputi: a perairan Indonesia; b ZEEI; dan c sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang
dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. Sementara itu, Pasal 5 ayat 2 menambahkan bahwa
pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diselenggarakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan, persyaratan, danatau standar internasional yang diterima secara umum. Dengan demikian, wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah
mulai dari perairan pedalaman internal waters, perairan kepulauan archipelagic waters
, laut teritorial territorial sea, dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI.
Dengan demikian, Indonesia sudah memiliki aturan dalam pengelolaan perikanan berbasis wilayah. Oleh karena itu, dalam persiapan ratifikasi Konvensi
WCPFC, Indonesia harus mengecualikan ketentuan penerapan wilayah WCPFC yang memasukan beberapa wilayah perairan kepulauan Indonesia.
5.1.2 Dasar Pelaksanaan Azas
Kerjasama internasional terkait pengelolaan sediaan ikan yang beruaya jauh di wilayah konvensi merupakan amanat UNCLOS 1982. Oleh karena itu,
negara-negara anggota WCPFC berkewajiban untuk melaksanakan UNCLOS 1982, UNFSA 1995 dan Konvensi WCPFC. Hal-hal yang diatur terkait dengan
dasar pelaksanaan azaz dijelaskan pada Pasal 5 Konvensi, yakni: a. Mengambil langkah-langkah untuk memastikan keberlanjutan jangka
panjang sediaan ikan yang beruaya jauh di wilayah konvensi dan mempromosikan tujuan pemanfaatan sediaan secara optimal.
b. Memastikan bahwa langkah-langkah yang didasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang tersedia dan di rancang untuk mempertahankan atau
memulihkan sediaan pada tingkat yang mampu memproduksi hasil maksimal yang berkelanjutan, seperti yang disyaratkan oleh faktor-faktor
lingkungan dan ekonomi yang relevan, termasuk persyaratan-persyaratan khusus bagi negara-negara berkembang di wilayah konvensi, khususnnya
negara-negara pulau kecil yang sedang berkembang SIDSSmall Island Developing State
dan mempertimbangkan pola-pola penangkapan ikan, saling ketergantungan antar sediaan dan standar minimal internasional yang
pada umumnya di rekomendasikan, baik sub-regional, regional ataupun global.
c. Menerapkan pendekatan kehati-hatian sesuai dengan Konvensi ini dan semua standar internasional terkait yang di setujui dan praktek-praktek dan
prosedur yang direkomendasikan . d. Mengkaji dampak dari penangkapan ikan, kegiatan lain manusia, dan faktor-
faktor lingkungan terhadap sediaan target, spesies non-target, dan spesies yang berasal dari ekosistem yang sama atau yang bergantung kepada atau
berhubungan dengan sediaan target; e. Mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan limbah, buangan,
tangkapan oleh alat yang hilang, atau yang ditinggalkan, pencemaran yang berasal dari kapal-kapal perikanan, spesies non-target, baik ikan ataupun
non-ikan selanjutnya disebut spesies non-target dan dampaknya terhadap spesies yang berhubungan atau bergantung, khususnya spesies yang
terancam punah dan mempromosikan pengembangan dan penggunaan secara selektif alat dan teknik penangkapan ikan yang ramah lingkungan
dan berbiaya efektif; f. Melindungi keanekaragaman hayati di lingkungan laut;
g. Mengambil langkah-langkah
untuk mencegah
atau meniadakan
penangkapan ikan yang berlebihan dan kapasitas penangkapan ikan yang berlebihan dan untuk memastikan bahwa tingkat upaya penangkapan ikan
tidak melebihi tingkat upaya yang setara dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan;
h. Mempertimbangkan kepentingan nelayan artisanal dan subsisten; i. Mengumpulkan dan membagi data secara tepat waktu, lengkap dan akurat
mengenai kegiatan penangkapan ikan, antara lain, posisi kapal, tangkapan spesies target dan non-target dan upaya penangkapan ikan, serta informasi
dari program penelitian nasional dan internasional; dan j. Melaksanakan
dan menegakkan
langkah-langkah konservasi
dan pengelolaan melalui pemantauan, pengendalian dan pengawasan secara
efektif.
Dengan demikian terdapat sembilan azas tindakan konservasi dan pengelolaan pada WCPFC yakni :
a. Optimalisasi pemanfaatan spesies ikan yang beruaya jauh highly migratory speies
; b. Penggunaan data ilmiah terbaik yang tersedia the best scientific evidence
avalaible ;
c. Penerapan pendekatan kehati-hatian; d. Kajian dampak terhadap sediaan target, spesies non-target, dan spesies yang
berasal dari ekosistem yang sama atau yang bergantung kepada atau berhubungan dengan sediaan target;
e. Menimalisasi limbah, buangan, tangkapan oleh alat yang hilang, atau yang ditinggalkan, pencemaran yang berasal dari kapal-kapal perikanan, spesies
non-target , baik ikan ataupun non-ikan;
f. Melindungi keanekaragaman hayati di lingkungan laut; g. Mempertimbangkan kepentingan nelayan artisanal dan subsisten;
h. Memberikan informasi kegiatan penangkapan ikan; i. Pelaksanaan pemantauan, pengendalian dan pengawasan Monitoring
Controlling Surveilne MCS secara efektif.
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang
berkelanjutan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 2004. Sementara prinsip-prinsip umum yang di muat dalam UU No. 21 Tahun 2009, yaitu:
a. Mengambil tindakan untuk menjamin kelestarian jangka panjang sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dan memajukan
tujuan penggunaan optimal sediaan ikan tersebut; b. Menjamin bahwa tindakan tersebut di dasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang
ada dan dirancang untuk memelihara atau memulihkan sediaan ikan pada tingkat yang dapat menjamin hasil maksimum yang lestari;
c. Menerapkan pendekatan kehati-hatian; d. Mengukur dampak dari penangkapan ikan, kegiatan manusia lainnya, dan
faktor-faktor lingkungan terhadap sediaan target dan spesies yang termasuk
dalam ekosistem yang sama atau menyatuberhubungan dengan atau bergantung pada sediaan target tersebut;
e. Mengambil tindakan konservasi dan pengelolaan untuk spesies dalam ekosistem yang sama atau menyatuberhubungan dengan atau bergantung
pada sediaan target tersebut; f. Meminimalkan pencemaran, sampah barang-barang buangan tangkapan yang
tidak berguna, alat tangkap yang ditinggalkan tangkapan spesies non target, baik ikan maupun bukan spesies ikan, dan dampak terhadap spesies, melalui
tindakan pengembangan dan penggunaan alat tangkap yang selektif serta teknik yang ramah lingkungan dan murah;
g. Melindungi keanekaragaman hayati pada lingkungan laut; h. Mengambil tindakan untuk mencegah danatau mengurang kegiatan
penangkapan ikan yang berlebihan dan penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan untuk menjamin bahwa tingkat usaha penangkapan ikan tidak
melebihi tingkat yang sepadan dengan penggunaan lestari sumber daya ikan; i. Memerhatikan kepentingan nelayan pantai dan subsistensi;
j. Mengumpulkan dan memberikan pada saat yang tepat, data yang lengkap dan akurat mengenai kegiatan perikanan, antara lain, posisi kapal, tangkapan
spesies target dan nontarget dan usaha penangkapan ikan, serta informasi dari program riset nasional dan internasional;
k. Memajukan dan melaksanakan riset ilmiah dan mengembangkan teknologi yang tepat dalam mendukung konservasi dan pengelolaan ikan;
l. Melaksanakan dan menerapkan tindakan konservasi dan pengelolaan melalui pemantauan, pengawasan, dan pengendalian
Berdasarkan ketentuan asas-asas di atas, peraturan perundang-undangan Indonesia sudah memiliki asas-asas pengelolaan perikanan dalam mewujudkan
perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab.